Keraton Yogyakarta Tiadakan Tradisi Malam 1 Suro Mubeng Beteng
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam akun Instagram resminya, Keraton Yogyakarta juga mengatakan pelaksaan Hajad Dalem Jemasan Pusaka 1955 juga ditutup untuk umum. Kebijakan itu bertujuan untuk mengurangi kerumuman selama pandemi COVID-19.
"Sahabat, kami informasikan bahwa agenda Hajad Kawula Dalem Mubeng Beteng Memperingati Tahun Baru 1 Sura Alip 1955/1 Muharram 1443 H ditiadakan. Demikian juga dengan pelaksanaan Hajad Dalem Jamasan Pusaka Alip 1955 tertutup untuk umum," tulis akun @kratonjogja.
Mubeng Beteng merupakan tradisi yang dilakukan untuk menyambut awal tahun baru penanggalan Jawa 1 Sura atau 1 Muharam. Tradisi malam 1 suro ini biasanya dilakukan dengan Tapa Bisu mengelilingi Benteng Keraton Yogyakarta pada tengah malam hingga dini hari.
Dalam tradisi tersebut, peserta Mubeng Beteng tidak diperbolehkan berbicara sepatah kata pun saat mengikuti prosesi Tapa Bisu. Biasanya tradisi Mubeng Beteng diikuti oleh ribuan warga sekitar Yogyakarta bersama para abdi dalem keraton.
ADVERTISEMENT
Tradisi ini merupakan sarana bagi masyarakat untuk melakukan introspeksi apa yang terjadi pada tahun sebelumnya. Biasanya mereka akan berdoa memohon kepada Yang Maha Kuasa agar tahun yang akan datang lebih baik dari tahun kemarin.
Tradisi ini dimulai saat lonceng Kyai Brajanala di Regol Keben dibunyikan sebanyak 12 kali, setelah itu diperdengarkan tembang macapat dari Bangsal Srimanganti. Selanjutnya, abdi dalem dan warga berjalan kaki sejauh kurang lebih lima kilometer mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta.
Rute yang ditempuh mulai dari Kamandhungan Lor, Ngabean, Pojok, Beteng Kulon, Plengkung Gading, Pojok Beteng Wetan, Jalan Ibu Ruswo, Alun-alun Utara, lalu kembali lagi ke Kamandhungan Lor.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona ).