Menyingkap Cara Hidup Masyarakat Desa Penglipuran yang Unik

12 Desember 2019 14:34 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Umat Hindu di Desa Penglipuran Menyiapkan Sajen. Foto: REUTERS/Nyimas Laula
zoom-in-whitePerbesar
Umat Hindu di Desa Penglipuran Menyiapkan Sajen. Foto: REUTERS/Nyimas Laula
ADVERTISEMENT
Menikmati udara yang sejuk, damainya suasana dan hangatnya sapa, serta senyum penduduk setempat dapat langsung kamu rasakan manakala singgah di Desa Penglipuran di daerah Bangli, Bali
ADVERTISEMENT
Ya, setiap sudut Desa Penglipuran memang memiliki daya tariknya sendiri dan sangat sayang jika kamu lewatkan. Selain terkenal sebagai desa terbersih ketiga dunia versi majalah internasional Boombastic, desa ini juga terkenal karena masyarakat di sana masih melestarikan budaya tradisional hingga akhirnya disebut sebagai desa adat. Beberapa adat pun masih dipegang teguh hingga saat ini.
Dimulai dari kesamarataan kasta masyarakat yang tinggal di sini. Dilansir pesona.travel, seluruh penduduk desa berasal dari kasta Sudra, jadi tidak ada yang lebih tinggi ataupun rendah. Namun, mereka tetap melakukan pemilihan ketua adat yang dilakukan setiap lima tahun sekali.
Umat Hindu di Desa Penglipuran Menyiapkan Sajen. Foto: REUTERS/Nyimas Laula
Selain itu, pekerjaan masyarakat di sini mayoritas adalah petani. Desa Penglipuran selalu dilimpahkan hujan yang banyak setiap tahunnya, sehingga sawah mereka tumbuh dengan baik. Selain petani, masyarakat juga banyak yang bercocok tanam karena keuntungan ini.
ADVERTISEMENT
Beralih ke tempat tinggal, rumah di Desa Penglipuran hampir semuanya berbentuk sama, rumah adat khas Bali yang memiliki ukiran khas, dan ditiap rumah dapat kamu jumpai ruang untuk berdoa.
Hal menarik lainnya dari Desa Penglipuran, ada kesepakatan yang dijalani dengan tertib oleh masyarakat, yaitu tidak boleh meletakkan jemuran di depan rumah dan tidak boleh keluar rumah antara pukul 21.00 hingga 05.00 WITA.
Penglipuran Village Festival Foto: Dok. Kemenparekraf
Pada setiap rumah telah teridentifikasi berapa jumlah penghuni laki-laki dan perempuan. Data tersebut dicatat di pintu masuk setiap rumah. Hal itu dimaksudkan untuk memudahkan dalam penghitungan jumlah penduduk.
Setiap ada warga yang meninggal, Desa Penglipuran akan memakamkan jenazah ke kuburan desa. Walaupun mayoritas penduduk adalah beragam Hindu, tapi bagi masyarakat Desa Penglipuran adanya Upacara Ngaben (pembakaran jenazah) hanya dilakukan untuk mengantarkan roh orang-orang yang sudah meninggal kepada Sang Pencipta. Setiap ada warga desa yang meninggal, maka satu ekor sapi akan disembelih sebagai korban suci.
Peserta BDSC Berkunjung ke Desa Penglipuran, Bangli, Bali, Jumat (7/12). Foto: Darin Atiandina/kumparan
Cara memakamkan jenazah juga sangat unik, karena dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Jenazah laki-laki akan dimakamkan dengan posisi tengkurap dan jenazah wanita diletakkan dengan posisi tengadah.
ADVERTISEMENT
Warga laki-laki di Desa Penglipuran juga dilarang memiliki istri lebih dari satu. Jika ada yang melanggar, maka dia akan dikucilkan dari pemukiman warga umumnya. Tempat pengucilan itu bernama Karang Memadu. Hingga saat ini, tidak ada satu warga pun yang berani melanggar aturan itu. Mayoritas penduduk desa adat ini menikah dengan sesama warga desa.
Penglipuran Village Festival Foto: Dok. Kemenparekraf
Desa Penglipuran mengadakan acara adat sendiri yang disebut Ngerebeg atau Ngelawang. Ngerbeg ini pada umumnya memiliki makna memberikan keselamatan kepada setiap warga dengan menyucikan desa dari hal-hal yang negatif dan memohon kepada Tuhan agar terhindar dari wabah dan kemalangan.
Selain itu, tujuannya juga adalah untuk menyenangkan krama. Di desa Penglipuran tradisi Ngrebeg ini dilakukan selama tiga kali dalam setahun. Pertama saat Hari Raya Galungan dan Buda Kliwon Pahang. Perayaan dilakukan dengan membawa barong sakral yang disimpan di dalam Pura Penataran Desa menuju setiap rumah-rumah penduduk.
ADVERTISEMENT
Bagaimana, tergugah mengunjungi Desa Penglipuran?