Sepak Terjang Jastip: Tertahan di Bandara hingga Jadi Pekerjaan Tetap

20 Juli 2018 17:26 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi barang yang ditawarkan oleh jastip. (Foto: Instagram @BELIKEMANA)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi barang yang ditawarkan oleh jastip. (Foto: Instagram @BELIKEMANA)
ADVERTISEMENT
Membuka jastip (jasa titip) kini menjadi peluang bisnis yang sangat diminati para traveler. Prosesnya mudah, anti-repot, dan profitnya pun cukup menggiurkan. Apalagi untuk wisatawan yang doyan belanja sekaligus jualan. Bisnis jastip bisa digeluti menjadi pekerjaan tetap.
ADVERTISEMENT
Hal itu dilakoni Winnie Adrian, pemilik akun Instagram @preorderbywin yang diikuti 39,7 ribu pengguna. Tiap bulan ia selalu melancong ke salah satu dari tiga destinasi favoritnya, yakni Bangkok, Kuala Lumpur, atau Singapura, untuk memburu barang jastip.
“Sudah jalan tiga tahun buka jastip. Dasarnya emang hobi traveling dan dari kelas 6 SD, apa aja dijual. Sekarang sekali berangkat dan buka jastip, untungnya paling kecil Rp 3 juta. Itu pun kalo aku buka pre-order cuma bentar,” papar Winnie, saat dihubungi kumparanTRAVEL pada Kamis (19/7).
com-Shopping (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
com-Shopping (Foto: Thinkstock)
Winnie merasa cukup puas karena setidaknya keuntungan jastip bisa mengganti biaya tiket pesawat dan hotel selama di luar negeri. Ia pun tidak keberatan repot-repot membawa pulang lima koper saat kembali ke Tanah Air. Selagi menjalani masa kuliahnya, Winnie menjadikan bisnis jastip sebagai sumber penghasilan utamanya.
ADVERTISEMENT
Cerita senada diungkapkan Nihlah Chalidah, pemilik akun Instagram @belikemana. Perempuan asal Jakarta itu kerap bolak-balik Thailand, Jepang, Malaysia, dan Singapura, sejak 2016 lalu. Sekali buka jastip, Nihlah bisa mengantongi profit bersih Rp 5 juta.
Namun, ia paham bahwa bisnis yang digeluti bukan tanpa risiko. Oleh karena itu, ia selalu menolak jika dititipi produk dalam jumlah banyak atau barang tertentu yang berisiko ditahan di bandara.
Ilustrasi Koper di Konveyor (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Koper di Konveyor (Foto: Shutterstock)
“Yang selalu aku hindari itu produk olahan daging babi, pernah aku dititipi saat di Taiwan. Aku juga enggak mau kalau dititipi alkohol. Soalnya risikonya tinggi, takut ditahan sama pihak imigrasi bandara. Terus kalau ketahuan bawa produk dalam jumlah banyak juga bahaya. Tapi ada aja pelanggan yang maksa,” papar Nihlah.
ADVERTISEMENT
Ia lalu bercerita kepada kumparanTRAVEL pernah dipaksa pelanggan untuk membelikan produk bedak dari Thailand sebanyak 200 biji. Seperti dugaan Nihlah, barang tersebut ditahan oleh bandara, karena ketahuan kalau itu barang dagangan.
“Akhirnya jumlah total kerugian dibagi dua dengan pembelinya, karena memang dia yang maksa,” imbuh Nihlah.
Meski berisiko, Nihlah tetap menggeluti bisnis jastip karena merasakan banyak keuntungan lain. Dia jadi lebih paham jalan dan toko-toko di luar negeri. Ia juga memiliki membership di banyak outlet, sehingga sering dapat bonus.
Ilustrasi barang yang ditawarkan oleh jastip (Foto: Nihlah Chalidah)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi barang yang ditawarkan oleh jastip (Foto: Nihlah Chalidah)
kumparanTRAVEL juga sempat ngobrol dengan admin akun Instagram @jastipjepang yang minta dirahasiakan namanya. Baginya, membuka jastip membuatnya lebih memahami barang-barang dari Jepang. Yang sebelumnya tidak pernah dengar, ia jadi tahu karena customer minta dicarikan. Ia juga jadi lebih paham tentang pengiriman barang ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Aku menetap di Jepang bareng suami, buka jastip lalu barangnya dikirim ke Indonesia. Kami pernah diminta tolong membelikan tiket masuk ke studio Ghibli, jadi customer sampai Jepang tinggal bawa tiket itu untuk masuk. Senang aja bisa bantu orang lain,” tutur sang admin.
Apakah kamu salah satu yang menggeluti dunia jastip?