Belum 6 Bulan, Bayiku Diberi MPASI oleh Mertua

Mertua Oh Mertua
Curhatan, keluh kesah, dan kisah cinta tentang mertua. Banyak drama di antara kita.
Konten dari Pengguna
28 Februari 2020 19:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mertua Oh Mertua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bayi diberi MPASI oleh mertua. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Bayi diberi MPASI oleh mertua. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Tak heran bila Anda punya pola pengasuhan anak yang berbeda dengan mertua. Anda punya sumber pedoman sendiri, begitu pula mertua. Perbedaan cara mengasuh anak memang sering jadi konflik besar. Itulah yang dialami Rosa, ibu satu anak asal Malang. Berikut kisahnya.
ADVERTISEMENT
Sejak awal menikah, aku sudah merasa tidak cocok dengan ibu mertuaku. Bila ditanya alasannya, aku sepertinya bisa cerita non-stop hingga tujuh hari. Intinya ibu mertuaku itu suka membesar-besarkan masalah, merasa paling tahu, dan sejujurnya agak matre.
Dia masih saja ingin tahu pemasukan dan pengeluaran suamiku. Seperti tidak rela uang suamiku diberikan sebagian untuk aku. Siapa yang tidak kesal?
Oleh karena itu, kami memutuskan untuk segera beli rumah sendiri. Meski harus cari rumah dengan DP minim dan cicilan KPR hingga 20 tahun, aku rela asal bisa bebas dari cengkraman ibu mertua. Kami pindahan rumah dalam kondisi aku hamil 7 bulan.
Ilustrasi ibu hamil. Foto: Shutterstock
Ya, sebegitu besar perjuanganku untuk meninggalkan rumah mertua. Walaupun rumah baru masih minim perabotan, kami jauh lebih bahagia.
ADVERTISEMENT
Ibu mertuaku tidak pernah inisiatif berkunjung ke rumah kami. Kami yang mengalah untuk mengunjunginya dua minggu sekali.
Aku ingat ibu mertua pertama kali berkunjung saat bayiku, Renata, berusia 4,5 bulan. Saat itu aku masih di kantor. Hanya ada suamiku dan Renata di rumah. Dia membawa setandan pisang susu sebagai oleh-oleh.
Ini yang paling bikin kesal. Saat suamiku tertidur, dia inisiatif menyuapi Renata dengan pisang bawaannya. Pisang itu dilembutkan seadanya, tanpa food processor, lalu disuapkan ke anakku.
Begitu aku akhirnya tahu dari suamiku, aku jadi meledak-ledak.
“Mama tadi nyuapin Renata pisang? Kok gitu sih Ma, Renata kan belum umur 6 bulan. Belum waktunya dikasih MPASI,” Tanyaku lewat telepon. Aku pulang saat ibu sudah pergi.
ADVERTISEMENT
“Loh emang kenapa? Pisang kan teksturnya lembut. Dulu suamimu Mama kasih pisang pas umur 4 bulan juga nggak apa. Sehat tuh sampai sekarang,” jawabnya defensif.
“Tapi Ma, dokter anak itu merekomendasikan bayi dikasih MPASI mulai umur 6 bulan. Sebelum itu, pencernaannya belum siap,”
“Mama itu lebih ngerti, lebih banyak pengalaman daripada kamu. Udah ah jangan ngeyel. Mama mau istirahat,” katanya sambil menutup telepon.
Dok: Giphy
Makin kesal, suamiku jadi sasaran amarahku. Aku ngomel non-stop sampai suamiku ikut kesal. Kenapa sampai bisa missed sih? Kok bisa kamu tinggalin Renata sama mama kamu? Kamu nggak kasihan pencernaannya Renata dipaksa gitu?
Mungkin kalian berpikir aku berlebihan. Tapi coba bayangkan. Aku ibu muda yang sudah tamat membaca berpuluh-puluh buku parenting. Aku jabani berkonsultasi dengan lima dokter anak. Semua demi mendapat informasi paling akurat tentang nutrisi dan tumbuh kembang anak pertamaku.
ADVERTISEMENT
Memang benar, ibu mertuaku punya lebih banyak pengalaman daripada aku. Ia telah membesarkan tiga anak. Tapi siapa bisa menjamin bahwa caranya mengasuh anak itu metode yang terbaik? Siapa bilang aku tidak bisa jadi ibu yang lebih baik darinya?
Bagaimana pun itu, rasanya akan sulit menitipkan Renata kepada ibu mertuaku meski hanya satu-dua jam. Harus ada aku atau suamiku yang mengawasi. Apa aku berlebihan? (sam)
Jadi gimana, nih? Apakah Anda juga pernah mengalami pengalaman serupa dengan Rosa? Boleh dong, diceritakan di kolom komentar. Takut namanya kebaca sama mertua? Kirim email aja! Ke: [email protected]