Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Diam-diam Ternyata Mertua Sayang
10 Maret 2020 18:14 WIB
Tulisan dari Mertua Oh Mertua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah Anda merasa selama ini terlalu berburuk sangka kepada mertua ? Merasa insecure dan takut tidak disukai mertua? Itulah yang dialami Risma, ibu tiga anak dari Solo. Meski tidak ditunjukkan, ternyata mertua Risma diam-diam sayang. Berikut kisahnya.
ADVERTISEMENT
—
Omong-omong tentang mertua, aku jadi ingat masa awal pernikahan dulu. Tiga bulan pertama setelah menikah, aku setuju tinggal di rumah mertua. Hanya sebentar karena memang menunggu rumah baru kami direnovasi.
Meski hanya tiga bulan, rasanya sulit melupakan momen-momen itu. Waktu itu usiaku baru 24, masih muda dan naif. Masih beradaptasi dengan status baru sebagai istri. Masih menyesuaikan diri dengan “orang tua baru” alias mertua.
Aku selalu ingin dekat dengan mertua. Maklum, aku dibesarkan oleh kakek-nenek sejak umur 10 tahun sehingga figur orang tua terasa jauh buatku. Setelah menikah, aku sangat berharap ibu dan ayah mertuaku bisa menganggapku seperti anak sendiri. Mengisi peran orang tua yang selama ini absen.
Namun ternyata tidak semudah itu. Begitu serumah dengan mertua, aku merasa sering salah tingkah. Khawatir salah omong atau salah langkah. Khawatir dianggap kurang layak menjadi menantu mereka. Alhasil selama di rumah mertua , aku jadi lebih banyak diam. Aku tidak banyak inisiatif mendekati mereka.
ADVERTISEMENT
Reaksiku pun mendapat respon yang sama. Mertua pun jadi jarang mengajak ngobrol. Tidak pernah mengajakku keluar bareng kalau tidak ada suamiku. Tidak pernah menawariku nonton TV bareng. Aku makin merasa terasingkan di rumah itu.
Beberapa kali aku bertanya kepada suami. Jawabannya tidak pernah membuatku puas.
“Ibu sama ayahmu kayaknya nggak suka aku deh. Kalau kamu nggak di rumah, aku nggak pernah tuh diajak ngobrol. Benar ya dugaanku?” tanyaku.
“Ah nggak usah mikir aneh-aneh. Kalau ibu sama ayah nggak suka kamu, udah dari dulu kita nggak dibolehin nikah,” jawab suamiku sekenanya.
Tiga bulan pun berlalu. Rumah baru kami sudah siap dihuni dengan perabotan yang memadai. Tak kusangka, ternyata mertuaku tampak sedih begitu kami tinggal. Selain membantu pindahan, ibu mertuaku menyiapkan banyak barang untuk aku bawa.
ADVERTISEMENT
Ada bumbu-bumbu dapur, ayam ungkep, juice blender, minyak goreng, saos tiram, dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Cukup banyak untuk mengisi rak dapurku nanti. Meski mungkin dia memberi semua itu untuk anaknya, aku tetap senang.
Saat aku pamitan dan mencium tangannya, ibu mertuaku beranjak masuk ke kamarnya. Dia membawa keluar sebuah shopping bag besar dan memberikannya kepadaku.
“Kemarin ibu ke mall terus lihat sepatu ini. Kayaknya cocok buat kamu jadi ibu beli. Semoga ukurannya pas ya,” ujar ibu dengan agak canggung.
Begitu sepatu itu aku coba, ternyata sangat pas. Aku terharu ibu mertua tahu ukuran sepatuku. Diam-diam ternyata dia perhatian juga. Aku mengucapkan rasa terima kasih setulus mungkin kepadanya.
Tak kuduga, ibu langsung memelukku erat. Dia berterima kasih karena aku telah merawat anak laki-lakinya dengan baik. Katanya, sejak kenal aku, suamiku jadi lebih disiplin sekaligus tanggap. Katanya, aku membantu anaknya jadi lebih dewasa.
ADVERTISEMENT
Mataku berkaca-kaca. Sebisa mungkin, kutahan air mataku mengalir. Pelukan inilah yang aku tunggu sejak tiga bulan lalu. Akhirnya aku tahu, diam-diam mertuaku sayang padaku.
Sejak saat itu, aku dan mertua jadi sangat rukun. Kalau aku absen berkunjung, ibu mertuaku jadi ngambek. Padahal anaknya sendiri sudah datang.
Aku rasa hubungan kami sudah lebih dari cukup. (sam)
—
Jadi gimana, nih? Apakah Anda juga pernah mengalami pengalaman serupa dengan Risma? Boleh dong, diceritakan di kolom komentar. Takut namanya kebaca sama mertua ? Kirim email aja! Ke: [email protected]