Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kritik Mertua tentang Persalinan Caesar
2 Maret 2020 18:28 WIB
Tulisan dari Mertua Oh Mertua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Persalinan caesar atau normal bisa menjadi topik sensitif untuk dibicarakan. Entah kenapa, ibu yang melahirkan caesar dipandang sebelah mata, meski ada alasan medis di balik pilihan itu. Mertua kadang pun tak mau tahu, tetap saja mengkritik. Seperti yang dialami Lala, ibu satu anak asal Gresik. Berikut kisahnya.
ADVERTISEMENT
—
Aku baru melahirkan anak pertamaku pada Desember lalu. Alhamdulilah semua lancar, anakku pun lahir sehat tanpa kekurangan apa pun. Kamu menyambutnya dengan bahagia luar biasa. Namun ada saja yang mengintervensi kebahagiaan keluarga kecil kami.
Ibu mertua baru tahu aku melahirkan lewat operasi caesar sehari setelah anakku lahir. Lukaku masih basah, bayiku masih merah. Dalam kunjungannya di rumah sakit, ibu tak ragu menyampaikan kritikannya tentang proses persalinanku.
“Loh kamu ngelahirin caesar? Kenapa?” tanyanya dengan nada heran sekaligus prihatin.
“Posisi bayiku sungsang, Bu. Jadi berisiko kalau maksa ngelahirin normal,” jawabku.
Aku dan suami memang belum cerita kalau bayiku sungsang hingga minggu-minggu terakhir kehamilan. Aku memang jarang telponan dengan mertua yang tinggal di Bali. Toh rasanya tidak perlu membagi informasi itu.
“Kamu jarang gerak ya? Emang sih kalau ibunya cuma rebahan itu bayi juga jadi malas di dalam kandungan,” lanjut ibu mertuaku.
ADVERTISEMENT
“Nggak juga sih, Bu. Selama cuti kerja, aku juga masih sering beres-beres rumah, cuci piring, jalan-jalan pagi,” jawabku membela diri.
“Ibu aktif gerak buktinya lima kali ngelahirin, normal semua. Masa kamu kalah sama ibu,” tuturnya.
Ucapannya sangat menohok hatiku. Sejak kapan persalinan caesar dan normal jadi kompetisi? Siapa juga yang mau melahirkan caesar kalau memang mampu normal?
Suasana hatiku rusak sepanjang hari itu. Bahkan aku juga menangis diam-diam tanpa suamiku tahu. Berat menerima aku melahirkan caesar, makin berat dengan semua kritikan ibu mertua.
Belum lagi lukaku masih basah dan nyeri. Yang paling menyedihkan ASI-ku juga keluar sangat sedikit, padahal si kecil sudah waktunya disusui.
Dua minggu setelah aku melahirkan, ibu dan bapak mertuaku belum juga kembali ke Bali. Mereka stay di rumah kami. Tentu hal ini membuatku tidak nyaman. Sebab, ibu mertuaku jadi menyaksikan bagaimana aku merawat si kecil sambil berjuang merawat bekas jahitan operasi caesar.
Karena masih terasa nyeri, kadang aku jadi tidak fokus pada bayiku. Dia pun jadi berkomentar lagi.
ADVERTISEMENT
“Kalau hamil anak kedua nanti, diusahakan ngelahirin normal ya La. Biar recovery-nya cepat. Nggak enak kan ngelahirin caesar, jahitanmu lama sembuhnya,” ucapnya.
Iya Bu, aku tahu. Jawabku dalam hati. Aku juga ingin melahirkan normal. Hingga bulan ketujuh kehamilan pun aku masih sangat berharap bisa melahirkan normal.
Tapi bukan berarti ibu yang melahirkan caesar tidak sehebat ibu yang melahirkan normal. Bukan berarti mereka kurang berjuang. Bukan berarti mereka lemah. Kadang mereka memang tidak punya pilihan. Tidak mau ambil risiko membahayakan si bayi.
Aku harap ibu mertuaku bisa mengerti itu. Bukan hanya mertuaku, melainkan juga semua orang yang membanding-bandingkan perjuangan persalinan normal vs caesar . Tak ada yang mudah, semua mempertaruhkan nyawa dan jiwa raga. (sam)
ADVERTISEMENT
—
Jadi gimana, nih? Apakah Anda juga pernah mengalami pengalaman serupa dengan Lala? Boleh dong, diceritakan di kolom komentar. Takut namanya kebaca sama mertua ? Kirim email aja! Ke: [email protected]