Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dimanjakan Mertua Lewat Makanan
1 April 2020 18:37 WIB
Diperbarui 1 April 2020 18:37 WIB
Tulisan dari Mertua Oh Mertua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Punya mertua ramah dan penyayang adalah nikmat Tuhan yang tak boleh didustakan. Wajib disyukuri hingga tua nanti. Hilda merupakan salah satu menantu beruntung yang mendapatkannya. Mari simak kisahnya.
ADVERTISEMENT
—
Aku percaya hidup itu adil. Sangat adil bahkan tanpa kita sadari. Aku percaya itu karena justru karena sikap mertuaku.
Bisa dibilang, aku adalah anak produk broken home. Orang tua bercerai saat aku berusia 14 tahun. Jauh sebelum itu, ayah dan ibu memang tidak pernah rukun. Suasana rumah hampir selalu tegang. Tidak pernah ada kekerasan, tapi perang dingin berkepanjangan.
Ya, bisa ditebak, aku tumbuh jadi anak yang tertutup. Bagaimana mau terbuka kalau ayah ibu sendiri jarang bertanya? Memang benar kata orang, anak yang bahagia tumbuh dari keluarga yang bahagia. Begitu pula sebaliknya.
Tapi Tuhan itu adil. Begitu aku menikah, aku tak hanya dapat suami super baik, tapi juga mertua yang penyayang. Mereka berbeda dengan keluargaku. Harmonis, saling perhatian, sering bercanda, dan yang paling penting saling terbuka.
Ada hal menarik yang kusukai dari mertuaku. Mama dan papa mertua sama-sama memanjakanku lewat makanan. Setiap aku memuji makanan yang mereka suguhkan, makanan itu hampir pasti ada di kunjungan kami berikutnya.
ADVERTISEMENT
Suatu kali, aku pernah memuji rendang masakan mama mertua . Bukan untuk menjilat, tapi karena memang benar-benar enak.
“Ma, ini rendangnya masak sendiri? Juara bangeet. Aku sering beli rendang di warung Padang dekat kantor tapi nggak pernah dapat seenak ini,” pujiku.
Mama tampak sumringah mendengar pujianku. Dia juga terlihat senang melihatku makan dengan lahap.
Beberapa bulan kemudian, Mama kembali menyuguhkan rendang saat kami datang berkunjung. Tak hanya rendang, tapi banyak pilihan menu wajib kami cicipi satu per satu. Semuanya enak!
Di lain waktu, aku memuji bawang goreng buatan ibu mertua yang gurih dan renyah. Bisa ditebak, sejak saat itu dia selalu menyediakan bawang goreng setiap aku makan di rumahnya. Bahkan tidak jarang dia menyiapkan masakan untuk kami bawa pulang.
ADVERTISEMENT
“Kamu kan suka bawang goreng, ini Mama buatin buat dibawa ke Jakarta. Cukup lah buat beberapa minggu,” tuturnya sambil menyerahkan setoples bawang goreng.
Nikmat mana yang kau dustakan punya mertua sebaik itu?
Tentu kadang aku merasa sungkan. Bahkan aku mulai membatasi pujianku terhadap masakan ibu mertua. Aku khawatir bila masakannya aku puji lagi, dia akan memaksakan diri menyiapkan menu itu untuk aku.
Bagaimana kalau aku memuji 10 menu masakannya? Pasti repot kalau dia memasak semuanya sekaligus.
Selain karena dimanjakan lewat makanan, tentu banyak hal lain yang aku syukuri dari mertuaku.
Baik mama maupun papa mertua, sangat open minded. Mereka selalu menghargai pilihanku dan suami. Diskusi dengan mereka pun seru. Mereka sudah lanjut usia tapi sangat up to date terhadap berita ekonomi dunia. Aku dan suami pun kalah.
ADVERTISEMENT
Ya, aku sangat bersyukur hubunganku dengan mertua sangat harmonis. Seperti mengganti masa-masa kelamku dengan keluargaku sendiri. Benar bukan, hidup ini adil? (sam)
—
Jadi gimana, nih? Apakah Anda juga pernah mengalami pengalaman serupa dengan Hilda? Boleh dong, diceritakan di kolom komentar. Takut namanya kebaca sama mertua ? Kirim email aja! Ke: [email protected]