Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kata Mertua: Anak Pintar Mirip Papa, Cengeng Kayak Mama
13 Maret 2020 19:49 WIB
Tulisan dari Mertua Oh Mertua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tak sedikit mertua yang ceplas-ceplos saat bicara, tanpa mempertimbangkan perasaan menantunya. Begitu menantu akhirnya membalas, terjadilah drama. Itulah yang dialami Faisya, ibu satu anak yang sering dibuat kesal oleh komentar mertuanya.
ADVERTISEMENT
—
Suamiku, Bayu, sangat dekat dengan ibunya. Bahkan bisa dibilang dia seorang “anak mama”. Hampir tiap weekend dia tidak pernah absen mengajakku dan si kecil berkunjung ke rumah orang tuanya.
Ibunya pun begitu. Sangat mendewa-dewakan anak laki-laki pertamanya itu. Mertuaku menganggap Bayu itu sempurna. Pintar, berbakti, karir cemerlang, rajin beribadah. Kadang aku merasa dipandang sebelah mata dan kurang pantas mendampingi anaknya.
Dulu aku tak mau ambil pusing. Selama aku menjaga attitude, artinya aku sudah berusaha menjalin hubungan baik dengan mertua. Kalau ibu mertua menyindir atau berkomentar miring, tak pernah terlalu kupikirkan.
Tapi rasanya kesabaranku menipis jika dia mulai berkomentar tentang Reihan, anakku yang kini berusia 5 tahun. Setiap ibu mertua memuji Reihan, dia selalu berkata sifat baik itu menurun dari suamiku.
“Wah Reihan sudah bisa baca. Pintar ya. Mirip Papamu dulu, belum masuk SD sudah bisa baca,”
ADVERTISEMENT
“Reihan pinter banget makannya banyak. Biar cepet gede ya. Mirip Papamu dulu, nggak pernah rewel kalau makan,”
Sebaliknya, kalau ada yang tidak dia suka dari Reihan, selalu dibilang mirip aku. Menurun atau meniru aku. Siapa yang tidak kesal?
“Reihan kok cengeng sih. Nangisnya lama banget. Anak cowok kan nggak boleh cengeng. Kamu cengeng niru Mama ya?” katanya saat Reihan sedang tantrum.
Di lain waktu, dia kesal dengan Reihan yang sedang aktif-aktifnya. Lari ke sana kemari, menyanyi dengan suara keras. Momen itu digunakan ibu mertua untuk berkomentar miring lagi.
“Reihan itu hiperaktif mirip siapa sih? Bayu dulu nggak gitu, dari kecil selalu anteng. Menurun dari kamu deh kayaknya,” tuturnya.
Kesabaranku habis sudah. Jika biasanya kubiarkan lewat, kali ini aku tidak tinggal diam.
ADVERTISEMENT
“Reihan aktif gitu soalnya nutrisinya cukup, Bu. Anaknya sehat. Mungkin dulu Bayu kurang gizi makanya diam terus,” jawabku ketus.
Aku sudah tak peduli bila menyinggung hatinya. Toh ibu mertuaku juga tidak peduli perasaanku dan selalu berkomentar pedas. Jauh lebih pedas daripada balasanku.
Bagaimana reaksi mertuaku? Dia diam saja lalu beranjak pergi ke dapur. Raut wajahnya kesal, seperti menahan marah. Baru aku tahu ternyata dia langsung lapor ke suamiku.
Tentu saja suamiku marah karena aku menyinggung hati ibu kesayangannya. Bayu tidak mau makan masakanku, tidak mau bicara kepadaku dua hari.
Kami akhirnya baikan setelah berdebat panjang dengan derai air mata. Aku memaksanya duduk di posisiku, memahami sudut pandangku. Jika dia hanya memikirkan perasaan ibunya, siapa yang menjaga perasaanku sebagai ibu dari anaknya? (sam)
ADVERTISEMENT
—
Jadi gimana, nih? Apakah Anda juga pernah mengalami pengalaman serupa dengan Faisya? Boleh dong, diceritakan di kolom komentar. Takut namanya kebaca sama mertua ? Kirim email aja! Ke: [email protected]
Live Update