Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Ketika Ditanya Kapan Hamil Oleh Mertua
25 Februari 2020 20:54 WIB
Tulisan dari Mertua Oh Mertua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ada mertua yang ramah dan mudah dekat dengan menantunya. Tapi ada juga mertua yang kaku, lebih banyak diam, seperti menjaga jarak dengan menantunya. Kebetulan Faridah mendapat yang kedua. Simak kisahnya dalam merebut hati mertua, siapa tahu bisa Anda contoh!
ADVERTISEMENT
—
Sudah tiga tahun lebih aku dan suami menjalani hubungan jarak jauh. Dua tahun sebelum menikah dan satu tahun sisanya setelah jadi suami-istri. Suamiku kuliah dan mendapat pekerjaan di Jerman, sedangkan aku masih terikat kontrak dengan tempatku bekerja di Jakarta. Jadi, aku belum bisa menyusul dia ke sana.
Harus aku akui memang, long distance marriage itu tidak mudah. Asli deh, banyak drama. Salah satunya dari mertua.
Pada awalnya, baik papa dan mama mertuaku sama-sama kaku tiap kali berinteraksi denganku. Terasa kalau kuajak ngobrol, jawabannya selalu singkat dan ringkas. Bukannya apa-apa. Kurasa mereka bingung bagaimana memperlakukan anak perempuan.
Ya, suamiku adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Semuanya laki-laki. Mama pernah hamil anak perempuan, tapi janinnya meninggal pada usia 7 bulan kandungan.
ADVERTISEMENT
Suamiku dan adik-adiknya sangat dekat dengan orang tuanya, bonding mereka kuat banget. Saking dekatnya, mereka seperti kesulitan menerima anggota keluarga baru. Termasuk aku, menantu pertamanya.
Pernah suatu kali saat buka puasa bersama, mereka asyik banget ngobrol sambil ketawa-ketawa. Begitu aku menyahut, berusaha engage dengan guyonan mereka, suasana malah jadi canggung. Ekspresi mereka kayak bilang, “siapa sih ini kok ganggu inner circle kita,”
Tapi aku tidak mudah menyerah. Meski saat suamiku jauh, tidak bisa menemani aku ke rumah orang tuanya, aku tetap menjadwalkan kunjungan rutin ke sana. Setidaknya dua minggu sekali.
Setiap kali aku business trip ke luar kota, aku selalu ingat untuk membawakan oleh-oleh untuk mertua . Meski kadang cuma keripik apel, sale pisang, atau kopi Aceh. Yang jelas, setiap kali aku datang aku selalu membawa makanan.
ADVERTISEMENT
Papa mertuaku paling up to date soal berita-berita ekonomi. Ini menguntungkan posisiku yang bekerja sebagai financial analyst. Terutama saat ramai berita beberapa perusahaan asuransi besar pailit dan gagal bayar ke nasabahnya. Aku dan papa diskusi sampai 2 jam. Kami pun akhirnya lebih nyambung.
Mama juga sudah mulai terbuka denganku. Meski aku masih ngekos sendiri, aku lumayan sering masak. Topik masak-memasak lah yang biasanya kuceritakan kepada mama. Bahkan aku juga pernah membawakannya hasil masakanku.
“Ma, tadi pagi aku nyoba bikin cumi cabe hijau. Lumayan berhasil jadi aku bawain buat mama,”
“Wah enak nih. Alhamdulilah deh mama jadi nggak perlu masak buat makan siang hehe,” sahutnya ramah.
Perlahan tapi pasti, aku merasa mereka mulai memperlakukanku seperti anak sendiri. A daughter they never had. Almost had. Adik-adik suamiku juga begitu. Makin terbiasa dengan kedatanganku, meski cuma seminggu-dua minggu sekali.
ADVERTISEMENT
Karena kami mulai dekat, mama mertuaku akhir-akhir ini jadi tidak sungkan bertanya soal rencanaku dan suami. Kalau sudah nyusul di Jerman, kamu tetap kerja atau gimana? Kapan rencana mau punya anak ?
Hmmm. Soal anak, aku sebenarnya belum punya rencana detail. Yang jelas, aku tidak mau menjadi stay at home-mom yang sehari-hari hanya disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga. Aku masih ingin melanjutkan karir.
Pertanyaan tentang anak kadang membuatku salah tingkah. Apalagi kalau mama sering banget bertanya ini. Bingung harus jawab apa. Meski mertuaku cukup open-minded, aku rasa mereka akan kecewa kalau aku bilang ingin menunda punya anak entah sampai kapan.
Seharusnya urusan punya anak atau tidak, bukankah sepenuhnya hakku dan suami untuk memutuskan? Kenapa harus berkali-kali ditanyakan? Aku juga kadang kesal suamiku tak bisa bantu menjawab langsung pertanyaan ibunya karena ia jauh di sana.
ADVERTISEMENT
Aku yakin banyak menantu di luar sana juga merasakan hal yang sama. Risih karena sering ditanya kapan hamil . Kalau kalian, biasanya menjawab apa biar mertua kicep? (sam)
—
Jadi gimana, nih? Apakah Anda juga pernah mengalami pengalaman serupa dengan Faridah? Boleh dong, diceritakan di kolom komentar. Takut namanya kebaca sama mertua ? Kirim email aja! Ke: [email protected]