Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Memangnya Benar Ya, Suami Dilarang Cuci Pakaian Dalam?
19 Maret 2020 19:21 WIB
Tulisan dari Mertua Oh Mertua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
—
Aku ingat pertama kali ibu mertua menegurku. Saat itu usia pernikahan kami baru 3 hari. Beberapa hari pertama setelah menikah, aku memang numpang di rumah orang tua suamiku. Dari situlah aku jadi tahu ternyata ibu mertuaku cukup rempong.
Ya, aku ditegur karena membiarkan Hanif, suamiku, masih mencuci pakaian dalamnya sendiri. Menurut ibu mertuaku, mencuci underwear suami adalah kewajiban utama seorang istri. Jangan sampai Hanif melakukannya sendiri.
“Nduk, karena kamu sudah menikah, cuci pakaian dalam suami itu jadi kewajibanmu. Masa tadi pagi Ibu lihat Hanif cuci sendiri. Kasian, kayak nggak punya istri aja,” katanya dengan nada kesal.
ADVERTISEMENT
Untungnya kami hanya di sana sekitar dua minggu. Setelah itu aku dan Hanif pulang ke Jakarta dan melanjutkan kebiasaan kami seperti biasa.
Puji Tuhan, Hanif tidak pernah menuntut banyak dariku, termasuk mencucikan pakaian dalamnya. Justru kalau lagi lengang, Hanif yang mencuci baju kotor di rumah. Toh gampang, ada mesin cuci. Yang penting kami saling membantu.
Tapi setiap libur panjang, Hanif selalu minta pulang kampung ke Surabaya. Bisa ditebak, pasti kami menginap di rumah orang tuanya. Bila sudah begitu, giliran aku yang harus bersabar setiap disuruh ini itu oleh mertua.
Suatu saat, aku demam ketika menginap di rumah mertua. Badanku lemas dan tidak nafsu makan. Tiga hari aku goleran saja di kamar.
ADVERTISEMENT
Lalu aku mendengar suara ibu mertuaku menegur Hanif. Suaranya kencang, seperti sengaja biar aku dengar.
“Loh kamu kok nyuci pakaian dalamnya Faridah? Ora ilok, Le,” tegurnya. Ora ilok berarti tidak pantas dalam bahasa Jawa.
“Nggak apa Bu, kan nggak sering-sering. Kasian Faridah kan lagi sakit. Nanti kehabisan baju bersih,” jawab Hanif.
“Ya tetap nggak ilok. Yaweslah terserah kamu,” ujar ibu mertuaku kesal.
Aduh, aku jadi bangga dengan suamiku. Tak hanya inisiatifnya tinggi, Hanif juga berani membelaku di depan ibunya. Aku senyum-senyum sendiri di dalam kamar dan merasa menang.
Tapi bisa ditebak, ibu mertuaku jadi kesal sekali. Bahkan dia masih kesal hingga beberapa hari. Sikapnya jadi dingin ke aku maupun Hanif. Sampai kami pulang ke Jakarta, dia pun mengantar ke bandara dengan wajah cemberut.
Hanif pun tidak minta maaf. Dia merasa tidak melakukan kesalahan. Dia cuma bermaksud membantuku, seperti aku sering membantunya. Jadi saling bantu mencuci pakaian dalam, oke-oke saja kan? (sam)
ADVERTISEMENT
—
Jadi gimana, nih? Apakah Anda juga pernah mengalami pengalaman serupa dengan Faridah? Boleh dong, diceritakan di kolom komentar. Takut namanya kebaca sama mertua ? Kirim email aja! Ke: [email protected]