Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Suami Sering Membandingkan dengan Masakan Mertua
11 Maret 2020 18:19 WIB
Tulisan dari Mertua Oh Mertua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tak ada orang yang suka dibanding-bandingkan, apalagi bila dibandingkan dengan kelebihan mertua . Lebih menyebalkan lagi bila mertua merasa paling jago. Itulah yang dialami Vero. Ibu asal Yogyakarta itu paling kesal bila masakannya dibandingkan dengan masakan mertua. Simak kisahnya.
ADVERTISEMENT
—
Sejak kami masih pacaran, suamiku sangat membangga-banggakan masakan ibunya. Seakan-akan masakan ibunya paling enak sedunia. Misalnya, kami makan soto di warung sekitar kampus. Tommy akan berkomentar, “Ibuku kalau masak soto enak bangeet. Jauh lebih sedap dari soto ini,”
Tak hanya itu. Setiap kami makan rendang di warung masakan Padang, dia juga hampir selalu berkomentar. “Tau nggak, ibuku kalau masak rendang itu jago banget. Lebih empuk daripada ini. Tapi masaknya 18 jam sendiri,”
Tentu aku menghargai semua pujian untuk ibunya itu. Tapi ternyata setelah menikah hal itu tak lagi mudah. Sebab, giliran masakanku yang dibanding-bandingkan dengan hasil tangan ibunya.
“Ver, minta resep deh ke ibu. Sayur lodehnya ibu itu khas banget. Bolehlah ditiru resepnya,”
ADVERTISEMENT
“Kare ayam buatanmu udah lumayan sih. Cuman kok ada yang kurang ya? Punya ibu itu biasanya kental banget santannya,”
“Aku lagi pengen tumis baby cumi nih. Terakhir kamu bikin kurang berasa. Coba tanya ke ibu bumbunya kurang apa,”
Huft. Lama-lama capek juga dikomentari begitu setiap hari. Rasanya Tommy lupa kalau aku memang baru belajar masak.
Begitu aku minta saran ibu mertua , aku malah makin merasa dipandang sebelah mata. Sepertinya suamiku sering cerita aku tidak jago masak.
“Gini loh Nduk cara memeras santan. Kalau lagi nggak kepepet, mending jangan beli santan cair kemasan. Itu sudah dikasih pengawet,” ujarnya.
“Bukannya sama saja ya Bu? Kadang aku malah pakai santan bubuk,” jawabku polos.
ADVERTISEMENT
Mendengar itu, ibu mertua memandangku dengan tatapan prihatin. Dia kemudian menghela napas panjang. Aku seperti mendengar suara batinnya berteriak, “Oh ternyata selama ini anak lanangku dikasih makan sembarangan!”
Kuakui, masakan ibu mertuaku memang enak. Dia adalah tipe perempuan yang mengabdikan seluruh energinya untuk keluarga dan menghabiskan sebagian besar waktunya di dapur. Resep masakan yang dia pakai pun merupakan resep turun-temurun.
Tapi siapa juga yang mau berkompetisi dengan kemampuannya? Jelas pengalaman ibu mertuaku lebih panjang daripada aku yang notabene istri “kemarin sore”. Kenapa harus dibanding-bandingkan? Kenapa harus aku yang dipandang sebelah mata? Toh Tommy juga tidak jago masak.
Aku masih mencari cara agar suamiku berhenti membanding-bandingkan skill memasakku dengan ibunya. Aku juga ingin ibu mertua sedikit lebih menghargai usahaku.
ADVERTISEMENT
Lagipula menurutku, memasak bukanlah skill yang wajib dimiliki untuk berumah tangga. Ada teknologi bernama Grabfood atau Go-food. Kalau tidak peduli, mungkin setiap hari aku akan memilih beli daripada masak. Tapi, di sini aku masih berusaha. (sam)
—
Jadi gimana, nih? Apakah Anda juga pernah mengalami pengalaman serupa dengan Vero? Boleh dong, diceritakan di kolom komentar. Takut namanya kebaca sama mertua ? Kirim email aja! Ke: [email protected]