Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tetap Puasa Saat Hamil, Ibu Mertua Panggil Dokter ke Rumah
7 Mei 2020 20:20 WIB
Tulisan dari Mertua Oh Mertua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
—
Aku bersyukur bulan Ramadhan ini aku tetap bisa menjalankan puasa. Ya, meski aku sedang hamil anak pertama. Untungnya, usia kehamilanku sudah memasuki trimester kedua. Dokter kandunganku pun bilang aman.
Alhamdulillah si kecil dalam perut mau diajak kerja sama. Sudah jalan beberapa hari puasa, semua lancar. Bayiku masih aktif “kick-boxing” di dalam sana, tanda dia sehat-sehat saja.
Tapi malah ibu mertua yang khawatir. Berkali-kali dia menegur aku. Nggak usah memaksakan diri, katanya.
“Kamu lagi bunting kok maksa puasa sih? Kasian loh bayi kamu. Jangan egois gitu ah,” tutur ibu mertua.
“Bukannya Nida egois, Bu. Kata dokter boleh kok. Kondisi fisikku kuat, Bu,” jawabku berusaha menenangkannya.
“Itu kan kamu. Kamu kan nggak bisa lihat sendiri bayimu kenapa-kenapa atau nggak selama kamu puasa. Apalagi sekarang lagi wabah Corona, imun kamu harus dijaga,”
“Nida coba dulu ya, Bu. Kalau nanti kerasa pusing atau lemas, Nida janji langsung batal puasa,” kataku untuk menghindari konflik.
ADVERTISEMENT
Aku paham maksud ibu mertua baik, walau kadang kata-katanya nyelekit. Dia melarangku puasa karena dia perhatian kepadaku dan cucunya dalam perut.
Tapi aku benar-benar ingin puasa, seperti tahun-tahun sebelumnya. Dulu saat ibuku hamil , aku ingat dia juga masih bisa puasa. Kenapa aku nggak bisa? Toh, dokterku mengizinkan. Rasanya nggak fair kalau aku mengganti puasa dengan bayar fidyah padahal fisikku kuat.
Ternyata ibu mertua benar-benar khawatir dengan kondisiku. Dia sampai memanggil dokter kandungan kenalannya ke rumah. Katanya sih, obgyn itu terkenal bagus di daerah sini.
“Kok pake manggil dokter segala, Bu?”
“Ya nggak apa, kali aja dokter kamu kurang teliti. Kan nggak ada salahnya dengar pendapat dokter lain. Biar ibu yakin kamu boleh puasa pas hamil gini,” jelasnya.
Aduh, aku jadi terharu. Nggak nyangka ibu mertuaku seperhatian itu. Aku jadi merasa bersalah selama ini sering ngeyel saat dia berpendapat.
ADVERTISEMENT
Karena diperiksa di rumah, obgyn itu cuma bisa melakukan scanning sederhana. Tapi menurut dia pun, aku boleh puasa. Tekanan darahku normal, berat badanku dan janin juga normal. Aku juga tidak menunjukkan gejala malnutrisi atau dehidrasi.
Ibu mertua akhirnya merestui keputusanku untuk tetap puasa. Mau nggak mau sih, karena obgyn kenalannya saja sudah mengizinkan. Dia kini nggak punya alasan untuk melarangku.
Tapi berkat kedatangan obgyn itu, ibu mertua jadi dapat ilmu baru. Dokter itu bilang aku boleh puasa asal cukup minum dan nutrisi. Menu sahur dan buka puasa nggak boleh sembarangan.
Alhasil, ibu mertua jadi sigap menyediakan buah-buahan dan sayuran bejibun setiap aku sahur atau buka puasa. Nggak lupa ada sumber protein dan karbohidrat kompleks. Pokoknya jangan sampai aku lemas saat puasa.
ADVERTISEMENT
Makin baik ya, ibu mertua aku. Semoga tetap tulus membantuku puasa sampai Ramadhan berakhir. (sam)
—
Jadi gimana, nih? Apakah Anda juga pernah mengalami pengalaman serupa dengan Nida? Boleh dong, diceritakan di kolom komentar. Takut namanya kebaca sama mertua? Kirim email aja! Ke: [email protected]