Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
PPDB ke SPMB 2025: Sekadar Ganti Nama atau Transformasi Sistem?
6 Februari 2025 14:26 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Muhammad Irfan Effendi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah baru-baru ini mengumumkan perubahan penamaan sistem penerimaan siswa baru dari Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) mulai 2025. Perubahan ini memantik beragam reaksi, ada yang menganggapnya sekadar permainan akronim, ada pula yang melihatnya sebagai sinyal transformasi kebijakan pendidikan. Lantas, seberapa signifikan perubahan ini jika ditinjau dari sejarah, kaidah bahasa, dan fakta kebijakan?
Dari Zonasi hingga Kritik Publik
ADVERTISEMENT
PPDB resmi digunakan sejak 2017 sebagai bagian dari implementasi sistem zonasi yang diamanatkan Permendikbud No. 17/2017. Tujuannya mulia yaitu memeratakan akses pendidikan berkualitas dan mengurangi praktik "sekolah favorit" yang kerap diskriminatif. Namun, dalam perjalanannya, PPDB menuai kritik. Mulai dari ambigu aturan zonasi, manipulasi dokumen domisili, hingga ketimpangan kuota jalur prestasi. Nama "PPDB" sendiri seolah melekat dengan polemik tahunan yang tak kunjung tuntas.
Makna di Balik Pemilihan Kata
Perubahan dari PPDB ke SPMB menarik dikaji dari sudut linguistik. Pertama, istilah peserta didik (PPDB) diganti menjadi murid (SPMB). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), peserta didik merujuk pada individu yang aktif dalam proses pembelajaran, sementara murid lebih spesifik berarti "orang yang belajar di sekolah". Pergantian ini mungkin dimaksudkan untuk menyederhanakan istilah agar lebih mudah dipahami masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kedua, kata penerimaan (PPDB) berganti menjadi seleksi (SPMB). Kata seleksi mengandung makna penilaian ketat berdasarkan kriteria tertentu, berbeda dengan penerimaan yang cenderung pasif. Perubahan ini bisa menjadi sinyal bahwa mekanisme penerimaan siswa baru akan lebih kompetitif.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyatakan bahwa perubahan nama ini bukan sekadar kosmetik, melainkan bagian dari penyempurnaan sistem. Beberapa poin kunci yang diusung dalam SPMB 2025 antara lain:
1. Penekanan pada prinsip keadilan: Kuota jalur zonasi (kini menjadi domisili) diproyeksikan lebih fleksibel, disesuaikan dengan kondisi demografi tiap daerah.
2. Transparansi data: Integrasi sistem digital untuk meminimalisasi manipulasi dokumen, termasuk kolaborasi dengan Dukcapil.
3. Peningkatan porsi jalur prestasi: Upaya mengakomodir siswa berpotensi dari segi akademik/non-akademik tanpa mengabaikan prinsip pemerataan.
ADVERTISEMENT
Namun, tantangan tetap mengintai. Sejarah menunjukkan bahwa problem utama PPDB bukan pada namanya, melainkan pada inkonsistensi implementasi, misalnya ketidakjelasan batas zonasi dan lemahnya pengawasan. Jika SPMB ingin menjadi solusi, perubahan mendasar harus terjadi di level teknis.
Nama adalah Janji, Implementasi adalah Bukti
Mengutip filsuf Ludwig Wittgenstein, "Batas bahasaku adalah batas duniaku". Perubahan dari PPDB ke SPMB berpotensi merekonstruksi persepsi publik tentang sistem penerimaan siswa baru, asalkan diiringi dengan transformasi substansial. Nama "SPMB" harus menjadi janji untuk menciptakan sistem yang lebih adil, transparan, dan berorientasi pada mutu.
Pemerintah perlu memastikan bahwa SPMB tidak sekadar ganti baju, tetapi benar-benar menjawab akar masalah PPDB. Masyarakat pun harus aktif mengawal proses ini, karena pendidikan bukan hanya urusan kebijakan, melainkan masa depan jutaan anak Indonesia.
ADVERTISEMENT