Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Diskotek Colloseum, DWP, Anies Baswedan, dan Keragu-raguan Taurus
17 Desember 2019 17:45 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Muhammad Nanda Fauzan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bagi orang-orang tertentu, adalah mustahil bisa menginjakkan kaki atau merasa nyaman di tempat macam Diskotek Colloseum, atau DWP.
ADVERTISEMENT
Saya misalnya, merasa kurang cocok karena berbagai alasan. Yang utama dan tak bisa diganggu gugat, tentu saja: Kantong. Beberapa orang punya alasan lain, dan kita tak boleh menghardik itu. Baik mereka yang menolak karena alasan keimanan, atau kagetan—jangankan party pulang malam, kena tiup kipas sate saja langsung masuk angin minta dikerok, kok.
Sialnya, Desember adalah waktu yang kurang bersahabat bagi orang-orang macam kami. Djakarta Warehouse Project digelar, dan Diskotek Colloseum diganjar penghargaan Adikarya Wisata. Saya merasa iri karena dua tempat itu, yang tengah menjadi sorotan, adalah dua hal yang mustahil saya kunjungi.
Soal DWP, Anies tetap kekeh memberi Izin walau ditentang oleh kelompok tertentu. Meski tak seheboh aksi-aksi dengan nomor cantik, tetapi penolakan DWP tetap menghibur untuk diikuti.
ADVERTISEMENT
Sebab, dalam sejarahnya, ini adalah demonstrasi pertama yang mirip lomba kicau burung; pemenang dihitung berdasarkan seberapa nyaring bunyinya .
Aksi yang mendukung DWP, datang dengan mobil komando dan speaker yang menggelegar. Kubu yang menolak, pulang ke kandang karena speaker mereka kalah bising oleh speaker DWP.
Di luar perseteruan massa yang mendukung-menolak, dan rasa iri saya, DWP tetap berlangsung meriah—setidaknya sejauh pengamatan di lini masa. Tentu akan jauh lebih meriah jika Pemprov DKI berbaik hati memberi subsidi untuk karcis masuk.
Tiket Daily Pass, dengan kategori GA-Early Entry—termurah—dibanderol dengan harga Rp650.000, setara dengan sebelas kardus mie instan. Maka, subsidi adalah cara yang masuk akal agar warga Jakarta tetap kenyang sekaligus bisa goyang. Mantap, bukan?
ADVERTISEMENT
Satu Minggu sebelum DWP digelar, Diskotek Colloseum menerima penghargaan Adikarya Wisata. Dari 31 juara, Klub Malam ini terpilih sebagai Nominasi Hiburan dan Rekreasi. Ada tiga belas kategori di bidang Pariwisata yang dimasukkan dalam daftar.
Yakni Akomodasi, Restoran, Jasa Boga, Bar & Lounge, Spa, Hiburan dan Rekreasi, Kawasan Pariwisata, Usaha Jasa Pariwisata, Maskapai Penerbangan, Transportasi Darat, Atraksi Buatan, Diklat Pariwisata, dan Media Elektronik.
Mulanya saya mengira bahwa langkah ini adalah proyek panjang Anies Baswedan untuk mewujudkan Jakarta yang lebih Ajep.. Ajep.. Asoy Gebooy... Tetapi ternyata, bersamaan dengan berakhirnya DWP, piagam untuk Diskotek Colloseum dicabut juga.
Bahwa Anies Baswedan kerap ragu-ragu, itu perkara biasa. Dibanding politisi yang lain, Anies Baswedan memang paling sulit ditebak setiap perangainya. Masih ingat kasus lem Aibon , atau getah-getih , kan?
ADVERTISEMENT
Itulah mengapa, selain mencermati rekam jejak dan perilaku calon pemimpin, kita juga harus memilih zodiak sebagai acuan yang objektif. Terkesan lucu memang. Tetapi, karena Zodiak Anies Baswedan adalah Taurus, dan ia tampak ragu-ragu pada beberapa keputusan—sebagaimana lazimnya perilaku para Taurus, hal itu ada benarnya.
Begini. Berbeda dengan penghargaan catur antar RT, Adikarya Wisata bukan sembarang penghargaan. Sejak pertama penyelenggaraannya pada tahun 1974—ketika masih bernama Penghargaan Kelapa Jaya—ia menjadi satu apresiasi untuk setiap pelaku usaha yang telah memberikan kontribusi besar dalam bidang pariwisata di DKI Jakarta. Tahun ini, penilaian telah dimulai sejak Maret, dengan sederet tim juri yang kompeten.
Dengan usaha seniat itu, adalah lucu jika satu reward dibatalkan hanya dalam waktu hitungan hari. Tanggal 6 Desember diumumkan, tanggal 16 Desember dibatalkan.
ADVERTISEMENT
Mungkin Channel CalonSarjana bisa membuat video berjudul “ini adalah penghargaan paling singkat yang pernah ada” tanpa harus colong-colong konten.
Pasalnya adalah, BNN memberi daftar hitam pada tempat ini, seturut dengan temuan pemakaian Narkoba para pengunjung tertanggal 7 September. Dan, pada tanggal 10 Oktober BNN telah melayangkan surat pada Disparbud. Itu artinya, ada kesalahan elementer pada tahap pemutusan juara.
Tentu saja, sekali lagi, bagi seorang Taurus hal semacam ini persoalan sepele. Jika saat mengambil keputusan dihantui keragu-raguan, tinggal ambil langkah—yang menurutnya—terbaik. Jika ditemukan kesalahan kemudian, tinggal batalkan. Perkara integritas itu nomor dua, ragu saja dulu. Toh pola pemikiran filsafat yang adiluhung selalu diawali dengan rasa ragu.
ADVERTISEMENT
Jika perkara lem Aibon kena amuk dan dianggap salah, tinggal bilang salah input data. Jika pemilihan penghargaan Adikarya Wisata penuh dengan kekeliruan, tinggal cabut lalu minta maaf.
Sedikit beruntung warga DKI memiliki pemimpin dengan Zodiak Taurus. Seandainya Gemini, pasti sering ngambek. Kalau Libra, pasti posesif.