Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Bayi-bayi Komodo Istimewa di Taman Safari Cisarua
20 Maret 2017 10:05 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Komodo. Anda mungkin pernah melihat kadal purba yang dikenal buas, punya liur penuh bakteri yang mematikan, namun dalam kondisi terancam punah ini melalui televisi, di kebun binatang atau pernah melihat langsung di habitat aslinya.
ADVERTISEMENT
The IUCN Red List of Threatened Species yang merupakan lembaga konservasi spesies fauna mencatatkan komodo sebagai hewan dengan status vulnerable atau kondisinya rentan dan terancam punah.
Untuk mengatasi ancaman ini, Taman Safari Indonesia pun membentuk sebuah tim yang mewujudkan sebuah proyek yang penuh risiko: mengawinkan Komodo di luar habitatnya, di atas ketinggian 900-1800 meter di atas permukaan laut.
Perjuangan konservasi Komodo pun dimulai 5 tahun lalu. Sebuah tim berisi dokter hewan, kurator, penjaga nutrisi dan keeper reptil dibentuk untuk mewujudkan mimpi tersebut.
(Baca juga: Menyayangi Komodo Sepenuh Hati ).
Beragam masalah dihadapi, mulai dari persoalan kandang sampai proses perkawinan. Sampai akhirnya tim berangkat ke Ceko untuk mempelajari sebuah kandang terpadu yang bisa memberikan kenyamanan pada sang ‘naga’.
ADVERTISEMENT
"Kesulitannya kami ingin membangun sebuah exhibit dengan suhu asli. Komodo kan tinggal di wilayah dengan suhu 27 hingga 40 derajat, sementara Taman Safari punya suhu rata-rata 16 - 24 derajat Celsius," ujar Iman Purwadi, kurator komodo di Taman Safari Bogor saat ditemui kumparan (kumparan.com) pekan lalu.
(Baca juga: Lorong Cinta untuk Rangga dan Rinca ).
Iman menjelaskan, tim konservasi belajar banyak dari kebun binatang di Ceko tentang lingkungan dan kandang breeding yang harus dibuat. Hasilnya, sebuah ruangan berukuran 20 x 18 x 12 meter dengan energi 28.000 watt untuk menciptakan suhu mirip di habitat asli Komodo pun sukses dibuat.
"Harap-harap cemas, apakah akan berhasil atau tidak. Selain kondisi alam, kita juga nggak tahu apakah Komodo yang kita kawinkan akan sukses bertelur," ujar Iman.
ADVERTISEMENT
Sejak tahun lalu, Taman Safari Indonesia berusaha mengawinkan dua Komodo bernama Rinca (betina) dan Rangga (jantan). Keduanya ditempatkan di ruang exhibit dengan sekat pemisah.
"Tujuannya biar mereka juga nggak cepat bosan, dan nggak berantem," tutur Iman.
Dari hasil perkawinan Rinca dan Rangga ini, Taman Safari Indonesia sukses mendapat 21 anak Komodo menetas dari total 26 telur yang diperoleh. Telur ini dipisahkan untuk mencegah kerusakan atau dimakan oleh sang induk.
Setelah penantian kurang lebih 6 bulan lamanya, telur-telur Komodo pun menetas. Telur pertama menetas pada 2 Maret, dan telur terakhir pada 12 Maret.
Anak-anak komodo itu kini ditempatkan di ruangan khusus yang memiliki suhu rata-rata cukup hangat untuk menunjang perkembangannya. Mereka diberi makan dua kali selama sepekan berupa kuning telur.
ADVERTISEMENT
Arnolus Tunu, salah seorang keeper yang mengurus bayi-bayi komodo itu mengatakan, perawatan khusus perlu diberikan pada para komodo junior agar bisa bertahan hidup. Nutrisinya harus dijaga, pertumbuhannya harus selalu dipantau dan sifat-sifat alamiahnya harus dilatih.
Untuk sementara, mereka dipisahkan dari komodo dewasa karena komodo punya sifat kanibal, saling memakan satu sama lain untuk bertahan hidup.
“Makannya bagus sekarang, pertumbuhannya juga normal,” ucap pria asal NTT ini.
Diharapkan dengan kesuksesan konservasi pertama, mengawinkan komodo di atas gunung, bisa menjadi tolak ukur untuk bisa menetaskan kembali telur-telur komodo lainnya sehingga hewan endemik Indonesia ini terbebas dari ancaman kepunahan.