Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Tak mudah mengawinkan komodo. Sebuah kandang khusus perlu dibangun agar suasana terasa seperti habitat aslinya.
Iman Purwadi, kurator komodo di Taman Safari Indonesia menceritakan, kandang breeding yang dibuat di Taman Safari adalah investasi mahal yang ditujukan hanya untuk perkembangbiakan hewan langka tersebut. Mahal karena menggunakan teknologi canggih dan material yang disesuaikan untuk merekayasa habitat sang Naga.
Lima tahun lalu, Iwan dan tim berangkat ke Ceko untuk mempelajari bagaimana negara tersebut mengembangbiakkan hewan yang terbiasa di suhu panas, namun berada di kebun binatang bersuhu dingin. Ternyata, suhu ruangan yang paling penting untuk dijaga.
ADVERTISEMENT
(Baca juga: Menyayangi Komodo Sepenuh Hati )
Akhirnya, dibangunlah sebuah kandang berukuran 18x12 meter dengan sistem rekayasa suhu otomatis. Komputer akan mengatur waktu dan suhu tertentu sesuai dengan waktu tertentu. Saat siang, suhu bisa disetting sampai 40 derajat celcius, sementara saat malam, suhu bisa berubah sendiri sampai 27 derajat celcius.
“Taman Safari punya suhu rata-rata 16 - 24 derajat Celsius," ujar Iman saat ditemui kumparan (kumparan.com) pekan lalu.
Butuh energi listrik sebanyak 28 ribu watt untuk menjalankan kandang tersebut setiap hari. Walau sudah serba otomatis, kandang modern yang didominasi warna alam di Pulau Komodo tersebut tetap dijaga oleh petugas yang memantau aktivitas dan kondisi kandang.
“Ada CCTV juga yang mengawasi 24 jam,” tambah pria yang menempuh pendidikan sebagai dokter hewan ini.
Setelah persoalan suhu selesai. Maka tantangan selanjutnya adalah proses mengawinkan komodo. Tim kemudian memilih dua komodo dewasa yang memiliki tingkat kesuburan tinggi. Akhirnya pilihan jatuh pada Rangga dan Rinca.
ADVERTISEMENT
Rangga adalah komodo jantan berusia 19 tahun dengan berat 100 kilogram. Sementara Rinca adalah komodo betina berusia 19 tahun juga dengan berat 80 kilogram. Keduanya didatangkan langsung dari pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur.
Sebelum musim kawin, mereka dipisahkan oleh sekat kayu berukuran tinggi. Namun ketika tiba musim kawin, biasanya pada bulan Mei, keduanya digabungkan agar bisa kawin. Satu area khusus yang mempertemukan mereka di kandang tersebut diberi nama Lorong Cinta.
Lorong Cinta itu adalah sebuah terowongan kecil yang dibuat di antara sekat kayu tadi. Menurut Iwan, biasanya proses perkawinan dua komodo sangat ditentukan oleh si betina. Saat bertemu, mereka tidak langsung kawin, namun melakukan pendekatan terlebih dahulu.
“Bila betina sudah merasa birahi, baru jantan mulai mengikuti. Kalau betina belum merespons, si jantan diam saja,” terang Iwan.
ADVERTISEMENT
Proses perkawinan komodo biasanya berlangsung sampai 5 menit. Betina lazimnya akan berada di posisi bawah, sementara si jantan di atas. Ekor mereka saling melilit, lalu proses kawin dimulai.
Biasanya, mereka akan berkali-kali kawin sampai akhirnya si betina terlihat perutnya membesar. “Kalau habis kawin biasanya kita lihat perutnya. Kalau membesar biasanya ada telur. Nanti kita lihat ke sarang, ada telur apa enggak,” terangnya.
Tim menemukan sedikitnya 26 telur di sarang dalam kandang. Namun yang bisa menetas hanya 21 telur. Butuh berbulan-bulan menunggu telur sampai menetas secara alami.
(Baca juga: Bayi-Bayi Komodo Istimewa di Taman Safari Cisarua )
Anak-anak komodo itu kemudian dipisahkan dari induknya agar tak jadi makanan. Ruangan khusus bersuhu hangat sudah disiapkan. Anak-anak komodo tersebut juga dipisahkan menggunakan kandang plastik ditutupi koran.
Para penjaga komodo memberi makan anak-anak itu dua kali dalam sepekan. Sampai akhirnya cukup besar dan bisa hidup sendiri.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana dengan Rangga dan Rinca? Setelah kawin dan menetas, keduanya dipisahkan kembali sampai musim kawin berikutnya. Kisah cinta Rangga dan Rinca pun kembali terpisahkan oleh sekat kayu di kandang istimewa itu.