Menyayangi Komodo Sepenuh Hati

20 Maret 2017 10:16 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Arnolus Tunu, keeper Komodo. (Foto: Niken Nurani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Arnolus Tunu, keeper Komodo. (Foto: Niken Nurani/kumparan)
Bagaimana rasanya bekerja setiap hari mengurusi hewan reptil liar seperti komodo? Mungkin rasanya dag dig dug hati berdebar merawat satwa liar ini.
ADVERTISEMENT
Arnolus Tunu nama bapak berusia 52 tahun ini. Hampir 21 tahun sudah bekerja di Taman Safari Indonesia, di Puncak, Bogor, merawat sepenuh hati binatang di Reptil Tunnel.
Pak Arnol, begitu ia biasa disapa, merantau dari Nusa Tenggara Timur dan bekerja sebagai keeper untuk hewan-hewan reptil. Sehari-hari Pak Arnol bekerja dari pukul 08.00 pagi hingga 17.00 sore. Dengan cekatan ia membersihkan kandang Komodo, mengecek bayi-bayi komodo yang baru menetas, dan memberi makan telur kepada bayi-bayi tersebut sesuai jadwal.
Pria ramah ini memang sudah lama ditugaskan sebagai keeper hewan reptil. Sebelumnya Pak Arnol bekerja sebagai keeper ular, tapi kini ia mendapat tugas lain yaitu menjaga 21 bayi komodo.
Tentu menjaga bayi Komodo ini merupakan tugas yang bisa dibilang membanggakan, karena pertama kalinya Komodo menetas di Taman Safari Indonesia yang notabene berada di ketinggian 900 - 1800 meter di atas permukaan laut. Kondisi alam yang hampir mustahil bagi Komodo untuk bertelur.
ADVERTISEMENT
"Kita rawat, beri makan 1 kali seminggu pakai kuning telur," ujar Arnol menjelaskan makanan pertama para bayi komodo. 
Arnolus Tunu, keeper Komodo. (Foto: Niken Nurani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Arnolus Tunu, keeper Komodo. (Foto: Niken Nurani/kumparan)
Setelah diberi makan, tugas Arnol lainnya adalah mengukur panjang dan berat badan para bayi Komodo untuk melihat perkembangannya. "Kadang ada yang makan satu telur habis, ada yang tidak," ujar Arnol kepada kumparan (kumparan.com) pekan lalu.
Bukan perkara mudah merawat satwa liar seperti Komodo. Meski masih berusia beberapa minggu, para keeper harus tetap waspada akan racun yang ada di dalam mulut Komodo.
Seperti dilansir phenomena.nationalgepgrapic.com, Komodo membunuh mangsanya bukan dengan bakteri di dalam mulut yang selama ini diketahui masyarakat, tetapi dengan menggunakan racun. Kadal besar ini rupanya punya semacam kelenjar racun dibagian rahang untuk membunuh mangsanya. 
ADVERTISEMENT
Rangga, Komodo di Taman Safari Bogor. (Foto: Niken Nurani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rangga, Komodo di Taman Safari Bogor. (Foto: Niken Nurani/kumparan)
Racun yang disuntikkan akan menurunkan tekanan darah, menyebabkan pendarahan hebat, mencegah pembekuan darah dan rasa sakit yang luar biasa sehingga menyebabkan tubuh mangsanya shock berat.
"Kita hati-hati saja, harus bekerja sesuai SOP," ujar Arnol saat memegang anak Komodo dengan menggunakan sarung tangan.
Taman Safari sendiri memang baru saja mengumumkan kesuksesan mereka dalam konservasi Komodo. Untuk pertama kalinya, Komodo sukses dikembang biakkan di gunung, dengan kondisi suhu yang jauh berbeda dengan habitatnya.
Iwan, penjaga Komodo di Taman Safari Bogor. (Foto: Niken Nurani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Iwan, penjaga Komodo di Taman Safari Bogor. (Foto: Niken Nurani/kumparan)
"Itu (suhu) kendala pertama kita, kalau suhu nggak tercapai (sesuai dengan kondisi habitat asli) malah nggak bagus buat binatangnya," ujar Iwan salah satu keeper Komodo lainnya.
ADVERTISEMENT
Sama seperti Arnol, Iwan juga ditugaskan untuk memonitor para kadal purba ini. Hanya saja, Iwan ditempatkan di kandang exhibit, tempat Rinca dan Rangga, dua Komodo yang dikawinkan Taman Safari tinggal.
Iwan, keeper Komodo di Taman Safari Bogor. (Foto: Niken Nurani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Iwan, keeper Komodo di Taman Safari Bogor. (Foto: Niken Nurani/kumparan)
Iwan yang sudah empat tahun bekerja sebagai keeper Komodo menjelaskan bagaimana ia harus merawat hewan buas ini. Namun yang paling mengkhawatirkannya adalah ketika sang Naga tidak memiliki nafsu makan.
"Kita kasih makan kan 2 minggu sekali, 8 kilogram daging kambing atau daging lain, kalau tiba-tiba makannya kurang dari itu, saya juga cemas, kenapa nih, sakit atau apa," ujar Iwan.
Rangga, Komodo di Taman Safari Bogor. (Foto: Niken Nurani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rangga, Komodo di Taman Safari Bogor. (Foto: Niken Nurani/kumparan)
Kecemasan ini tentu wajar, mengingat konservasi untuk Rinca dan Rangga dilakukan selama lima tahun lamanya. Tentu hal kecil seperti susah makan pun bisa jadi masalah untuk perkembang biakan hewan ini.
ADVERTISEMENT
"Ya saya merasa senang dan bangga saat Komodonya sukses bertelur dan menetas. Ini pertama kalinya Komodo bisa bertelur di gunung kayak gini," tutur Iwan.