Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Perbedaan Narkotika dan Psikotropika beserta Penggolongannya
11 September 2023 9:14 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Perbedaan Kata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Narkotika dan psikotropika adalah obat-obatan berbahaya yang tergolong sebagai Napza (narkotika , psikotropika, dan zat adiktif). Keduanya mengacu pada kelompok senyawa yang berpotensi menimbulkan efek ketergantungan bagi penggunanya.
ADVERTISEMENT
Efek ketagihan atau kecanduan akan muncul jika seseorang mengonsumsi obat-obatan tersebut di atas dosis yang ditentukan. Karena itu, narkotika dan psikotropika hanya boleh dikonsumsi atas rekomendasi dokter.
Meski sama-sama tergolong sebagai obat terlarang, terdapat perbedaan mendasar di antara kedua obat tersebut. Apa perbedaan narkotika dan psikotropika?
Apa yang Dimaksud dengan Narkotika?
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, secara singkat narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika merupakan salah satu jenis narkoba (narkotika, psikotropika, dan obat-obatan terlarang). Obat-obatan ini dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Narkotika Golongan I
Ini merupakan jenis narkotika yang hanya bisa digunakan dalam jumlah terbatas dan untuk kepentingan tertentu, yaitu pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, reagensia diagnostik, dan reagensia laboratorium.
ADVERTISEMENT
Penggunaan narkotika golongan I hanya dibolehkan setelah mendapat persetujuan menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Contoh narkotika golongan ini antara lain tanaman ganja dan kokain.
2. Narkotika Golongan II
Narkotika Golongan II umumnya digunakan untuk kepentingan pengobatan. Dokter dapat memberikan narkotika ini dalam jumlah terbatas pada pasien sesuai kondisi kesehatan mereka. Beberapa zat yang termasuk narkotika golongan II yaitu fentanil dan morfin.
3. Narkotika Golongan III
Sama seperti narkotika golongan II, narkotika golongan III juga bisa dipakai sebagai obat medis. Contoh narkotika golongan ini di antaranya kodeina, propiram, dan etil morfin.
Contoh Narkotika
Dikutip dari buku Seri IPA Kimia 2 SMP Kelas VII tulisan Crys Fajar Partana, M.Si., berikut beberapa contoh zat atau bahan yang dapat digolongkan sebagai narkotika:
ADVERTISEMENT
1. Ganja
Ganja berasal dari tanaman mariyuana (Cannabis sativa). Ganja biasa digunakan dalam bentuk padatan kering seperti tembakau dengan cara diisap atau dibakar.
Penyalahgunaan ganja dapat mengakibatkan kerusakan fisik maupun psikis yang ditandai dengan beberapa gejala, seperti mata memerah, bicara tidak jelas, tertawa tanpa sebab, dan sulit mengendalikan diri.
2. Opium
Opium merupakan narkotika yang berasal dari getah kering tanaman Papaver somniferum. Dalam dunia kedokteran, opium digunakan sebagai analgesik, yaitu obat penahan rasa sakit. Morfin, kodein, dan heroin, termasuk jenis narkotika opium.
3. Kokain
Berasal dari tanaman koka (Erythroxylon coca), dahulu kokain digunakan sebagai pembius (anestetik). Namun, karena menimbulkan efek samping berbahaya, obat-obatan ini tidak lagi digunakan secara bebas. Beberapa efek samping penggunaan kokain yaitu suka bicara sendiri, gelisah, dan terlalu gembira.
ADVERTISEMENT
Apa yang Dimaksud dengan Psikotropika?
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, yang bukan narkotika dan berpengaruh pada susunan saraf pusat sehingga menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku penggunanya.
Jenis obat-obatan psikotropika umumnya dapat ditemukan di apotek, tetapi penggunaannya tetap harus sesuai dengan resep dokter. Sebab, selain menimbulkan efek samping berbahaya, psikotropika juga dapat mengakibatkan ketergantungan.
Berdasarkan risiko kecanduan yang ditimbulkan, psikotropika dibagi menjadi empat golongan, yakni:
1. Psikotropika Golongan I
Zat yang tergolong sebagai golongan ini tidak ditujukan untuk pengobatan, melainkan hanya sebagai pengetahuan. Itu karena pemakaian psikotropika golongan I memberikan efek halusinasi dan mengubah mood secara drastis bagi penggunanya.
Efek kecanduan yang diberikan bahkan dapat mengarah pada kematian jika sudah mencapai level parah. Karena itu, seseorang yang menyalahgunakan psikotropika golongan I terancam dikenakan sanksi hukum. Contoh psikotropika golongan I di yaitu LSD, DOM, dan ekstasi.
ADVERTISEMENT
2. Psikotropika Golongan II
Psikotropika golongan II juga memiliki risiko ketergantungan yang cukup tinggi meski tidak separah golongan I. Itu sebabnya obat-obatan yang termasuk golongan ini masih boleh digunakan untuk tujuan medis. Namun, pemakaiannya tetap harus sesuai dengan resep dokter agar tidak kecanduan.
Psikotropika golongan II termasuk jenis obat-obatan yang paling sering disalahgunakan. Contohnya antara lain sabu atau metamfetamin, amfetamin, dan fenetilin.
3. Psikotropika Golongan III
Efek kecanduan yang diakibatkan golongan ini tidak separah dua golongan sebelumnya. Meski begitu, penggunaannya harus atas rekomendasi dokter agar tidak membahayakan kesehatan.
Jika dikonsumsi dengan dosis berlebih, sistem kerja tubuh akan menurun secara drastis. Pada akhirnya, tubuh tidak bisa terjaga dan tidur terus.
Risiko terbesarnya, psikotropika golongan III dapat menyebabkan kematian. Contoh obat-obatan golongan ini yaitu mogadon, buprenorphine, dan amobarbital.
ADVERTISEMENT
4. Psikotropika Golongan IV
Obat-obatan golongan ini cukup sering dikonsumsi sembarangan. Bukan tanpa alasan, risiko kecanduan yang dimiliki memang paling rendah jika dibandingkan dengan yang lain sehingga dianggap lebih aman.
Padahal, konsumsi psikotropika golongan IV tetap harus di bawah pengawasan dokter jika tidak ingin mengalami efek samping berbahaya.
Psikotropika golongan IV biasanya digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan. Contoh obat-obatannya antara lain alprazolam, diazepam, lorazepam, sedativa atau obat penenang , dan nitrazepam.
Contoh Psikotropika
Mengutip Buku Pendalaman Materi (BUPERI) Ilmu Pengetahuan Alam oleh Dewi Nur Halimah, berikut beberapa contoh psikotropika:
1. Ekstasi
Ekstasi atau MDMA adalah zat psikodisleptik psikoaktif, yaitu sejenis zat yang mengubah aktivitas otak dan mengakibatkan perubahan persepsi serta suasana hati.
ADVERTISEMENT
Meski sering disalah gunakan, ekstasi sangat berguna di dunia medis. Zat kimia ini bermanfaat bagi pengobatan psikologis untuk mengobati gangguan kecemasan.
2. Sedatif
Sedatif lebih umum dikenal sebagai obat penenang. Sesuai namanya, obat penenang berguna untuk memberikan efek tenang kepada penggunanya. Sedatif bermanfaat dalam dunia medis jika dikonsumsi dengan dosis yang tepat.
Perbedaan Narkotika dan Psikotropika
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya perbedaan antara narkotika dan psikotropika terletak pada efek yang dirasakan pengguna, kegunaan, dan potensi ketergantungan. Berikut penjelasannya.
1. Efek yang Dirasakan
Seperti yang dijelaskan, narkotika mengacu pada zat terlarang yang mampu mengurangi rasa nyeri dan menurunkan kesadaran si pengguna. Obat-obatan ini menyebabkan penggunanya kecanduan.
ADVERTISEMENT
Sementara, psikotropika adalah zat-zat yang memengaruhi fungsi mental dan emosi individu. Jika dikonsumsi sesuai resep dokter, psikotropika dapat dimanfaatkan sebagai pengobatan psikologis seperti gangguan mental.
2. Kegunaan
Psikotropika digunakan untuk tujuan medis dalam pengobatan berbagai gangguan mental. Penggunaannya dikendalikan oleh dokter dan diatur oleh hukum.
Di sisi lain, narkotika sering kali digunakan secara ilegal dengan tujuan rekreasi. Obat-obatan terlarang ini kerap digunakan tanpa resep medis dan dapat menyebabkan kerusakan serius pada orang yang mengonsumsinya.
3. Potensi Ketergantungan
Narkotika cenderung memiliki potensi ketergantungan yang lebih tinggi daripada psikotropika. Penggunaan narkotika secara berlebihan dapat dengan cepat menyebabkan ketergantungan yang sulit diatasi. Sebaliknya, psikotropika yang dikonsumsi sesuai petunjuk medis biasanya memiliki risiko ketergantungan yang lebih rendah.
(ADS)