Review 'Minari': Kisah Asimilasi dan Pencarian American Dream

Konten Media Partner
7 November 2020 7:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Minari (Foto: A24)
zoom-in-whitePerbesar
Minari (Foto: A24)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Play Stop Rewatch, Jakarta - Minari menambah jumlah film Asia yang secara apik memotret kehidupan para imigran di Amerika. Seperti The Farewell, yang sama-sama diproduksi oleh A24, film karya Lee Isaac Chung ini mencoba memperlihatkan apa saja masalah-masalah yang dihadapi para imigran asal Asia ketika mereka hidup di Amerika. Bedanya, jika The Farewell berbicara soal tradisi, Minari berbicara soal asimilasi.
ADVERTISEMENT
Kisah Minari diperlihatkan dari sudut pandang keluarga Yi yang beranggotakan Jacob (Steven Yuen), Monica (Yeri Han), Anne (Noel Kate Cho), dan David (Alan Kim). Keempatnya adalah imigran asal Korea yang sudah lama hidup di Amerika, namun belum merasa menjadi bagian dari negara tersebut. Sebaliknya, mereka masih merasa asing dan belum benar-benar berasimilasi dengannya.
Jacob, misalnya, walaupun sudah bertahun-tahun tinggal di Amerika, ia masih saja bekerja untuk peternakan ayam. Ia memiliki tanggung jawab melakukan sexing, mensortir anak ayam berdasarkan jenis kelaminnya. Padahal, Jacob merasa dirinya ditakdirkan untuk melakukan lebih dari sekedar memandangi pantat ayam tiap harinya bersama imigran-imigran Korea lainnya. Ia ingin mencapai the American Dream, sukses kaya raya di negeri Paman Sam dengan usahanya sendri.
ADVERTISEMENT
Monica, istri Jacob, tidak kalah stress. Ia memiliki mimpi yang sama dengan Jacob dan ikut membantunya mengejar American Dream itu. Namun, seiring berjalannya waktu, ia tahu bahwa Jacob harus mulai mencoba bersikap realistis dan berhenti bersikap egois. Menurutnya, masa depan anak mereka, David dan Anne, lebih penting dibanding mengejar mimpi yang jelas-jelas untuk kepuasaan Jacob sendiri.
Konflik di antara keduanya memuncak ketika Jacob menghabiskan tabungan keluarga untuk membeli lahan di pedalaman Arkansas, komplit dengan rumah dari kontainer yang dialihfungsikan. Bermimpi untuk memiliki pertaniannya sendiri, Jacob memboyong Monica, Anne, dan David dari California ke sana untuk bersama-sama membangun American Dream-nya. Jacob melihat kesempatan memutarbalikkan nasibnya yang "gitu gitu saja".
Apa yang dilihat Monica berbeda dari Jacob. Di saat Jacob melihat opportunity, Monica melihat wasted opportunity. Di matanya, uang yang dihabiskan Jacob lebih baik ditabung untuk pendidikan Anne dan pengobatan David yang lemah jantung. Apalagi, lokasi yang dipilih Jacob jauh dari manapun, bahkan tak berlebihan untuk disebut jauh dari peradaban. Keduanya bertengkar hebat, namun Jacob bersikeras bahwa apa yang ia lakukan adalah yang terbaik untuk Anne dan David ke depannya.
ADVERTISEMENT
Keduanya akhirnya berkompromi dengan membawa Soonja, ibu dari Monica, ke Amerika juga. Harapan Jacob, di saat dirinya bekerja membangun bisnis dan Monica mencari nafkah di peternakan ayam, Soonja lah yang menjaga David dan Anne. Namun, itu malah menambah masalah baru. Soonja yang sangat Korea dan belum pernah sekalipun ke Amerika kesulitan mengakrabkan diri dengan David dan Anne yang lebih Americana.
Di antara keduanya, David lah yang merespon kedatangan Soonja dengan hostility. Menurutnya, Soonja jauh dari citra Nenek yang ia bayangkan. Citra Nenek dalam bayangan David sangat Amerika, yaitu ramah, halus, dan jago memanggang kue. Soonja tidak memenuhi semua standar itu. Dia nyentrik, iseng, dan gemar menonton gulat. Oleh-olehnya untuk David saja adalah kartu untuk berjudi. "Bagaimanapun dia harus bisa berjudi," ujar Soonja.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari perbedaan keduanya, Soonja tidak balik memusuhi David. Di balik sikapnya nyentriknya, ia tetap orang tua yang bijak. Ia memandang konfliknya dengan David sebagai proses asimilasi di mana nantinya David akan bisa memahami Korea dan dirinya bisa memahami Amerika. Ia bahkan tetap mengajak David bertualang ke hutan, menanam Minari yang bisa hidup di medan ganas walau kecil.

Arti dari judul Minari

Minari (Foto: A24)
Tanaman Minari menjadi representasi dari kisah film ini. Keluarga Yi, walau kecil dan asing, tidak berhenti mencoba menyatu dengan kehidupan di Amerika. Pengejaran American Dream itu sendiri juga tidak menghilangkan identitas Korea mereka. Sebaliknya, pengejaran itu membuat mereka tidak lupa diri yang ditindai dengan semakin banyaknya dialog Korea di paruh kedua Minari.
ADVERTISEMENT
Hal yang menarik dari film ini, konfliknya sangat internal. Minari tidak terjebak standar di mana proses asimilasi dilawan dengan rasisme dan stereotype. Sebaliknya, warga Amerika malah sangat "ramah" di film ini dan sangat terbuka menerima keluarga Yi. Dengan cepat, keluarga Yi diterima di gereja ataupun di komunitas lokal.
"Perlawanan" paling maksimal dari warga Amerika di Minari hanyalah bentuk-bentuk microagression atau pertanyaan-pertanyaan soal stereotype yang sudah kadung berkembang. Misalnya, dalam salah satu adegan, jemaat gereja menyebut Monica terlihat "imut" dan "manis" yang dalam perspektif tertentu bisa saja ejekan fisik warga Asia.
Contoh lain, ketika teman Anne menanyakannya soal bahasa Korea, contoh yang ia pakai adalah kata kata seperti ching, chong, wu, mi, dan sebagainya. Pertanyaan itu mungkin bisa terlihat agresif, namun teman Anne menanyakannya dalam wujud keingintahuaan. Sederhananya, Lee Isaac Chung memperlihatkan bahwa tidak semua Amerika merendahkan imigran.
ADVERTISEMENT
Konflik dari proses asimiliasi di film ini adalah ekspektasi dan standar yang dipasang oleh keluarga Yi sendiri, terutama Jacob. Jacob memasang standar kelewat tinggi soal kehidupan di Amerika dan hal itulah yang menyulitkan keluarganya. Ketika standar itu tak tercapai, mereka merasa tidak normal atau pantas berada di Amerika yang kemudian mendorong mereka untuk terus mengejar American Dream. Nah, dari mana standar itu berasal, Minari tidak menceritakannya karena fokus mereka bukan soal asal.
Pertentangan antara ekspektasi dan asimilasi itu begitu real. Siapapun yang merantau dari daerah tertinggal ke kawasan yang menawarkan berbagai "janji" tentu akan merasa relatable dengan keluarga Yi. Terkadang kita memiliki mimpi-mimpi setinggi langit, tetapi tidak memiliki rencana eksekusi yang realistis sehingga ujungnya menyiksa diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Perlu diakui bahwa isu yang dibawa Minari memang tergolong rumit. Jika tidak menonton filmnya, tentu Minari terdengar seperti film yang melodramatis. Namun, Minari jauh dari kesan tersebut. Kisah Minari disampaikan dengan proporsi drama dan komedi yang pas. Tidak ada adegan mendayu-dayu, penuh isak tangis, ataupun kekerasan fisik. Sutradara Lee Isaac Chung dengan cerdik memasukkan unsur komedi di adegan serius untuk menjaga tensi penonton.
Minari, dalam sebagian besar wujudnya, adalah drama komedi dengan latar keluarga. Tidak sampai sehingar bingar Parenthood atau Instant Family, tetapi lebih seperti The Farewell. Malah, dalam beberapa bagian, ada sisi-sisi yang menyerupai My Neighbor Totoro di film ini, terutama ketika David dan Anne mencoba mengenali "dunia" baru mereka.
ADVERTISEMENT
PSR berharap Minari bukan percobaan terakhir untuk memotret struggle yang dialami warga atau imigran Asia. Setelah film-film bagus seperti The Farewell, Crazy Rich Asian, Searching, dan Better Luck Tommorrow, sepertinya harapan itu tidak terlalu tinggi.