Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Biografi I Gusti Ngurah Rai, Seorang Pahlawan Nasional dari Bali
14 Agustus 2024 22:10 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Profil Tokoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Salah satu aksi heroik I Gusti Ngurah Rai ketika memimpin pertempuran Puputan Margarana. Ia berperan dalam menyusun strategi dan serangan dalam melawan Belanda.
Biografi I Gusti Ngurah Rai
Dikutip dari buku Top Modul RPUL, Taufik, (196), biografi I Gusti Ngurah Rai, adalah pahlawan nasional dari daerah Bali.
Terkenal dengan gagasan perangnya yakni Puputan Margarana yang berarti perang secara habis-habisan di daerah Margarana (Kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali).
Memiliki darah pejuang dengan tanah kelahiran Badung, Bali pada 30 Januari 1917. Ia merupakan anak camat yang bernama I Gusti Ngurah Palung. Hal ini pula yang menjadikan ia berkesempatan untuk bersekolah formal di Holands Inlandse School (HIS).
I Gusti Ngurah Rai memilih untuk mengawali pendidikan formalnya di Holands Inlandse School di Bali. Setelah tamat dari HIS ia melanjutkan ke MULO (setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) di Malang.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya ia memperdalam ilmu kemiliterannya di Prayodha Bali, Gianyar dilanjutkan pendidikan di Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO) di Magelang dan pendidikan Arteri Malang.
Berkat pendidikan militer yang banyak serta kecerdasan yang ia miliki, ia sempat menjadi intel sekutu di daerah Bali dan Lombok.
Biografinya berlanjut pada masa perjuangan melawan penjajah kolonial. Setelah pemerintahan Indonesia merdeka, ia membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda Kecil dan di Bali dan memiliki pasukan bernama Ciung Wanara.
Pasukan ini dibentuk untuk membela tanah air guna melawan penjajah di daerah Bali. Sebagai seorang Komandan TKR di Sunda Kecil dan ia merasa perlu untuk melakukan konsolidasi ke Yogyakarta yang menjadi markas TKR pusat.
Sampai di Yogyakarta ia dilantik menjadi komandan Resimen Sunda Kecil berpangkat Letnan Kolonel. Sekembalinya dari Yogyakarta dengan persenjataan, ia mendapati Bali telah dikuasai oleh Belanda dengan mempengaruhi raja-raja Bali.
ADVERTISEMENT
Setelah kepulangannya dari Yogyakarta ia mendapati pasukan Belanda dengan 2000 pasukan dan persenjataan lengkap dan pesawat terbang siap untuk menyerangnya dengan pasukan kecilnya.
Bersama dengan pasukan Ciung Wanaranya, ia berhasil memukul mundur pasukan Belanda pada saat itu pada tanggal 18 November 1946.
Perjuangan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, ia bersama rekan militernya ikut membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda Kecil.
Lalu, ia diangkat menjadi komandannya. Sebagai komandan, ia pergi ke Yogyakarta yang menjadi markas besar TKR untuk berkonsolidasi dengan pimpinan pusat. Seketika itu juga, ia ditunjuk menjadi Komandan Resimen Sunda Kecil berpangkat Letnan Kolonel.
TKR Sunda Kecil di bawah pimpinannya dengan kekuatan 13,5 kompi telah tersebar di seluruh kota di Bali. Pasukannya pun dikenal dengan sebutan Ciung Wanara. Sekembalinya ke Bali, ia harus melawan 2.000 tentara Belanda yang sudah mendarat pada 2 dan 3 Maret 1946.
ADVERTISEMENT
Ia menemukan bahwa kekuatan republik telah terpecah, sehingga ia berusaha untuk menyatukannya kembali. Ia mengorganisir serangan pertama terhadap pasukan Belanda di Tabanan.
Belanda pun berusaha mencari markasnya dan menawarkan sebuah negosiasi, tetapiditolak oleh I Gusti Ngurah Rai.
Akhirnya, pada 20 November 1946, Belanda melakukan serangan besar-besaran dengan dibantu pasukan dari Lombok dan didukung oleh pesawat udara.
I Gusti Ngurah Rai pun memerintahkan pasukannya untuk melakukan Puputan, yang berarti bertarung sampai titik darah penghabisan. Ia pun tewas bersama pasukannya dalam pertempuran ini. Sekarang pertempuran ini dikenal sebagai Pertempuran Margarana.
Baca Juga: Biografi Aristoteles, Bapak Ilmu Pengetahuan
Perang Puputan Margarana Usaha
Belanda melakukan negosiasi dengan I Gusti Ngurah Rai selalu gagal, sementara kekuatan TKR Sunda Kecil tak bisa dianggap remeh.
ADVERTISEMENT
Akhirnya Belanda melakukan serangan besar pada 20 November 1946 dengan mengarahkan bantuan pasukan dari Lombok dan juga serangan pesawat udara.
Melihat perang yang tak seimbang, seketika ia pun memerintahkan pasukannya untuk melakukan Puputan atau bertarung hingga titik darah penghabisan.
Dalam perang tersebut, ia bersama 95 orang pasukannya tewas dalam pertempuran ini. I Gusti Ngurah Rai gugur dalam usia 29 tahun dan kemudian dimakamkan di Buleleng, Bali.
Walau begitu, jasa-jasa dan pengorbanannya selalu dikenang hingga saat ini oleh rakyat Indonesia. Selain diabadikan menjadi nama bandara, potret I Gusti Ngurah Rai juga terpampang pada lembaran uang Rp50.000 seri tahun 2005.
ADVERTISEMENT
Perjuangan Melawan Penjajahan Belanda
Setelah lulus dari CORO, I Gusti Ngurah Rai kembali ke Bali dan bergabung dengan pasukan Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL). Namun, ia memilih untuk bergabung dengan pasukan Republik Indonesia pada tahun 1945.
Dalam biografinya, ia memiliki peran penting dalam pembentukan pasukan TNI di Kepulauan Sunda Kecil. Ia mendirikan pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Bali pada tanggal 20 Februari 1946. Ia kemudian diangkat sebagai panglima pertama TKR Bali.
Pada tanggal 18 November 1946, Belanda melancarkan serangan besar-besaran ke Bali. I Gusti Ngurah Rai mengerahkan pasukannya untuk melawan serangan Belanda. Namun, pasukan Belanda memiliki persenjataan dan perlengkapan yang lebih unggul.
Pada tanggal 20 November 1946, I Gusti Ngurah Rai memimpin pasukannya dalam pertempuran di Marga, Bali. Pertempuran ini berlangsung sengit dan berakhir dengan gugurnya I Gusti Ngurah Rai bersama 95 orang prajuritnya.
ADVERTISEMENT
Gugurnya I Gusti Ngurah Rai
Beliau gugur dalam pertempuran Puputan Margarana pada tanggal 20 November 1946. Pertempuran ini terjadi setelah Belanda melancarkan serangan besar-besaran ke Bali.
I Gusti Ngurah Rai memimpin pasukannya untuk melawan serangan Belanda. Namun, pasukan Belanda memiliki persenjataan dan perlengkapan yang lebih unggul.
Dalam pertempuran ini, I Gusti Ngurah Rai gugur bersama 95 orang prajuritnya. Pada tanggal 17 Oktober 1969, I Gusti Ngurah Rai dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia.
Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Niti Mandala, Denpasar, Bali.
Dalam biografi I Gusti Ngurah Rai, beliau memainkan peran krusial dalam Revolusi Nasional Indonesia, memimpin pasukannya dalam pertempuran-pertempuran penting dan menunjukkan dedikasi yang tak tergoyahkan terhadap kemerdekaan bangsa. (Adm)
ADVERTISEMENT