Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Biografi Soenario Sastrowardoyo, Menteri Luar Negeri Indonesia Ke-7
26 Oktober 2024 21:36 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Profil Tokoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Biografi Soenario Sastrowardoyo akhir-akhir ini sering dibicarakan oleh masyarakat utamanya ketika berkaitan dengan sumpah pemuda dan kiprahnya sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia. Ia merupakan seorang tokah yang patut diteladani.
ADVERTISEMENT
Soenario Sastrowardoyo sering disebut juga sebagai Mr. Soenario. Ia adalah seorang ahli hukum yang memegang sejumlah jabatan penting di Indonesia pada 1950 hingga 1960-an.
Pemikirannya tentang negara kesatuan memiliki makna tersendiri bagi bangunan negara Indonesia. Ia merupakan salah satu priyayi Jawa. Ayahnya yang bernama Sutejo menjabat sebagai wedana atau pembantu bupati di daerah Uteran, Madiun.
Biografi Soenario Sastrowardoyo
Biografi Soenario Sastrowardoyo sangat menginspirasi. Inilah biografi Soenario Sastrowardoyo, Menteri Luar Negeri Indonesia Ke-7 dan perjalanan kariernya yang menginspirasi berdasrkan situs web esi.kemdikbud.
Soenario lahir di Madiun, Jawa Timur, pada tanggal 28 Agustus 1902, anak dari Wedana di Uteran Geger, Madiun, Sutejo Sastrowardoyo. ahir di Madiun , Jawa Timur, pada 28 Agustus 1902. Ia merupakan anak pertama dari 14 bersaudara.
ADVERTISEMENT
Ia lahir dari pasangan Sutejo Sastrowardoyo dan Suyati Kartokusumo. Sunario merupakan salah satu leluhur dari Dian Sastrowardoyo, aktris dan model berkebangsaan Indonesia. Dian adalah cucu dari Sumarsono Sastrowardoyo, adik ke-11 dari Mr. Soenario.
Soenario Sastrowardoyo hidup di masa penjajahan. Masa kecilnya bisa dikatakan penuh dengan privilese atau keistimewaan karena ia lahir bukan dari kalangan keluarga biasa, melainkan priyayi Jawa.
Ayahnya menjabat sebagai wedana atau pembantu bupati yang membawahi beberapa camat di Uteran, Madiun. Hak istimewa sejak lahir itulah yang membuatnya bisa mengenyam pendidikan di sekolah Belanda.
Ia menempuh pendidikannya dengan berpindah-pindah mulai dari Madiun, Batavia, hingga Belanda. Pada 1926, Soenario berhasil menyelesaikan pendidikannya di Leiden dan kembali ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ia mulai aktif sebagai pengacara dan membantu rakyat dalam kehidupan keseharian dalam kaitan dengan pemerintah kolonial. Soenario tetap berpegang teguh tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Belanda.
Soenario juga menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pada periode 1953-1955. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Luar Negeri, Soenario menjabat sebagai Ketua Delegasi RI dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955.
Ketika menjadi Menlu, Soenario juga menandatangani Perjanjian tentang Dwi kewarganegaraan etnis Cina dengan Chou En Lai. Soenario juga pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Inggris periode 1956-1961.
Pendidikan Soenario Sastrowardoyo
Soenario mengikuti Taman Kanak kanak (TK) Frobelschool di Madiun pada tahun 1908-1909. Setalah lulus ia melanjutkan ke ELS (Europeesche Lagere School) pada tahun 1909-1916 dan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Madiun tahun1917.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1917, Soenario pindah ke Batavia dan tinggal di rumah pamannya. Ia bersekolah di Rechtschool pada tahun 1917-1923.
Rechtschool adalah sekolah hukum setingkat dengan SMK selama enam tahun. Pada tahun 1923-1925 Soenario mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan dalam bidang Ilmu Hukum di Universitas Leiden di Belanda.
Soenario berangkat kuliah ke Belanda dengan dana sendiri. Ia berangkat dengan menggunakan kapal melalui Genoa menuju Eropa. Di Leiden, Soenario mengikuti kuliah doktoral di Universitas Leiden dan pada tahun 1925 ia meraih gelar Mr. atau Meester in de Rechten.
Organisasi Soenario Sastrowardoyo
Di samping belajar hukum, Soenario menggunakan kesempatannya untuk terlibat dalam organisasi kepemudaan saat berada di Batavia. Ia pun kemudian masuk dan menjadi anggota Jong Java.
ADVERTISEMENT
Melalui organisasi ini Soenario bersahabat dengan antara lain T.M. Hanafiah. Selama di Belanda, Soenario menjadi anggota Perhimpunan Indonesia yang sebelumnya bernama Indische Veeerniging.
Lewat organisasi ini Soenario berjumpa dengan para pelajar dan mahasiswa yang yang terlibat dalam PI. Mahasiswa-mahasiswa tersebut adalah Ahmad Subardjo, Sutomo, Hermen Karstowisatro, Iwa Koesoema Soemantri, Naszir Pamuntjak.
Pada tahun 1927 Soenario bersama sahabat-sahabatnya mendirikan partai politik yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI). Tokoh-tokoh yang terlibat adalah Sukarno, Cipto Mangunkusumo, Raden Mas Sartono, dan Iskak Cokroadisuryo.
Soenario juga merupakan tokoh kepanduan. Ia berusaha keras memupuk rasa kebangsaan kepada generasi muda meskipun masih hidup di alam penjajahan.
Soenario juga pernah memimpin Indonesische Nationale Padvinderij Organisatie (INPO). INPO adalah salah satu organisasi kepanduan yang berpusat di Batavia atau Jakarta.
ADVERTISEMENT
Peran Soenario Sastrowardoyo dalam Sumpah Pemuda
Pemikiran tentang kebangsaan sebenarnya sudah menjadi fokus Soenario semasa di Leiden dan aktif di Perhimpunan Indonesia ketika usianya masih 23 tahun. Ia berandil besar dalam merumuskan Manifesto Politik yang dirilis PI dari Belanda pada 1925.
Manifesto Politik PI sebenarnya lebih fundamental dari Sumpah Pemuda tahun 1928. Manifesto Politik 1925 pada intinya berisi prinsip-prinsip perjuangan yakni unity (persatuan), equality (kesetaraan), dan liberty (kemerdekaan).
Sementara Sumpah Pemuda “hanya” menonjolkan persatuan melalui slogan populer "satu nusa, satu bangsa, satu bahasa". Soenario Sastrowardoyo adalah satu-satunya tokoh yang terlibat sentral di dua peristiwa yang menjadi tonggak sejarah nasional.
ADVERTISEMENT
Peristiwa itu adalah Manifesto Politik Perhimpunan Indonesia tahun 1925 serta Kongres Pemuda II tahun 1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda. Kongres Pemuda II itu sendiri bisa terlaksana berkat perjuangan Soenario.
Ia lah yang ditugaskan untuk meminta izin kepada pemerintah kolonial agar diperbolehkan menggelar kongres tersebut secara resmi. Meskipun sempat dipersulit dengan berbagai macam alasan, akhirnya izin tersebut berhasil didapatkan.