Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Biografi Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia
11 November 2024 19:43 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Profil Tokoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Meski namanya jarang disebut dalam buku sejarah, Tan Malaka sangatlah berjasa dalam kisah kemerdekaan Indonesia. Pemikirannya terhadap kemerdekaan dan ketidakadilan kolonialisme patut diapresiasi.
Mengutip dari buku Tan Malaka: Dari Gerakan Hingga Kontroversi karya Lionar, Yefterson, dan Naldi, Tan Malaka telah melakukan berbagai gerakan untuk mendorong kemerdekaan Indonesia.
Biografi Tan Malaka
Ayahnya adalah HM. Rasad Caniago, seorang buruh tani, sementara ibu Tan Malaka adalah Rangkayo Sinah Simabur, putri seorang tokoh terpandang di desa tersebut.
ADVERTISEMENT
Tan Malaka adalah seorang pengajar, filsuf, pejuang kemerdekaan Indonesia, pendiri Partai Murba, salah satu Pahlawan Nasional Indonesia, sekaligus penulis Naar de Republiek Indonesia, buku pertama yang ditulis oleh pribumi Hindia Belanda untuk menggambarkan gagasan Hindia Belanda yang merdeka sebagai Indonesia.
Atas bukunya itu, Muhammad Yamin memberikan julukan Tan Malaka sebagai Bapak Republik Indonesia.
Pendidikan Tan Malaka
Berasal dari keluarga bangsawan, Tan Malaka sejak mudah sudah belajar ilmu agama dan dilatih dalam seni bela diri pencak silat.
Tan Malaka menempuh pendidikan dengan bersekolah di Kweekschool (sekarang SMA Negeri 2 Bukittinggi) yang berada di Bukittinggi pada tahun 1908.
Di Kweekschool, Tan Malaka belajar bahasa Belanda dan menjadi pemain sepak bola yang terampil. Ia lulus pada tahun 1913, dan kembali ke desanya.
ADVERTISEMENT
Pasca kepulangannya usai pendidikan, ia menerima gelar adat yang tinggi sebagai datuk dan mendapatkan uang dari desa untuk melanjutkan pendidikannya ke luar negeri.
Di tahun yang sama, ia pun berlayar ke Rotterdam untuk menempuh pendidikan di Belanda pada usia 17 tahun. Ia bersekolah di Rijskweekschool.
Pendidikannya di Belanda ini didukung karena kecerdasan yang dimiliki oleh Tan Malaka dan adanya bantuan dana yang diberikan oleh orang-orang di kampung halamannya serta guru yang membantu dengan melihat potensi Tan Malaka.
Selama berada di Eropa, ia menjadi tertarik pada sejarah revolusi, serta teori revolusi sebagai sarana untuk mengubah masyarakat. Ia terinspirasi dari buku De Fransche Revolutie.
Buku tersebut merupakan terjemahan bahasa Belanda dari sebuah buku oleh sejarawan Jerman, penulis, jurnalis, dan politikus Partai Demokrat Sosial Jerman, Wilhelm Blos, yang berkaitan dengan revolusi Prancis dan peristiwa sejarah di Prancis dari tahun 1789 hingga 1804.
ADVERTISEMENT
Setelah Revolusi Rusia Oktober 1917, Tan Malaka menjadi semakin tertarik pada komunisme dan sosialisme dan sosialisme reformis. Ia pun mulai membaca karya-karya Karl Marx, Friedrich Engels, dan Vladimir Lenin.
Ketika di Belanda, ia bertemu Henk Sneevliet, salah satu pendiri Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV), cikal bakal Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada November 1919, Tan Malaka lulus dan menerima diploma hulpacte.
Pemikiran Tan Malaka
Mengutip dari buku Tan Malaka: Sebuah Biografi Lengkap karya Masykur Arif (2018), Tan Malaka berupaya mewujudkan pendidikan yang mendahulukan kearifan lokal, agar masyarakat dapat memperoleh bekal untuk kehidupannya kelak, melalui sekolah Sarekat Islam (SI).
Ia pun mulai membangun pemikiran-pemikiran pendidikan, antara lain:
ADVERTISEMENT
Pemikiran-pemikiran yang dimiliki oleh Tan Malaka ini dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya adalah paham Marxisme, yaitu sebuah paham yang mengikuti pemikiran Karl Marx tentang Materialisme, Dialektika, dan Historis.
Akhirnya, Tan Malaka pun menuangkan seluruh pemikiran-pemikirannya di dalam buku-bukunya, yakni Madilog.
Ia juga menulis buku berjudul Dari Penjara ke Penjara, menjelaskan tentang syarat untuk menjadikan suatu negara merdeka.
Perjuangan Tan Malaka
Setelah menyelesaikan pendidikan di Belanda, Tan Malaka kembali ke Indonesia dan menjadi pengajar. Ia pun memilih untuk merantau ke Semarang dan bergabung dengan Serikat Islam cabang Semarang.
Di sinilah, perjuangan Tan Malaka sebagai tokoh penting di balik kemerdekaan Indonesia pun dimulai.
ADVERTISEMENT
Tan Malaka menjalani hidupnya secara nomaden atau berpindah dari satu negara ke negara lain, salah satunya adalah Rusia yang menguat menjadi Uni Soviet.
Di negara tersebut, Tan menjadi anggota dari Comintern yaitu Komunis Internasional. Setelah Perang Dunia II, ia menggunakan berbagai macam nama penyamaran, seperti Ilyas Husein, Ossorio, Ong Soong Lee, Alisio Rivera, dan Hasan Gozali.
Pada akhir masa pendudukan Jepang di wilayah Indonesia, Tan menyamar sebagai seorang mandor di daerah Banten. Ia menghabiskan waktunya untuk menulis sebuah buku yang berjudul Madilog.
Pada zaman revolusi, ia bahkan dianggap sebagai otak dari adanya peristiwa 3 Juli 1946. Hal ini lantaran Tan Malaka menentang hasil perundingan antara Republik Indonesia dengan Belanda.
ADVERTISEMENT
Dengan beraninya, Tan menuntut kemerdekaan 100 persen dari para penjajah untuk Indonesia. Ia pun kemudian menulis sebuah buku yang berjudul Gerpolek, berisi konsep-konsep perlawanan yang dapat dilakukan untuk melawan Imperialisme.
Kenapa Tan Malaka Disebut Bapak Republik Indonesia?
Tan Malaka memang menjadi sosok yangempunyai pemikiran tersendiri terkait kemerdekaan Indonesia. Pemikiran pertamanya dituangkan dalam buku dengan judul Naar De Republiek Indonesia.
Menurutnya, kemerdekaan bisa direbut dengan melawan penjajah tanpa perundingan. Sementara perundingan dapat dilakukan usai adanya pengakuan kemerdekaan Indonesia dari pihak sekutu serta Belanda.
Pemikiran-pemikiran Tan Malaka inilah yang membuatnya memiliki julukan sebagai Bapak Republik Indonesia.
Hal ini karena Tan Malaka merupakan tokoh pertama yang menulis konsep mengenai Republik Indonesia. Julukan tersebut diberikan oleh Muhammad Yamin. Bahkan, Soekarno sendiri mengaggumi pemikiran politik yang dimiliki oleh Tan Malaka.
ADVERTISEMENT
Kematian Tan Malaka
Sayangnya, kematian Tan Malaka tercatat pada 21 Februari 1949. Ia terbunuh oleh pasukan dari batalion Sikatan, Divisi Brawijaya di Selopanggung, Kediri, Jawa Timur.
Perintah untuk membunuh Tan Malaka ini diberikan oleh Letda. Soekotjo, yang dianggap sebagai orang kanan yang beropini bahwa Tan Malaka harus dihabisi oleh seorang sejarawan yang bernama Harry Poeze.
Setelah terjadi pembunuhan terhadap Tan Malaka, Mohammad Hatta memberhentikan Sungkono sebagai Panglima Divisi Jawa Timur serta Surachmat yang menjadi Komandan Brigade karena kesembronoannya dalam mengatasi kelompok Tan Malaka.
Tempat dikuburnya jasad Tan Malaka masih menjadi misteri, namun seorang peneliti sejarah meyakini bahwa jasad Bapak Republik Indonesia ini tidak dibuang ke sungai Brantas, sebagaimana dituliskan dalam sejarah, tetapi dikuburkan di halaman markas militer di dekat peristiwa penembakan terjadi.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, Tan Malaka merupakan seorang pahlawan yang harus mati di tangan militer dari bangsanya sendiri, bangsa yang selama ini ia bela puluhan tahun.
Padahal, Tan menjadi pemimpin barisan dari gerakan gerilyawan melawan para penjajah demi mencapai kemerdekaan 100 persen bagi bangsanya.
Demikian, itulah biografi Tan Malaka yang dikenal sebagai Bapak Republik Indonesia. Dilengkapi informasi tentang pendidikan, perjuangan, serta kisah dibalik kematiannya. (SUCI)