Konten dari Pengguna

Biografi Teuku Umar, Latar Belakang, dan Perjuangannya

Profil Tokoh
Menyajikan informasi profil tokoh ternama dari Indonesia maupun mancanegara.
17 Juli 2024 22:05 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Tokoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Biografi Teuku Umar. Foto: Unsplash/Chris Lawton
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Biografi Teuku Umar. Foto: Unsplash/Chris Lawton
ADVERTISEMENT
Teuku Umar adalah seorang pahlawan dari Aceh yang dikenal luas atas perjuangannya melawan penjajahan Belanda antara tahun 1875 hingga 1899. Dalam biografi Teuku Umar, diceritakan ia memainkan peran penting dalam perlawanan terhadap kekuatan kolonial, menunjukkan keberanian dan strategi yang luar biasa dalam berbagai pertempuran.
ADVERTISEMENT
Karena jasa-jasanya yang begitu besar bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia, pemerintah memberikan penghargaan yang tinggi kepadanya.
Pada tanggal 6 November 1973, melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 087TK/tahun 1973, Teuku Umar secara resmi dianugerahi gelar pahlawan nasional. Pengakuan ini merupakan bentuk penghormatan negara atas kontribusi dan pengorbanannya dalam membela tanah air dari penjajahan.

Latar Belakang Teuku Umar

Ilustrasi Biografi Teuku Umar. Foto: Unsplash/Unsplash+
Teuku Umar dilahirkan di Meulaboh, Aceh Barat pada tahun 1854. Ayahnya, Achmad Mahmud, berasal dari keturunan Uleebalang Meulaboh. Nenek moyang Teuku Umar berasal dari keturunan Minangkabau, yaitu Datuk Machudum Sati.
Pada saat Umar berumur 19 tahun, pada tahun 1873, perang Aceh melawan Kolonial Belanda mulai berkobar. Meskipun Umar belum ikut berjuang pada awal perang karena masih sangat muda, pada waktu itu ia sudah menjadi Keuchik di daerah Daya Meulaboh.
ADVERTISEMENT
Pada usia 20 tahun, Umar menikah dengan Nyak Sopiah, anak dari Uleebalang Glumpang. Pernikahan ini semakin menambah kewibawaan dan kehormatannya.
Kewibawaan Umar semakin bertambah ketika ia menikah lagi dengan Nyak Malighai, seorang putri dari Panglima Sagi XXV Mukim. Sejak itu, Umar mulai menggunakan gelar Teuku dan bercita-cita membebaskan daerahnya dari kekuasaan asing.
Tidak seperti pemimpin-pemimpin lainnya, Teuku Umar tidak mengenyam pendidikan di sekolah formal. Karakternya dibentuk oleh situasi dan keadaan pada masa itu. Ia dikenal memiliki pemikiran yang cerdas dan kemauan yang keras untuk mencapai cita-citanya.
Biografi Teuku Umar menggambarkan peran penting dalam perlawanan terhadap kekuatan kolonial. Pada awalnya, Teuku Umar mencoba taktik yang unik dengan berpura-pura bekerjasama dengan Belanda.
ADVERTISEMENT
Ia bergabung dengan pihak kolonial untuk mendapatkan kepercayaan mereka dan memperoleh senjata serta dukungan lainnya.
Namun, setelah mendapatkan cukup sumber daya, Umar berbalik melawan Belanda dan menggunakan semua yang didapat untuk memimpin perlawanan rakyat Aceh.
Teuku Umar menunjukkan strategi dan keberanian yang luar biasa dalam berbagai pertempuran melawan Belanda.
Salah satu strategi yang terkenal adalah ketika ia berpura-pura menyerah kepada Belanda, namun kemudian berkhianat dan mengambil alih persenjataan mereka untuk digunakan dalam perjuangan melawan kolonial.
Taktik cerdas ini membuatnya sangat dihormati dan ditakuti oleh musuh-musuhnya. Perjuangan Teuku Umar tidak hanya tentang pertempuran fisik, tetapi juga tentang bagaimana ia berhasil menggalang dukungan dari berbagai kalangan masyarakat Aceh.
Ia mampu menyatukan para pejuang dari berbagai daerah dan lapisan masyarakat untuk bersama-sama melawan penjajah. Kepemimpinannya yang karismatik dan visioner membuatnya menjadi simbol perlawanan rakyat Aceh.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1896, Teuku Umar berhasil membuat kesepakatan dengan Belanda yang memberinya posisi dan kekuasaan. Namun, ia kembali menggunakan kesempatan ini untuk memperkuat perjuangannya melawan kolonial.
Pengkhianatannya terhadap Belanda pada akhirnya membuatnya semakin terkenal dan dihormati sebagai pahlawan yang cerdik dan berani. Sayangnya, perjuangan Teuku Umar berakhir pada tahun 1899 ketika ia gugur dalam sebuah pertempuran melawan pasukan Belanda.
Kematian Teuku Umar meninggalkan duka yang mendalam bagi rakyat Aceh, namun semangat juangnya terus hidup dalam ingatan dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Pada tanggal 6 November 1973, melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 087TK/tahun 1973, Teuku Umar secara resmi dianugerahi gelar pahlawan nasional.
Pengakuan ini merupakan bentuk penghormatan negara atas kontribusi dan pengorbanannya dalam membela tanah air dari penjajahan.
ADVERTISEMENT
Gelar ini juga menegaskan bahwa perjuangannya tetap dihargai dan diingat oleh generasi berikutnya sebagai bagian penting dari sejarah bangsa Indonesia.

Perjuangan Teuku Umar

Dikutip dari laman esi.kemdikbud.go.id, Teuku Umar memiliki cita-cita mulia untuk membebaskan Aceh dari cengkeraman kolonial Belanda. Untuk mencapai tujuan tersebut, ia menyadari bahwa Aceh harus memiliki pasukan yang kuat dan terlatih.
Dengan ketekunan dan keinginan yang besar, Teuku Umar berhasil membentuk pasukan tempur yang tangguh. Orang-orang yang berani dan tangkas direkrut menjadi anggota pasukan yang siap tempur.
Ketika perang Aceh melawan Belanda semakin berkecamuk, banyak korban berjatuhan baik di pihak Belanda maupun Aceh. Salah satu tokoh pahlawan Aceh yang gigih dalam melawan Belanda adalah Ibrahim Lamnga, yang gugur dalam pertempuran tahun 1878.
ADVERTISEMENT
Ibrahim Lamnga merupakan suami dari Cut Nyak Dhien. Sebulan setelah Teuku Ibrahim dimakamkan, Cut Nyak Dhien yang masih dalam kesedihan dikunjungi oleh Teuku Umar di Montasik dalam rangka kunjungan keluarga sebagai anak kepada orang tua.
Umar dan Cut Nyak Dhien merupakan saudara sepupu. Kedatangan Teuku Umar adalah untuk membicarakan situasi yang dihadapi rakyat Aceh.
Karena perlawanan rakyat terhadap Belanda semakin melemah dan tidak terkoordinasi dengan baik, Teuku Umar menyatakan kekhawatirannya kepada Nanta bahwa banyak pejuang Aceh yang telah gugur sebagai syuhada di medan perang.
Dalam kondisi terjepit tersebut, Cut Nyak Dhien berharap Umar maju untuk memimpin pasukan dan kembali memberi perlawanan kepada Belanda. Akhirnya, Teuku Umar menikahi Cut Nyak Dhien untuk melanjutkan perjuangan.
ADVERTISEMENT
Teuku Umar, yang telah menggantikan kedudukan Teuku Ibrahim Lamnga, bertekad untuk menjadi suami yang setia dan akan meneruskan perjuangan Teuku Ibrahim Lamnga mengusir Belanda yang telah menduduki wilayah VI Mukim.
Perang Aceh melawan Belanda adalah perang kolonial terlama dan termahal. Perang ini juga merupakan perang terbesar yang digelar Belanda di Nusantara.
Dalam konflik berdarah tersebut, Belanda kehilangan jenderalnya, Mayor Jenderal Kohler, yang tertembak pada 14 April 1873.
Hal ini memaksa Belanda untuk mengaktifkan kembali Letnan Jenderal J. van Swieten, jenderal panglima pasukan Hindia Belanda yang sudah pensiun. Jika Belanda kehilangan jenderal, maka Aceh kehilangan sultan.
Sultan Mahmud Syah mangkat pada 29 Januari 1878 di Pagar Ayer karena penyakit kolera dan dimakamkan di Cot Bada. Ketika sultan mangkat, para pembesar Aceh menobatkan Tuanku Muhammad Daud Syah sebagai sultan di Masjid Indrapuri pada tahun 1878.
ADVERTISEMENT
Waktu dinobatkan sebagai Sultan Aceh, Tuanku Muhammad Daud Syah masih belum dewasa sehingga pemerintahan dijalankan oleh Tuanku Hasyim sebagai mangkubumi.
Selain menobatkan sultan, seorang Amirul Al-Bahri atau panglima laut juga diangkat untuk wilayah Aceh Barat. Panglima laut yang ditunjuk adalah Teuku Umar.
Banyak aksi heroik yang dilakukan oleh Teuku Umar dalam melawan Belanda. Salah satu manuvernya adalah berpihak kepada Belanda dan mengkhianati kaum muslimin. Apa yang Teuku Umar lakukan sebenarnya merupakan taktik perang.
Ini dapat dilihat dari sikap istrinya, Cut Nyak Dhien, yang tetap memusuhi Belanda. Pengkhianatan tersebut terjadi pada September 1893, ketika Teuku Umar bersama 15 orang panglimanya menyatakan kesetiaan pada pemerintah Hindia Belanda.
Akhirnya, Teuku Umar diberi gelar Teuku Johan Pahlawan dan dipercayakan 250 orang pasukan. Selain itu, ia juga diberikan uang sebanyak 66.360 florin setahun serta dibuatkan sebuah rumah di Lam Pisang, Aceh Besar.
ADVERTISEMENT
Dengan keputusan Pemerintah Belanda pada tanggal 17 Januari 1896, ia diangkat sebagai Uleebalang Leupueng, sebelah Selatan Aceh Besar.
Maneuver Teuku Umar ini mengejutkan kaum muslimin. Namun, ketika waktu yang tepat tiba, Teuku Umar kembali berbalik haluan membela Aceh dan melawan kolonial Belanda. Pada tanggal 29 Maret 1896, Teuku Umar dan segenap pengikutnya meninggalkan Belanda.
Dalam surat yang dilayangkan Teuku Umar tertanggal 30 Maret 1896, ia menyatakan bahwa ia telah dipermalukan oleh kontrolir Ulee Lheue dan Jaksa Kepala.
Dalam suratnya tertanggal 12 dan 13 April, ia menyatakan kekecewaannya terhadap bintang jasa yang dijanjikan, tetapi tidak diberi.
Padahal dia sudah bersedia untuk mengamankan Aceh asal memperoleh 15.000 florin setiap bulan untuk memelihara pasukannya.
ADVERTISEMENT
Peristiwa ini sangat menggemparkan bagi Belanda. Teuku Umar memiliki uang, mesiu, dan senjata yang diperolehnya dari Belanda. Pasukannya juga mempelajari cara-cara bertempur dari Belanda. Tindakan Teuku Umar membuat Kolonial Belanda sangat terpukul.
Mereka menganggap ini sebagai pengkhianatan besar. Kekecewaan ini tercermin dalam lagu-lagu jalanan yang timbul kala itu, seperti "Teuku Umar die moet hangen" (Teuku Umar Mesti Digantung) dan "Aan een touw, aan een touw Teuku Umar en zijn vrouw" (Gantung Di Tali, Gantung Di Tali, Teuku Umar Dan Istrinya.
Sebelum manuvernya berpihak ke Belanda, Teuku Umar juga melakukan aksi heroik dengan menyerang kapal Hok Canton yang berlayar di pantai Rigaih, Aceh Barat pada tahun 1886.
Tentara Belanda, di bawah pimpinan Kolonel Van Teijn, yang dikirim ke sana gagal membebaskan awak kapal yang disandera oleh Teuku Umar.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, Belanda harus membayar tebusan sebesar 25.000 ringgit untuk membebaskan tawanan.
Teuku Umar menjadi orang yang sangat dicari oleh Belanda. Pada bulan Januari 1899, Van Heutsz sendiri datang ke Pantai Barat, Meulaboh, yang disinyalir merupakan tempat keberadaan Teuku Umar. Pasukan yang memburu Teuku Umar diberi nama Kolene Lumpur.
Nama ini dianggap tepat karena sudah lima bulan pasukan ini berkubang mengarungi rawa-rawa pantai. Di bawah komando seorang letnan bernama Verbrugh, sejumlah pasukan ditempatkan di bawah pohon-pohon di pantai. Tembakan dilepaskan ketika terlihat kerumunan orang muncul dalam kegelapan.
Teuku Umar tidak hanya menjadi simbol perlawanan fisik tetapi juga menjadi lambang strategi dan kecerdikan dalam menghadapi musuh. Tindakan dan keberaniannya terus dikenang dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Meskipun ia gugur dalam pertempuran pada tahun 1899, semangat juangnya tetap hidup dan menginspirasi generasi berikutnya.
Pengorbanannya untuk kemerdekaan Aceh dari penjajah kolonial Belanda adalah bukti nyata dari dedikasi dan kecintaannya terhadap tanah air.

Wafatnya Teuku Umar

Teuku Umar adalah salah satu tokoh perlawanan yang paling diburu oleh Belanda. Pada Januari 1899, Van Heutsz sendiri turun tangan untuk mencari Teuku Umar di Meulaboh, wilayah pantai barat yang diyakini sebagai tempat persembunyiannya.
Operasi pengejaran Teuku Umar diberi nama "Kolene Lumpur," nama yang dianggap tepat karena pasukan Belanda harus berkubang di rawa-rawa pantai selama lima bulan.
Pasukan Belanda yang dipimpin oleh Letnan Verbrugh menempatkan sejumlah prajurit di bawah pohon-pohon di pantai, siap untuk menyerang setiap saat. Ketika melihat kerumunan orang dalam kegelapan malam, mereka segera melepaskan tembakan.
ADVERTISEMENT
Serangan tersebut dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan taktik yang matang, mengingat betapa pentingnya menangkap atau mengalahkan Teuku Umar bagi Belanda.
Mereka yakin bahwa dengan menyingkirkan Teuku Umar, perlawanan rakyat Aceh akan melemah secara signifikan. Keesokan paginya, hasil dari serangan itu baru terlihat jelas. Di antara korban tewas dalam pertempuran tersebut ternyata adalah Teuku Umar sendiri.
Kematian Teuku Umar merupakan pukulan besar bagi perjuangan rakyat Aceh, namun juga menjadi bukti betapa besar pengorbanan yang telah diberikan oleh para pejuang Aceh dalam upaya mereka untuk mempertahankan tanah air dari penjajahan.
Peristiwa gugurnya Teuku Umar terjadi pada 10 Februari 1899 di Ujung Kala, dekat Meulaboh.
Teuku Umar tidak hanya dikenal sebagai seorang pejuang yang gigih, tetapi juga sebagai seorang strategis yang cerdik. Taktik dan manuvernya dalam pertempuran seringkali membuat Belanda kewalahan.
ADVERTISEMENT
Ia pernah menggunakan taktik berpura-pura menyerah kepada Belanda untuk kemudian berbalik melawan mereka dengan kekuatan yang lebih besar dan persenjataan yang lebih lengkap.
Tindakan ini menunjukkan betapa licinnya Teuku Umar dan betapa sulitnya bagi Belanda untuk mengalahkannya.
Semasa hidupnya, Teuku Umar berperan besar dalam menyatukan berbagai kelompok perlawanan di Aceh dan memimpin mereka dalam serangkaian pertempuran melawan penjajah. Ia juga dikenal sebagai seorang pemimpin yang karismatik dan dihormati oleh para pengikutnya.
Keberanian dan ketangguhan Teuku Umar telah menginspirasi banyak orang untuk terus melanjutkan perjuangan bahkan setelah kematiannya. Gugurnya Teuku Umar tidak menghentikan semangat perlawanan rakyat Aceh. Sebaliknya, kematiannya menjadi simbol pengorbanan dan keberanian dalam melawan penjajahan.
Perjuangan yang dipimpin oleh Teuku Umar diteruskan oleh para pejuang lainnya, termasuk istrinya, Cut Nyak Dhien, yang juga merupakan seorang pejuang yang sangat dihormati.
ADVERTISEMENT
Bersama dengan para pejuang lainnya, mereka terus melawan hingga akhirnya Belanda harus mengakui kedaulatan Indonesia. Kisah Teuku Umar adalah bukti nyata dari tekad dan keberanian luar biasa dalam menghadapi penjajahan.
Warisan perjuangannya terus dikenang dan dihormati hingga saat ini, menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk terus mempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan serta keadilan.
Teuku Umar tidak hanya seorang pahlawan bagi rakyat Aceh, tetapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia. Itulah biografi Teuku Umar, semoga membantu dan bermanfaat. (KIKI)