Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Profil Bapak Pendidikan Indonesia dan Perjalanan Hidupnya
18 Agustus 2024 15:54 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Profil Tokoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ki Hajar Dewantara dijuluki sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Hal ini dikarenakan, jasanya dalam dunia pendidikan pada masa penjajahan Belanda.
ADVERTISEMENT
Beliau juga aktif dalam menyuarakan pendapatnya dalam berbagai tulisan bergaya komunikatif mengenai gagasan-gagasan antikolonial. Profil Ki Hajar Dewantara pun menarik untuk diketahui dan dijadikan inspirasi.
Profil Bapak Pendidikan Indonesia
Dikutip dari buku Ki Hadjar Dewantara: Bapak Pendidikan Indonesia karya Upik Dyah Eka Noviyanti (2020: 31), Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia.
Ki Hajar Dewantara terlahir dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Beliau lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.
Terlahir dari pasangan Kanjeng Pangeran Haryo Sooeryaningrat dan R.A Sandiah, Ki Hajar Dewantara merupakan keturunan bangsawan kerajaan Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Sehingga, Ki Hajar Dewantara merupakan keluarga bangsawan Pakualaman. Suwardi Suryaningrat berubah nama menjadi Ki Hajar Dewantara pada saat usianya genap 40 tahun.
ADVERTISEMENT
Diberi nama Ki Hajar Dewantara, karena Hajar artinya pendidik, Dewan itu utusan, dan tara ialah tak tertandingi.
Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Sebagai seorang bangsawan, tentunya pendidikan Ki Hajar Dewantara terpenuhi dengan baik. ia mengenyam pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah rendah untuk anak-anak Eropa.
Kemudian, ia mendapat kesempatan untuk masuk ke School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen (STOVIA), yang juga dikenal sebagai Sekolah Dokter Jawa.
Namun, kondisi kesehatannya yang kurang baik membuat Soewardi Soerjaningrat tidak dapat menyelesaikan pendidikannya di sekolah ini.
Sehingga, Ki Hajar Dewantara pernah mengenyam pendidikan sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Ki Hajar Dewantara sebagai Jurnalis
Gagal menjadi seorang dokter, ia kemudian beralih menjadi seorang jurnalis. Ia bergabung dengan berbagai organisasi pergerakan nasional seperti Boedi Oetomo, Sarekat Islam, dan Indische Partij.
Di Indische Partij, Ki Hajar Dewantara berjuang bersama dengan Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker (yang dikenal sebagai Danudirja Setiabudi) dan dr. Cipto Mangunkusumo. Ketiganya dikenal dengan julukan "Tiga Serangkai".
Suatu hari, Ki Hajar Dewantara menulis sebuah kritik yang tajam. Ia pernah menentang perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda di Indonesia.
Dalam tulisannya, ia menyatakan bahwa tidaklah pantas bagi penjajah untuk merayakan kemerdekaan di tanah yang mereka jajah, apalagi dengan menggunakan dana dari rakyat pribumi.
ADVERTISEMENT
Ki Hajar Dewantara menyampaikan kritikannya tersebut melalui sebuah risalah berjudul "Als ik eens Nederlander was" (Andai Aku Seorang Belanda) pada Juli 1913. Risalah ini dicetak sebanyak 5.000 eksemplar dan membuat pemerintah Hindia-Belanda sangat marah.
Selain itu, Ki Hajar Dewantara juga pernah bekerja sebagai wartawan untuk surat kabar Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.
Tidak hanya sebagai seorang wartawan saja, ia juga aktif dalam dunia politik. Hal ini dapat dilihat dari keaktifan perannya dalam Seksi Propaganda Boedi Oetomo untuk menyadarkan rakyat Indonesia betapa pentingnya persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Pengasingan ke Belanda
Akibat kritikan yang dibuat oleh Tiga Serangkai, termasuk Ki Hajar Dewantara, membuatnya diasingkan ke Belanda. Di sana hidupnya sederhana dengan segala keterbatasan. Ia pun melanjutkan profesinya sebagai orang jurnalis untuk surat kabar dan majalah Belanda.
ADVERTISEMENT
Ada surat kabar Belanda yang bersahabat dengan Tiga Serangkai, yaitu "Het Volk" dan "De Nieuwe Groene Amsterdammer."
Surat kabar ini memberikan kesempatan kepada Tiga Serangkai untuk menulis dan menyampaikan pemikiran mereka tentang cita-cita perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Dengan pengaruh Tiga Serangkai, organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda, yang tergabung dalam "Indische Vereeniging," semakin menunjukkan semangat kebangsaan dan kemerdekaan. Mereka bahkan berani mengganti nama organisasi tersebut menjadi "Perhimpunan Indonesia."
Selama menjalani masa pembuangan di Belanda, Ki Hajar Dewantara justru banyak mempelajari tentang pendidikan dan pengajaran, yang kemudian memberinya pencerahan dan pemikiran baru pada waktu itu.
Mendirikan Taman Siswa
Setelah kembali dari pengasingannya, Ki Hajar Dewantara mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional dan dikenal dengan sebutan Taman Siswa atau National Onderwijs Instituut Taman Siswa pada Juli 1922.
ADVERTISEMENT
Lembaga pendidikan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada pribumi kelas bawah untuk memperoleh pendidikan seperti halnya kaum priyayi dan orang-orang Belanda.
Dalam mendirikan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara menghadapi banyak tantangan. Pemerintah kolonial Belanda mencoba menghalangi upayanya dengan mengeluarkan ordonansi sekolah liar pada 1 Oktober 1932.
Di tengah keseriusannya di bidang pendidikan, Ki Hajar Dewantara tetap rajin berkarya dan menulis. Tema pendidikannya yang dahulu nuansa politik, mulai beralih di bidang pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan.
Melalui tulisan-tulisannya ini, lahirlah sebuah semboyan yang hingga saat ini digunakan, yaitu Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Perjuangannya di bidang pendidikan dan politik membuat pemerintah Indonesia memberikan penghormatan dengan memberinya berbagai jabatan dalam pemerintahan Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ki Hajar Dewantara juga dijuluki sebagai Bapak Pendidikan Indonesia karena perannya yang sangat besar dalam memajukan pendidikan di Indonesia.
Ia mendirikan Taman Siswa, sebuah lembaga pendidikan yang memberikan akses pendidikan kepada rakyat pribumi di masa penjajahan Belanda.
Akhir Hidup Ki Hajar Dewantara
Setelah Indonesia merdeka, Presiden Soekarno mulai membentuk kabinet beserta jajaran menterinya.
Karena dedikasinya yang luar biasa terhadap pendidikan rakyat pribumi, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai Menteri Pengajaran pertama di Indonesia. Ia juga dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada pada 19 Desember 1956.
Selain itu, sebagai bentuk penghargaan atas kontribusinya yang sangat besar dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia, tanggal lahirnya, 2 Mei, ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
ADVERTISEMENT
Ki Hajar Dewantara menghembuskan napas terakhirnya pada 26 April 1959 di Padepokan Ki Hajar Dewantara dan dimakamkan di Tanah Wijaya Brata. Upacara pemakamannya dipimpin oleh Soeharto, yang saat itu bertindak sebagai inspektur upacara.
Pengaruh dan Warisan Ki Hajar Dewantara
Pengaruh dan warisan Ki Hajar Dewantara sangat mendalam dalam sejarah pendidikan dan pembangunan karakter bangsa Indonesia. Warisan Ki Hajar Dewantara yang bisa dinikmati hingga saat ini ada banyak, antara lain:
1. Buku Bagian Pertama: Tentang Pendidikan
Buku pertama karya Ki Hajar Dewantara berisi gagasan dan pemikirannya mengenai pendidikan nasional di Indonesia.
Di dalamnya, ia membahas beberapa topik utama seperti pendidikan kanak-kanak, sistem pendidikan berbasis pondok, adab dan etika keteladanan, serta pendidikan dan kesusilaan.
Buku ini menjadi salah satu fondasi penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia, yang menekankan pentingnya moral, etika, dan pembentukan karakter sejak usia dini.
ADVERTISEMENT
2. Buku Bagian Kedua: tentang Kebudayaan
Ki Hajar Dewantara menulis tentang kebudayaan dan kesenian antara lain: Pembangunan Kebudayaan Nasional, Kebudayaan Sifat Pribadi Bangsa, Asosiasi antara Barat dan Timur.
3. Buku Bagian Ketiga: tentang Politik dan Kemasyarakatan
Buku ini berisi tulisan-tulisan tentang politik dari tahun 1913 hingga 1922 yang mengguncang dunia imperialis Belanda, serta tulisan-tulisan mengenai wanita dan perjuangannya.
4. Buku Bagian Keempat: tentang Riwayat dan Perjuangan Hidup Penulis
Pada buku bagian keempat ini, Ki Hajar Dewantara banyak melukiskan kisah kehidupan dan perjuangan hidup perintis.
5. Konsep Trilogi Ki Hajar Dewantara
Konsep trilogi Ki Hajar Dewantara yang digunakan sebagai pijakan yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Di mana konsep ini dijadikan sebagai pijakan dalam dunia pendidikan.
ADVERTISEMENT
Itulah profil Bapak Pendidikan Indonesia , yaitu Ki Hajar Dewantara. Tidak hanya mendapatkan julukan sebagai Bapak Pendidikan Indonesia, ia juga seorang jurnalis. (Umi)