Tinjamu Tak Terbuang Sia-sia, Ini “1001” Manfaatnya

4 Mei 2017 10:01 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Seni Tentang Tahi (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Seni Tentang Tahi (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
Tubuh kita mengenal proses yang dinamakan defekasi atau buang air besar (BAB), yakni pengeluaran sisa-sisa hasil pencernaan berupa tinja melalui anus.
ADVERTISEMENT
Defekasi menjadi bagian terakhir dari proses pencernaan makanan setelah kita mengunyah dan menikmati rasanya, menyerap kandungan nutrisinya di usus halus, dan membusukkannya di usus besar.
Butuh waktu 1 hingga 3 hari bagi makanan yang kita cerna hingga akhirnya dikeluarkan di toilet.
Rata-rata manusia mengeluarkan 128 gram kotoran setiap harinya. Jika ada 7,5 miliar penduduk di bumi ini, sila bayangkan berapa juta ton kotoran manusia yang ada di muka bumi --jika tidak salah hitung sih 9,6 juta ton.
Zat-zat sisa hasil proses pencernaan itu terdiri dari 75 persen air dan zat padat yang merupakan zat-zat organik.
Zat-zat organik tersebut terdiri dari 25-54 persen bakteri biomas, 2-25 persen protein, 25 persen karbohidrat dan zat-zat yang tidak bisa dicerna, serta 2-15 persen lemak.
ADVERTISEMENT
Protein dan lemak yang terkandung dalam tinja dihasilkan dari sekresi (pengeluaran hasil kelenjar) yang dilakukan usus besar dan bakteri. Proporsinya berbeda-beda pada tiap orang, tergantung dari berat badan dan diet yang dilakukan.
Sedangkan bau yang berasal dari tinja biasanya disebabkan oleh kandungan metil sulfida, benzopyrrole, dan hidrogen sulfida.
Zat-zat yang terkandung dalam kotoran yang kita buang bisa menjadi alat bantu untuk mendeteksi kondisi kesehatan kita. Dalam bidang kedokteran dikenal sebagai stool analysis, yakni pemeriksaan sampel tinja secara menyeluruh di laboratorium mulai dari bentuk, warna, bau, kandungan, dan sebagainya.
Melalui stool analysis para ahli medis bisa mengetahui kondisi kandungan protein dalam tubuh, terjadi diare atau konstipasi, terjadi pendarahan di usus besar atau bahkan kanker.
ADVERTISEMENT
Pasien Fecal Transplant  (Foto: Fecaltransplantfoundation)
zoom-in-whitePerbesar
Pasien Fecal Transplant (Foto: Fecaltransplantfoundation)
Kotoran manusia juga bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal. Dalam bidang kesehatan misalnya, selain sebagai pendeteksi kesehatan, kotoran pun bisa ditransplantasi.
Fecal transplant atau stool transplant merupakan proses transplantasi bakteri dari individu yang sehat ke individu lain yang tengah mengalami penyakit tertentu, seperti sindrom iritasi usus besar.
Penggunaan bakteri yang terkandung dalam kotoran orang sehat disebut bisa mengembalikan performa tubuh pasien yang telah rusak akibat penggunaan antibiotik berlebih atau pengobatan medis lainnya.
Dikutip dari hopkinsmedicine.org, praktik yang juga disebut bacteriotherapy itu khususnya dilakukan pada pasien yang memiliki Clostridium difficile colitis (C. difficile colitis).
C. difficile colitis merupakan bakteri yang menyebabkan pembengkakan dan iritasi pada usus besar. Peradangan yang disebabnya olehnya disebut Colitis yang bisa mengakibatkan diare dan demam, disertai keram perut.
ADVERTISEMENT
Fecal transplantation belum bisa digunakan untuk pengobatan penyakit lain karena hingga kini masih dalam pengembangan.
[Lihat ]
Poop pil untuk Fecal Transplant (Foto: hopkinsmedicine.org)
zoom-in-whitePerbesar
Poop pil untuk Fecal Transplant (Foto: hopkinsmedicine.org)
Penggunaan tinja atau kotoran sebagai pengobatan bukan baru kali ini saja dilakukan. BBC mencatat bahwa masyarakat Mesir Kuno pernah mencoba memanfaatkan kotoran sebagai alat kontrasepsi, hanya saja kotoran yang digunakan adalah kotoran buaya.
Dikutip dari The Guardian, pada 1600-an, Robert Boyle yang dikenal sebagai ahli kimia di Irlandia menggunakan kotoran manusia yang dikeringkan menjadi serbuk, untuk mengobati katarak.
Catatan pengobatan dengan menggunakan tinja lainnya ditemukan di China. VICE melansir, wanita bernama Ma Su Qun memercayai bahwa meminum teh yang terbuat dari kotoran segar telah mengobati kanker paru-paru yang dideritanya.
ADVERTISEMENT
Pada usia 77 tahun, Ma Su Qun divonis mengidap kanker paru-paru. Banyak orang mengira vonis kanker sama dengan vonis kematian. Namun, hal itu tak berlaku bagi Ma Su Qun.
Dengan tenang dia memanfaatkan --apa yang disebutnya-- pengobatan tradisional China, yakni dengan memanfaatkan kotoran kambing segar yang dia keringkan lalu diseduh menjadi teh. Pada umur 80 tahun, Ma Su Qun yang berasal dari Provinsi Hunan menyatakan dirinya sehat dan tak lagi mengidap kanker.
Meski begitu, belum ada penelitian resmi terkait cara pengobatan tersebut.
Membuat pupuk organik (Foto: bantenprov.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Membuat pupuk organik (Foto: bantenprov.go.id)
Selain pemanfaatan kotoran dalam bidang kesehatan, kita sudah akrab dengan pemanfaatan kotoran sebagai pupuk bagi tanaman --biasa disebut pupuk kandang. Namun, kotoran yang yang digunakan umumnya kotoran hewan seperti kambing atau sapi.
ADVERTISEMENT
Penggunaan kotoran manusia untuk pupuk sedikit riskan bagi kesehatan karena berpotensi menyebarkan infeksi oleh cacing parasit yang disebut helminthiasis. Sehingga cara aman yang digunakan dan dianjurkan oleh World Health Organization (WHO) adalah dengan mendekatkan saluran pembuangan kotoran dengan area pertanian.
[]
Ilustrasi proses menghasilkan biogas (Foto: bantenprov.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi proses menghasilkan biogas (Foto: bantenprov.go.id)
Yunus Fransiscus dari Universitas Surabaya pada 2015 pernah mengajak warga Surabaya untuk melihat sampah dan kotoran dari sisi lain.
“Idenya adalah menstimulasi masyarakat dan dunia usaha untuk mulai berpikir apa yang bisa dipakai dari sampah,” ujar Yunus seperti dikutip dari Mongabay.
Yunus menjelaskan, pendekatan tersebut bagian dari konsep Ekonomi Biru, yang salah satunya memanfaatkan kotoran manusia. Caranya dengan pemisahan terlebih dulu antara tinja dan urine, kemudian pengumpulan, hingga pengalihan material kotoran itu menjadi bahan yang berguna.
ADVERTISEMENT
Dari hasil uji coba 10 kilogram kotoran yang terkumpul, dapat dihasilkan 4-6 kilogram pupuk.
“Proyek percontohan yang saya buat di Lumajang pada salah satu keluarga petani di sana, mereka berhasil memisahkan dua material, yaitu tinja dan urine. Hasilnya pupuk organik yang dihasilkan sangat bagus dan hasil pertaniannya juga lebih bagus,” terang Yunus.
Sapi untuk menghasilkan biogas (Foto: lipi.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Sapi untuk menghasilkan biogas (Foto: lipi.go.id)
Kotoran juga bermanfaat sebagai penghasil energi biogas, namun yang umumnya digunakan adalah kotoran sapi.
Percobaan terkait kotoran manusia paling mencengangkan dan sulit dibayangkan barangkali terjadi di Jepang.
Pada 2013, Yuka Uchida --reporter VICE Jepang-- mengenalkan Ttongsul pada publik. Ttongsul atau feses wine merupakan minuman beralkohol yang dibuat dari fermentasi batang bambu di dalam pot berisi tinja dan alkohol.
ADVERTISEMENT
Dua tahun sebelum itu, diberitakan oleh Fox News, ilmuwan Jepang bernama Mitsuyuki Ikeda melakukan uji coba dengan membuat “daging” dari olahan tinja.
Kandungan protein dalam tinja, bagi Ikeda, bisa kembali dikunyah setelah diolah, diberi pewarna, serta diberi saus steak.
Menurutnya, Tokyo telah dipenuhi oleh kotoran dan salah satu cara untuk menyelamatkan Tokyo adalah dengan memakan kotoran tersebut.
Lihat
Ilustrasi Toilet (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Toilet (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT