Seni soal Tahi: dari Kaleng Tinja ke Pup Emas

4 Mei 2017 10:37 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Seni tahi bernilai miliaran. (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Seni tahi bernilai miliaran. (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
Apa yang pertama kali terpikir di kepala Anda apabila mendengar kata tinja?
ADVERTISEMENT
Bisa banyak hal. Namun, kami yakin bahwa kata sifat “nyeni”, “artsy”, ataupun “bernilai tinggi” jelas jauh dari pikiran ketika Anda terbayang, well, tahi itu sendiri.
Sampai saat ini tahi selalu diidentikkan dengan keadaan kotor, menjijikkan, dan bau. Tak pernah kita membicarakan tahi dengan mata berbinar-binar dan pipi yang memerah.
Tapi kami tak akan membahas soal apa salah tahi. Yang jelas, ternyata, sebagian alasan mengapa kita sedemikian jijik terhadap tahi disebabkan karena evolusi manusia sendiri untuk mengasosiasikan aroma tinja dengan kotoran, penyakit, dan infeksi --yang separuhnya terjadi karena --apalagi kalau bukan-- konstruksi sosial.
Namun, tak selamanya hal-hal seperti tahi dan hasil ekskresi (pengeluaran ampas) manusia diidentikkan dengan ketakberadaan makna. Sejumlah karya seni justru lahir dengan ilham berkaitan dengan tinja. Dan tidak main-main, karya itu melegenda bahkan hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Artist's Shit, Pieor Manzoni (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Artist's Shit, Pieor Manzoni (Foto: Wikimedia Commons)
Yang paling terkenal adalah karya berjudul Artist’s Shit karya Piero Manzoni. Pada tahun 1961, si seniman Italia itu berniat mencemooh dunia karya seni yang menurutnya dibangun atas dasar konsep nilai yang tak kuat-kuat amat. Maka, yang ia lakukan menggegerkan dunia.
Ia mengisi 90 kaleng kecil dengan 30 gram tinjanya sendiri. Baginya, jika seorang pegiat seni ingin mendapatkan karya yang paling dekat dan personal dengan kehidupan sang seniman, maka karya ini adalah jawabannya.
Namun sayang, Manzoni keburu meninggal tahun 1963, jauh sebelum ia tahu bagaimana dihargainya karya yang menjamin “kedekatan intim” dengan senimannya tersebut.
Di sebuah lelang di Christie’s, London, Inggris, kaleng ke-51 dan 90 miliknya terjual dengan harga 161.173 dolar AS, atau senilai Rp 2,1 miliar. Wow.
ADVERTISEMENT
Terence Koh. (Foto: Dok. Patrick McMullan)
zoom-in-whitePerbesar
Terence Koh. (Foto: Dok. Patrick McMullan)
Beda Manzoni, beda Terence Koh. Baru terjadi 10 tahun yang lalu, Terence Koh tak mau tertinggal dalam khazanah seni yang menggunakan kedigdayaan pesan tinja di dalamnya.
Menggunakan tinjanya sendiri, ia menyepuh hasil ekskresinya tersebut dengan lapisan emas murni. Karya tersebut ditampilkannya di pertunjukan seni di Basel, Swiss, yang menurut pengelolanya dijual kepada salah seorang penikmat seni dengan harga 500 ribu dolar AS, atau senilai 6,6 miliar. Wow lagi.
Complex Shit, McCarthy (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Complex Shit, McCarthy (Foto: Wikimedia Commons)
Pada tahun 2008, seniman dunia yang tenar akan kebengalannya, Paul McCarthy, kembali menyuguhkan karya yang tak biasa. Ia membuat apa yang dinamainya Complex Shit, yang tak lebih dari sekedar balon udara berbentuk --lagi-lagi-- tahi.
Lisa Levy (Foto: Commons WIkimedia)
zoom-in-whitePerbesar
Lisa Levy (Foto: Commons WIkimedia)
Ada pula kritik fenomenal dari Lisa Levy. Tahun lalu, Levy menyebut bahwa dunia seni yang selama ini ia geluti sudah tercemar dengan kepura-kepuraan dan hal-hal yang menurutnya tidak natural. Maka lahirlah karya itu.
ADVERTISEMENT
Bayangkan ada dua toilet duduk yang diletakkan secara berhadapan di sebuah ruangan. Anda duduk di satu ujung, sementara Lisa Levy sendiri akan duduk di toilet yang berhadapan dengan Anda.
Selama dua hari di pertunjukannya di New York, Levy dengan tubuh yang telanjang duduk di situ saling berhadapan dengan penonton. Dus, karyanya dinamakan The Artist is Humbly Present.
Sesederhana itulah seni yang diusungnya, dengan menyebut bahwa ia mengajak penggemar seni untuk sama-sama menduduki dan mengeluarkan “ego dan kepalsuan” yang selama ini mengambil alih jiwa dari seniman.
Virgin Mary, Chris Ofili (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Virgin Mary, Chris Ofili (Foto: Wikimedia Commons)
Honorable mention juga pantas disebutkan kepada Chris Ofili, dengan karyanya berjudul Holy Virgin Mary. Pada tahun 1996, alih-alih menggunakan tinja manusia, Olifi berkarya menggunakan tahi gajah.
ADVERTISEMENT
Dengan tahi gajah, ia menyelami persona si kulit hitam Virgin Mary yang ada di bayangannya.
Meski mengundang kontroversi, karya tersebut terjual Juni 2016 di rumah lelang Christie, London, dengan harga 4,6 juta dolar AS atau senilai Rp 61 miliar. Wow!
Jadi kata siapa tahi tak berharga?
Ilustrasi Toilet (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Toilet (Foto: Thinkstock)
Kenali kotoranmu di sini