Pak Jokowi, Soal KPK Ini Contohlah Pak SBY

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
17 Mei 2021 19:36 WIB
comment
14
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tulisan "KPK" di Gedung Merah Putih KPK yang tertutup kain hitam. | Kredit foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.
zoom-in-whitePerbesar
Tulisan "KPK" di Gedung Merah Putih KPK yang tertutup kain hitam. | Kredit foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
8 Oktober 2012. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membela Komisi Pemberantasan Korupsi yang berseteru dengan Kepolisian RI dalam "Cicak versus Buaya" episode kedua.
ADVERTISEMENT
Ketika itu, KPK mengusut dugaan korupsi (inspektur) jenderal polisi dalam kasus pengadaan alat uji simulator surat izin mengemudi dan—di tengah jalan—kasus tersebut tiba-tiba disidik Polri.
KPK dan Polri jadi rebutan kasus, bahkan sempat ada tiga orang menyandang status tersangka dari dua lembaga itu (atas kasus yang sama).
Langkah Polri disayangkan banyak pihak. Ribut-ribut agenda setting para Anggota DPR, pengamat, hingga pegiat antikorupsi bikin bising republik ini.
Hingga kemudian Pak SBY berdiri membela KPK dengan bilang yang berwenang mengusut kasus tersebut adalah KPK. "Polri tangani kasus lainnya," kata Pak SBY.
Bukan cuma itu. Pak SBY juga menyoroti Polri yang menarik balik 20 anggotanya yang sedang bertugas jadi penyidik KPK. "Penugasan penyidik Polri di KPK perlu diatur kembali," ujar Pak SBY.
ADVERTISEMENT
Pucuk masalah di episode ini adalah Novel Baswedan, pemimpin tim penyidik KPK untuk kasus tersebut.
Novel adalah mantan polisi berpangkat komisaris. Oleh Polri, Novel mendadak dimintai pertanggungjawaban atas kasus dugaan penganiayaan pencuri sarang burung walet.
Mengapa "mendadak", karena kasus sarang burung walet itu terjadi pada tahun 2004, delapan tahun sebelumnya, ketika Novel masih polisi.
Dan lagi-lagi Pak SBY yang maju menengahi ini dengan bilang upaya Polri tidak tepat. "Tidak tepat dari sisi timing maupun tempat," ujar Pak SBY.
Sikap presiden yang seperti Pak SBY itu yang menurut saya memang harus diambil untuk mendukung KPK (padahal besan Pak SBY dijebloskan ke penjara oleh KPK). Sayangnya, saya belum pernah melihat Pak Jokowi melakukan sebegitunya.
ADVERTISEMENT
Sebut saja: Kriminalisasi pemimpin KPK (Abraham Samad dan Bambang Widjojanto) dalam "Cicak versus Buaya" episode 3, pengusutan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, pemilihan panitia seleksi pemimpin KPK (yang dampaknya ke siapa pemimpin KPK periode kini), hingga revisi Undang-Undang KPK.
Alih-alih membela KPK terang-terangan, Pak Jokowi bersikap netral alias tidak mengintervensi apapun.
Sampai kemudian ini:
17 Mei 2021. Di tengah semrawut KPK karena 75 pegawainya terancam dipecat Ketua KPK Pak Firli Bahuri hanya gara-gara "tidak lulus tes ASN", Pak Jokowi maju dan menengahi ini dengan menyatakan (secara tersirat) bahwa para pegawai KPK itu tidak akan dipecat.
"Kalau dianggap ada kekurangan, saya berpendapat masih ada peluang untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan," kata Pak Jokowi.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya yang saya harapkan adalah tes ASN khusus KPK yang pada faktanya aneh-aneh itu ya dibatalkan saja, Pak Jokowi. Silakan dites lagi dengan tes yang lebih relevan.
75 pegawai ini—Novel Baswedan di antaranya—adalah orang-orang baik. Saya (dan juga kamu, kalau kamu berkenan) mempercayai mereka. Dan yang mereka butuhkan bukan cuma dukungan kami tapi juga dukungan Pak Jokowi sebagai presiden.
Tidak apa-apa kemudian para pegawai KPK itu menjadi ASN (yang saya sebenarnya agak sesalkan karena idealnya mereka itu independen alias bukan ASN), yang penting mereka bisa melawan dari dalam.
ADVERTISEMENT
Jangan sampai KPK menjadi seperti yang dibilang Pak Suwarsono (eks Penasihat KPK) dalam tulisan saya yang ini: Komisi Pemberantasan K....
Suwarsono bilang, "Saya merasa lingkungan politik tak sesubur periode pemerintahan sebelumnya. Maka, sekuat apapun KPK, sepanjang lingkungannya begitu, KPK berat meraih kejayaan seperti dulu."