Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Spalletti dan Hal-hal yang Bisa Dibawanya ke Inter
7 Juni 2017 15:42 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
AS Roma memang gagal mendapatkan satu pun gelar di musim 2016/17. Namun, bisa jadi ini adalah musim terbaik mereka dalam lima musim terakhir. Mengakhiri musim dengan 87 poin dan duduk di peringkat kedua, serta lolos ke semifinal Coppa Italia, Roma bolehlah bersyukur dengan pencapaian ini.
ADVERTISEMENT
Namun, di balik catatan apik terbaik yang mereka bukukan, muncul cerita lanjutan yang tak menyenangkan: Luciano Spalletti mengundurkan diri dari jabatan pelatih kepala. Ia memilih untuk tidak menandatangani kontrak baru bersama Roma.
Kurang dari seminggu sejak memutuskan mengundurkan diri dari Roma, Spalletti mendapatkan pekerjaan baru. Ditemui oleh wartawan di bandara Milan, Spalletti secara terang-terangan menyebutkan bahwa dirinya kini telah menjadi pelatih Inter.
“Pembicaraan ini telah selesai karena kami telah berjabat tangan. Saya adalah satu dari beberapa orang yang memutuskan sesuatu dengan berjabat tangan. Saya senang menjadi bagian dari Inter,” kata Spalletti seperti dilansir dari Marca, Selasa (6/6) waktu setempat.
[Baca Juga: Spalletti Bukan Lagi Pelatih AS Roma ]
[Baca Juga: Kala Spalletti Menghidupkan Dzeko Kembali ]
ADVERTISEMENT
Keputusan Spalletti untuk menerima tawaran Inter pun patut dipertanyakan. Betapa tidak, dia bukan hanya harus mengembalikan Inter ke papan atas Serie A lagi, tetapi juga membangun Inter dari serangkaian masalah yang sedang menimpa mereka saat ini.
Tapi, di sisi lain, mendatangkan Spalletti adalah salah satu langkah awal apik yang dilakukan oleh Inter. Sebab, Spalletti bukan hanya sosok yang memiliki kualitas oke dalam meramu tim, tetapi juga piawai memanfaatkan kondisi tim untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Masih banyak orang ingat bahwa Spalletti pernah membawa Udinese masuk empat besar pada tahun 2005. Mengandalkan skuat yang tak terlalu mewah, Spalletti dan Udinese merusak dominasi Roma, Lazio, Fiorentina, dan Parma.
Musim kedua Spalletti di Roma, 2006/2007 silam, jadi bukti lain bahwa Spalletti mampu menghadirkan bahaya, kendati memiliki skuat apa adanya. Tahun itu, Roma mendapatkan gelar perdana setelah empat tahun puasa di semua kompetisi, yakini Coppa Italia.
ADVERTISEMENT
Nah, kepandaian Spalletti membangunkan Roma dari tidurnya itulah yang diharapkan oleh Inter. Dengan pengalaman dan kondisi skuat Inter—yang sedikit lebih baik ketimbang Roma 2006 lalu—, harapan pun digantungkan di pundak Spalletti.
Spalletti juga memiliki pendekatan yang bagus untuk merangkul pemain. Apa yang dialami oleh legenda Roma, Francesco Totti, bisa jadi contohnya. Totti, yang dalam beberapa musim terakhir sudah kehilangan tempat, tak pernah mengeluh sekalipun harus memulai pertandingan dari bangku cadangan
Nasib Totti setali tiga uang dengan pemain-pemain lain yang dipinggirkan selama Spalletti berkarier sebagai pelatih kepala. Apakah mereka pernah protes? Tidak, kan?
Selain hal-hal di atas, kepandaian lain Spalletti adalah soal pilihan taktiknya. Spalletti bukan sosok yang memaksa. Dia juga bukan pelatih yang percaya pada keajaiban satu taktik tertentu. Baginya, taktik bisa fleksibel.
ADVERTISEMENT
Selama melatih Roma, Spalletti mempopulerkan beragam pendekatan taktik seperti, 4-6-0, 4-5-1, hingga 4-2-3-1. Namun, keberhasilan Roma menduduki posisi kedua musim lalu jelas tak bisa dipisahkan dari pakem 4-3-3.
Spalletti juga mampu mengembalikan ketajaman Edin Dzeko yang sempat hilang, menunjukkan bahwa Mohamed Salah masih mampu berkembang, dan memperkenalkan kembali Diego Perrotti.
Tiga hal di atas—pengalaman melatih skuat tanpa bintang, pendekatan personal ke pemain, dan fleksibilitas taktik— akan menjadi senjata Spalletti selama di Inter. Dengan skuat yang tak jauh berbeda, harapan pun membumbung tinggi di benak.
Apakah dia orang yang selama ini dicari Inter?