Cegah Korupsi, Selamatkan Nyawa Rakyat

Jurnalis | Penulis Buku 'Metamorfosis Sandi Komunikasi Korupsi' | Tim Penulis Buku 'Serpihan Kisah Jurnalis Tiang Bendera'
Konten dari Pengguna
29 Juni 2020 22:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari User Dinonaktifkan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Virus Corona. Foto: Kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Virus Corona. Foto: Kumparan.
ADVERTISEMENT
PELAKSANAAN program penanganan dan penanggulangan penyebaran pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19) di tingkat pusat dan daerah membutuhkan sinergi bersama. Efektivitas pelaksanaan program juga harus ditingkatkan agar setiap program yang dijalankan tepat sasaran. Dengan sinergi dan efektivitas tersebut, setiap daerah diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan dan tantangan. Para kepala daerah pun harus berhati-hati memanfaatkan setiap anggaran yang ada.
ADVERTISEMENT
Setiap kebijakan dan keputusan yang diambil serta berbagai program dan kegiatan yang dijalankan serta pemanfaatan anggaran sudah seharusnya bertumpu pada penyelamatan nyata seluruh rakyat Indonesia. Tidak boleh ada satu orang atau pihak atau golongan atau kelompok tertentu 'menari' di atas penderitaan saudaranya. Setiap pengambilan kebijakan dan keputusan serta pelaksana program dan kegiatan penanggulangan Covid-19 pun harus mengedepankan pencegahan korupsi. Kunci penting pencegahan korupsi tentu pada akuntabilitas dan transparansi.
Guna mengawal penanganan dan penanggulangan Covid-19 yang dilaksanakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, berbagai lembaga masih terus melakukan pengawasan dan pemantauan. Mulai dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Polri, Kejaksaan, hingga Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
ADVERTISEMENT
Nyawa Rakyat, Ekonomi, dan Pembangunan
Ketua KPK Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri menyatakan, KPK sangat memahami bahwa para gubernur menghadapi berbagai tantangan dalam penanganan pandemi Covid-19. Apalagi saat pandemi Covid-19, terjadi penurunan belanja barang, belanja modal, dan transfer keuangan daerah. Firli mengatakan, di tengah tantangan yang ada tentu para gubernur harus memenuhi janji-janji sebagaimana visi dan misi yang pernah disampaikan saat kampanye dulu. Menurut dia, pandemi Covid-19 juga sangat 'memukul' bagi gubernur yang baru menjabat.
"Kami mengajak para gubernur untuk memperkuat sinergi dan meningkatkan efektifitas dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, khususnya di tengah pandemi Covid-19 saat ini yang menjadi tanggung jawab bersama. Tentu di masa pandemi ini, kita punya tanggung jawab sama-sama bagaimana kita menyelamatkan 267 juta warga negara kita," tegas Firli.
ADVERTISEMENT
Pernyataan ini disampaikan Firli saat Rapat Koordinasi dan Diskusi Interaktif dengan 34 Gubernur se-Indonesia, secara virtual yang difasilitasi KPK pada Rabu, 24 Juni 2020. Selain Firli, tampil sebagai pembicara yakni Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh dan Inspektur Jenderal Kemendagri Tumpak Haposan Simanjuntak. Rapat Koordinasi dan Diskusi Interaktif bertajuk "Sinergi dan Efektivitas Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi" juga disiarkan langsung melalui akun Youtube 'KPK RI'.
Acara dimoderatori Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan. Rapat dan diskusi juga turut dihadiri para Ketua Tim Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Satgas Korsupgah) sembilan Unit Kerja Koordinasi Wilayah (Korwil) KPK.
Dalam kesempatan Rapat Koordinasi dan Diskusi Interaktif, Pahala Nainggolan memberikan kesempatan bagi 10 gubernur dan satu wakil gubernur untuk menyampaikan informasi dan data. Mereka secara berurutan yakni Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Edy Rahmayadi, Gubernur Gorontalo Rusli Habibie, Gubernur Sumatra Selatan (Sumsel) Herman Deru, Wakil Gubenur Papua Klemen Tinal, Gubernur Banten Wahidin Halim, Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo, Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil, dan Gubernur Maluku Inspektur Jenderal Polisi (Purnawirawan) Murad Ismail.
ADVERTISEMENT
Firli melanjutkan, hakikatnya menyelamatkan jiwa masyarakat/rakyat merupakan hukum tertinggi yang harus dijunjung tinggi. Prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) pun menekankan penyelamatan jiwa manusia. Karenanya Firli mengatakan, para gubernur harus mengarahkan program dan fokus kegiatan pada tujuan untuk keselamatan masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
"Keselamatan masyarakat adalah yang utama. Segala kegiatan, segala program yang dijalankan harus fokus pada keselamatan rakyat kita. Kami mengajak para gubernur untuk mengubah program, dekatkan program untuk keselamatan dan kesehatan warga kita," ungkapnya.
Mantan kepala Baharkam Mabes Polri ini menekankan, sinergi para kepala daerah termasuk 34 gubernur dalam pencegahan korupsi di daerah masing-masing harus dijalankan dengan menciptakan inovasi dan kreasi disertai dengan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap langkah penanganan Covid-19. Dia menegaskan, para kepala daerah juga harus ingat agar setiap kebijakan yang diambil hingga pemanfaatan anggaran serta pelaksanaan program dan kegiatan agar menghindari berbagai unsur dugaan korupsi.
ADVERTISEMENT
"Saya ingatkan kembali agar tidak ada yang terjebak pada fee proyek," ujarnya.
Dia menuturkan, refokusing anggaran kegiatan baik untuk bantuan sosial (bansos), kesehatan, dan beberapa program lainnya harus dijalankan secara konsisten untuk kepentingan masyarakat luas. Menurut dia, jika para kepala daerah termasuk 34 gubernur melakukan inovasi dan kreasi dengan tepat dan baik maka akan menentukan masa depan Indonesia setelah pandemi Covid-19 berlalu.
Firli membeberkan, KPK telah melakukan sejumlah langkah pencegahan korupsi pada beberapa aspek. Untuk pengadaan barang dan jasa (PBJ), KPK telah menerbitkan surat edaran sebagai rambu-rambu. Guna mencegah potensi korupsi, kata Firli, KPK juga telah dan sedang melakukan kajian sistem, evaluasi, dan memberikan rekomendasi untuk menghindari potensi terjadinya korupsi.
ADVERTISEMENT
"Yang terakhir kami telah melakukan kajian terhadap program kartu prakerja," tuturnya.
Dia mengungkapkan, berdasarkan data yang dimiliki KPK masih ada daerah-daerah rawan korupsi. Karenanya jangan sampai korupsi tetap terjadi di masa pandemi Covid-19. Firli menuturkan, berdasarkan data temuan KPK setidaknya ada tujuh area yang selalu terjadi korupsi. Di antaranya pelaksanaan PBJ; reformasi birokrasi berupa rotasi, mutasi, promosi, dan rekrutmen pegawai; pemberian izin-izin; mark up proyek pengadaan; fee proyek; dan uang 'ketok palu" pengesahan APBD.
"Saya berpesan betul, jangan sampai ini terjadi lagi," katanya.
Lebih lanjut Firli kembali mengingatkan para gubernur atas Surat Edaran (SE) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 terkait dengan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi yang telah diteken Firli pada 2 April 2020. Surat ini ditujukan dan telah disampaikan ke Ketua Pelaksana Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan Covid-19 dan seluruh Ketua Gugus Tugas tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
Firli Bahuri (tengah) saat Rapat Koordinasi dan Diskusi Interaktif pada Rabu, 24 Juni 2020. Foto: Humas KPK.
Dia menggariskan, penggunaan anggaran untuk penanganan Covid-19 harus dilaksanakan dengan itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karenanya para gubernur dan jajaran eksekutif di daerah harus terus menghindari delapan perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
ADVERTISEMENT
Satu, tidak melakukan persekongkolan dengan para penyedia barang/jasa untuk melakukan korupsi. Dua, tidak menerima dan memperoleh kick back dari penyedia. Tiga, tidak mengandung unsur penyuapan. Empat, tidak mengandung unsur gratifikasi. Lima, tidak mengandung unsur benturan kepentingan. Enam, tidak mengandung unsur kecurangan dan/atau mal administrasi. Tujuh, tidak ada niat jahat dengan memanfaatkan kondisi darurat. Delapan, tidak membiarkan terjadinya korupsi.
"Korupsi di masa pandemi ini ancamannya hukuman mati. Itu yang harus saya ingatkan," papar Firli.
Dia melanjutkan, refokusing dan realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 yang dilakukan di berbagai daerah baik tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota tidak menghambat upaya pembangunan di masing-masing daerah. Artinya belanja modal dan barang juga harus memperhitungkan penanganan Covid-19 dan melanjutkan pembangunan di daerah.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, ujar dia, penanganan Covid-19 juga harus memperhatikan ketahanan dan keberlanjutan ekonomi di daerah serta pemasukan/penghasilan masyarakat agar masyarakat dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Upaya menjaga ketahanan keberlanjutan ekonomi serta aktivitas masyarakat pun harus tetap berpegang teguh pada protokol kesehatan.
"Tentu sesuai dengan amanat Presiden juga, dalam masa pandemi ini kegiatan ekonomi juga tidak boleh berhenti, lapangan pekerjaan juga tertutup, PHK (pemutusan hubungan kerja) tidak boleh terjadi. Sehingga kegiatan aktivitas masyarakat tetap berjalan, dapurnya itu masih ngebul. Jadi itu yang paling penting. Saya kira, misalnya ada proyek pembangunan, yang jual pasir tetap jalan, yang gali pasir tetap jalan, yang jual bata tetap jalan, tukang bangunan, ibu-ibu masih tetap bekerja," ucap Firli.
ADVERTISEMENT
Wakil Gubenur Papua Klemen Tinal menyatakan, penyebaran Covid-19 di Provinsi Papua terjadi sejak Maret 2020. Penyebaran terjadi karena ada kluster yang berasal Jakarta, Jawa Barat, dan Makassar. Sejak itu pula, tutur Klemen, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua melalui berbagai upaya penanganan dan penanggulangan Covid-19. Satu di antaranya, tutur dia, dengan melakukan refokusing kegiatan dan realokasi anggaran untuk kepentingan penanganan dan penanggulangan Covid-19.
"Kami mengambil tindakan-tindakan yang bersifat refokusing sehingga di mana budget dari APBD itu kita gunakan untuk kepentingan (penanganan dan penanggulangan) Covid-19 ini," ujar Klemen.
Gubernur Sumsel Herman Deru mengungkapkan, sebenarnya masalah yang dihadapi masing-masing daerah berbeda-beda saat masa pandemi Covid-19 masih berlangsung. Dia menuturkan, dalam konteks penanganan Covid-19 sebenarnya Kemendagri perlu mengevaluasi kembali keputusan yang ada dalam Instruksi Mendagri sehubungan dengan refokusing dan realokasi anggaran di setiap daerah. Evaluasi ini guna memperbaiki refokusing pada angka atau presentase tertentu.
ADVERTISEMENT
"Karena variabel persoalan itu sangat berbeda-beda," kata Herman.
Politikus Partai Nasional Demokrat ini sepakat dengan Firli Bahuri bahwa pembangunan infrastruktur di daerah tidak boleh berhenti mesti saat ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19. Menurut Herman, jika pembangunan di daerah berhenti maka akan menggangu ketahanan ekonomi di lapangan atau masing-masing daerah. Dia mencontohkan, jika pemerintah daerah harus melakukan refokusing anggaran sebesar 50 persen maka sebagian pekerjaan yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) bisa terhapus 100 persen.
"Itu mengakibatkan para buruh misalnya yang tadinya bekerja menjadi tidak bekerja. Itu salah satu contoh. Harapan kami, daerah bisa berinovasi dan berimprovisasi sendiri. Karena kekhawatiran kita bukan hanya dari jumlah (kasus) positif (Covid-19) yang banyak, tapi harusnya kita berpikir berapa angka keberhasilan sembuh dan minimnya angka kematian. Jadi jangan hanya kita dibawa dalam situasi yang panik," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Herman menjelaskan, dengan kepanikan seperti itu maka akan membuat kondisi ekonomi di setiap daerah akan rusak. Dia mencontohkan lagi, percuma saja ada program bantuan stimulus untuk perlindungan dan pemulihan bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM) tetapi masih ada kepanikan di lapangan. Herman menggariskan, pemerintah pusat pun jangan sekadar sibuk meminta daerah untuk menurunkan jumlah kasus positif Covid-19.
"Kekhawatiran kita selama ini, hanya sibuk dengan jumlah positif yang banyak. Padahal jumlah yang banyak itu adalah hasil tracing, yang penting bagaimana treatment-nya. Karena mudah saja bagi kami untuk merendahkan angka positif itu, cukup tidak usah melaporkan saja bisa kami membuat jumlah (kasus positif Covid-19) minim," paparnya.
Dia berpandangan, selama ini yang muncul adalah kecaman ketika suatu daerah melaporkan adanya penambahan jumlah kasus positif Covid-19. Harusnya laporan tersebut diberikan penghargaan karena menunjukkan keagresifan dan keefektifan pemerintah daerah melakukan penelusuran dan pendataan di lapangan.
ADVERTISEMENT
"Saya ulangi, kalau kita mau hanya dipuji untuk tidak banyak angka positif, tidak usah kami laporkan," ucap Herman.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengungkapkan, Pemprov Jabar melakukan refokusing yang berakibat hampir seluruh proyek pengadaan barang/jasa dihentikan sementara waktu. Pria yang karib disapa Kang Emil ini lantas menyampaikan ihwal hasil kajian dari Universitas Padjajaran (Unpad) bahwa ekonomi bergerak karena empat pilar. Masing-masing yaitu ekspor, investasi, daya beli, dan pemerintah. Akibat pandemi Covid-19, kata dia, ekspor, daya beli, dan investasi telah padam.
"Nah ini belanja pemerintah jangan sampai padam. Karena semuanya fokus ke Covid-19, maka tidak ada gerakan dari ekonomi ini. Sehingga salah satu yang kami percayai dan apresiasi adalah dibolehkannya kami melakukan peminjaman daerah," ujar Kang Emil.
ADVERTISEMENT
Dia menegaskan, Pemprov Jabar akan mengajukan permohonan peminjaman daerah ke perusahaan BUMN yakni PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI, Persero). Pengajuan tersebut akan disampaikan melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Pinjaman yang nantinya diterima, kata Kang Emil, akan dipergunakan sebagai kompensasi atas refokusing anggaran yang habis untuk penanganan Covid-19.
"Sehingga ekonomi bisa gerak lagi. Sehingga tadi, investasi, daya beli, dan ekspor bisa di-trigger oleh belanja negara yang diperbesar. Dan, ini mudah-mudahan tidak membuat ekonomi di bawah nol persen, tapi masih bisa bergerak kalau Jawa Barat bisa sampai 3 persen," ungkapnya.
Ridwan Kamil saat Rapat Koordinasi dan Diskusi Interaktif pada Rabu, 24 Juni 2020. Foto: YouTube/KPK RI.
Gubernur Kalbar Sutarmidji mengungkapkan, untuk penanganan Covid-19 maka Pemprov Kalbar membutuhkan alat kesehatan (alkes). Tapi dia tidak menyebutkan alkes tersebut untuk ditempatkan di rumah sakit rujukan saja atau juga termasuk di puskesmas. Yang pasti kata Sutarmidji, Pemprov mengalami masalah pada harga alkes karena sering berubah-ubah. Hal ini, kata dia, bisa dilihat pada perbandingan harga satu alkes di e-catalogue Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
ADVERTISEMENT
"Masalah harga alat kesehatan, ini masalah betul bagi kita. Hari ini bisa segini, hari ini bisa segitu. Kemudian di e-catalogue adanya satu banding 10. Nah apakah e-catalogue itu masih berlaku atau tidak, apakah sudah di-update atau tidak. Nah itu jadi masalah bagi kita," tegas Sutarmidji.
Lebih lanjut dia sependapat dengan Herman Deru ihwal anggaran di setiap daerah dan perbedaan masalah yang dihadapi masing-masing daerah. Menurut Sutarmidji, pemotongan anggaran berupa refokusing dan realokasi seharusnya terlebih dipahami tentang perlakuan anggaran oleh pemerintah pusat. Dia menjelaskan, kalau belanja barang di tingkat provinsi, maka kalau di kabupaten/kota bisa sama dengan belanja modal. Ketika ada hibah pun maka statusnya menjadi belanja barang.
Sutarmidji lantas mencontohkan refokusing anggaran sebesar Rp 600 miliar yang kemudian ditempatkan sebagai belanja tidak terduga (BTT). Alokasi BTT dengan angka sebesar itu, ternyata juga tidak bisa digunakan begitu saja. Padahal, menurut dia, dengan anggaran Rp 600 miliar sebenarnya bisa dipakai untuk mempekerjakan 10.000 orang. Jumlah 10.000 orang tersebut kalau bekerja selama 20 hari maka rata-rata per oran akan memperoleh Rp 2 juta.
ADVERTISEMENT
"Nah lalu kalau kita diarahkan, dana itu gunakan aja untuk kegiatan-kegiatan, nggak bisa. Dana BTT sudah ada ketentuan penggunaannya. Nah ini masalah-masalah kita yang harus diselesaikan," ungkapnya.
Daerah Rawan Korupsi dan Peran APIP
Firli Bahuri mengungkapkan, sebagai pengingat bagi 34 gubernur yang mengikuti Rapat Koordinasi dan Diskusi Interaktif maka Firli perlu menghadirkan data para pelaku korupsi yang pernah ditangani KPK kurun tahun 2004 hingga 2019. Dari unsur kepala daerah, ada 21 gubernur dan 119 wali kota/bupati/wakil. Karenanya bagi para kepala daerah termasuk 34 gubernur yang ada tidak menambah daftar panjang pelaku yang ditangani KPK, apalagi melakukan korupsi di saat pandemi Covid-19.
"Jangan ditambah lagi, jangan bertambah lagi. Karena mohon maaf, kami tidak bangga dengan nangkap gubernur dan bupati, itu sedih kita. Tapi kalau gubernur, bupati, penyelengara negara melakukan tindak pidana korupsi, pasti akan kita lakukan penindakan secara tegas. Apalagi dalam situasi pandemi, pasti akan kita lakukan penindakan secara tegas, karena ini adalah perbuatan berat karena dilakukan pada masa bencana," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Sehubungan dengan daerah rawan korupsi, Firli memaparkan, berdasarkan data penanganan kasus (perkara) korupsi yang ditangani KPK sepanjang tahun 2004 hingga 2019 terdapat sepuluh daerah dan pemerintah pusat yang paling banyak terjadi korupsi. Urutan paling atas ada pemerintah pusat dengan 359 kasus. Peringkat dua diduduki Provinsi Jawa Barat dengan 101 kasus. Peringkat tiga, Provinsi Jawa Timur dengan 85 kasus.
Peringkat empat, Provinsi Sumatera Utara dengan 64 kasus. Peringkat lima, Provinsi DKI Jakarta dengan 61 kasus. Peringkat enam, Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau dengan 51. Peringkat tujuh, Jawa Tengah dengan 49 kasus. Peringkat delapan, Provinsi Lampung dengan 30 kasus. Peringkat sembilan, Provinsi Banten dengan 24 kasus. Peringkat sepuluh, ditempati empat provinsi yakni Sumatera Selatan, Bengkulu, Kalimantan Timur, dan Papua dengan masing-masing 22 kasus.
ADVERTISEMENT
Tumpak Haposan Simanjuntak menuturkan, pemerintah telah menerbitkan puluhan kebijakan terkait penanganan pandemi Covid-19 dan dalam rangka merespon situasi terkini. Dia mengungkapkan, Kemendagri menyadari bahwa ada kerentanan dan risiko dalam pengelolaan APBD pasca refokusing anggaran yang meliputi tiga fokus kegiatan yaitu penanganan kesehatan, dampak ekonomi dan jaring pengaman sosial. Karenanya Tumpak meminta pemerintah daerah melakukan langkah-langkah yang dapat meminimalisir risiko kebocoran APBD.
"Pemda agar menetapkan urutan prioritas belanja dan mengendalikan secara ketat pengeluaran. Selain itu, menyusun anggaran kas secara cermat sehingga tidak terjadi gagal bayar. Dan, menerapkan prinsip money follow program,” kata Tumpak.
Dia melanjutkan, Kemendagri juga terus mengingatkan agar para kepala daerah mendorong APIP melakukan pendampingan dan pengawasan agar refokusing tidak hanya cepat untuk mengakomodir tiga fokus tersebut. Menurut Tumpak, para kepala daerah harus mendorong APIP untuk menjalankan prinsip kehati-hatian dengan berkoordinasi kepada institusi pengawasan lainnya seperti BPK, BPKP, dan bahkan aparat penegak hukum.
ADVERTISEMENT
Tumpak membeberkan, bimbingan dan pengawasan yang dijalankan oleh APIP di setiap daerah harus berorientasi pada pencegahan dan mitigas risiko melalui asistensi dan post audit. Ada 10 yang harus menjadi fokus APIP. Masing-masing yaitu percepatan refokusing anggaran, penerimaan dana dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat, alokasi belanja hibah dan bantuan sosial, ketersediaan anggaran kesehatan, ketersediaan anggaran penanganan dampak ekonomi, ketersediaan penyediaan jaring pengaman sosial, ketersediaan anggaran darurat bencana, penatausahaan belanja tidak terduga, pengadaan barang dan jasa, dan kecukupan pangan dan keberlangsungan industri.
"Agar pemda juga membuat skala urutan prioritas kemudian melakukan pengendalian secara bertahap,” paparnya.
Dia menambahkan, hingga Rabu, 24 Juni 2020 ada 22 persen dari yang sebagian besar adalah pemerintah kota dan kabupaten yang belum pernah menyampaikan laporan pendampingan APIP ke Kemendagri melalui Tim Monitoring yang telah dibentuk Mendagri Jenderal Polisi (Purnawirawan) Muhammad Tito Karnavian. Padahal Kemendagri telah menyampaikan bahwa setiap daerah harus memberikan laporan berkala pada tanggal 5 setiap bulan.
ADVERTISEMENT
Tumpak menjelaskan, Tim Monitoring terdiri atas unsur Inspektorat Jenderal (Itjen), Direktorat Jenderal Keuangan Daerah (Ditjen Keuada), Ditjen Otonomi Daerah (Otda), Biro Hukum, dan Biro Perencanaan Kemendagri. Tim ini bertugas mengawal proses refokusing dan realokasi anggaran, pelaksanaan, hingga pelaksanaan post audit.
“Tim inilah yang melakukan assessment dan asistensi terhadap APIP di daerah melalui komunikasi dan pelaporan tadi yang setiap tanggal 5. Oleh karena itu kami mohon para gubernur mendorong semua bupati dan wali kota agar mengingatkan APIP-nya menyampaikan hasil assessment pendampingan di dalam pelaksanaan APBD hasil refokusing dan realokasi," tegasnya.
Dia menggariskan, berdasarkan laporan yang diperoleh Kemendagri dari APIP di sejumlah daerah bahwa ada enam temuan APIP terkait refokusing dan realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19. Pertama, untuk pengadaan barang dan jasa terjadi kelangkaan barang, harga fluktuatif, dan batang tidak sesuai standar. Kedua, data bansos tidak akurat dan belum dipadankan dengan nomor induk kependudukan (NIK). Ketiga, rencana kebutuhan belanja tidak sesuai atau tidak tepat sasaran.
ADVERTISEMENT
Keempat, data penduduk yang menjadi peserta kartu prakerja tidak dimiliki pemerintah daerah karena semua prosesnya secara daring. Kelima, kompetensi sumber daya manusia (SDM) atas pemahaman refokusing, pelaksanaan PBJ, dan lain-lain. Akibatnya terjadi kegamangan untuk belanja di masing-masing daerah. Keenam, sumbangan pihak ketiga tidak dicatat. Pemerintah daerah tidak mencatat secara tertib sumbangan dari pihak ketiga.
“Jadi untuk sementara ada enam sektor yang sangat berisiko yang kami lakukan analisis dan evaluasi,” ucapnya.
Muhammad Yusuf Ateh menyatakan, BPKP berkomitmen mengawal akuntabilitas atas penggunaan dan pemanfaatan keuangan negara dan daerah untuk penanganan Covid-19. Ateh mengungkapkan, Presiden Joko Widodo telah memberikan tiga arahan penting terkait penanganan Covid-19 saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengawasan Intern Pemerintah tahun 2020 yang berlangsung pada Senin, 15 Juni 2020. Ketiganya yakni pencegahan korupsi lebih utama, profesionalisme penegak hukum, dan kolaborasi antar-lembaga.
ADVERTISEMENT
Karenanya Ateh menegaskan, BPKP telah dan sedang melakukan berbagai langkah dalam percepatan penanganan Covid-19 sesuai dengan arahan atau instruksi Presiden. Dalam konteks pencegahan korupsi untuk penanganan Covid-19, tutur dia, maka sinergi antara APIP di daerah-daerah dengan BPKP sebagai pengawas eksternal harus maksimal dan ditingkatkan.
"Kami menyadari APIP ataupun auditor eksternal seperti BPK, BPKP memiliki kelebihan dan keterbatasan masing-masing. Namun, dengan sinergi dalam pemberantasan korupsi yang dilakukan sejak awal, kami melihat hal ini akan mempercepat pengendalian fraud," kata Ateh.
Muhammad Yusuf Ateh saat Rapat Koordinasi dan Diskusi Interaktif pada Rabu, 24 Juni 2020. Foto: YouTube/KPK.
Dia membeberkan, BPKP telah melakukan evaluasi atas alokasi anggaran penanganan Covid-19 di tingkat pusat dan daerah serta pemanfaatannya. Khusus untuk daerah, kata Ateh, hingga saat ini ada sekitar Rp 72,63 triliun dari APBD yang menjadi refokusing kegiatan dan realokasi anggaran pemerintah daerah untuk penanganan Covid-19.
ADVERTISEMENT
"Uang negara/daerah yang dialokasikan untuk penanganan COVID-19 sangat besar nilainya. Prioritasnya adalah memastikan manfaatnya betul-betul sampai ke masyarakat," ujarnya.
Ateh melanjutkan, jika uang negara sudah terlanjut bocor maka manfaat yang seharusnya sampai ke masyarakat sudah pasti tidak dapat di-deliver atau delivery-nya akan terhambat. Karenanya ujar dia, pencegahan korupsi harus menjadi prioritas para kepala daerah termasuk 34 gubernur. Menurut dia, untuk mengawal akuntabilitas dalam masa kedaruratan pandemi Covid-19 tentu skema layering peran APIP, BPKP, dan aparat penegak hukum (APH) tidak dapat dijalankan seperti dalam kondisi normal.
"Diperlukan adaptasi yang relevan. Kolaborasi peran ketiganya diperlukan sejak awal, sehingga kapasitas untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah menjadi semakin kuat dan dapat dilakukan sedini mungkin," paparnya.
ADVERTISEMENT
Dia menambahkan, kolaborasi tersebut harus benar-benar dioptimalkan untuk menguatkan peran satu sama lain dalam melindungi uang negara/daerah. Ateh mengakui, memang peran APIP, BPKP, dan APH memiliki kelebihan dan keterbatasannya masing-masing. Misalnya, APIP lebih dilibatkan dalam proses bisnis dan pengambilan keputusan manajemen, BPKP atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki daya paksa yang lebih kuat atas temuan, dan APH memiliki sense dan kewenangan yang sangat kuat untuk penindakan.
"Kolaborasi diarahkan untuk membangun kombinasi optimal dari peran ketiga institusi tersebut," ucapnya.
Klemen Tinal menyatakan, seluruh jajaran Pemprov Papua sangat berterima kasih kepada KPK melalui Tim Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Satgas Korsupgah) Koordinasi Wilayah (Korwil) VIII yang secara intensif dan masif terus melakukan pendampingan kepada Pemprov Papua selama dua tahun terakhir. Klemen membeberkan, dengan pendampingan Tim Korsupgah KPK maka seluruh jajaran Pemprov Papua telah melakukan berbagai upaya dan tindakan pencegahan korupsi. Dengan pendampingan Tim Korsupgah KPK, maka capaian kinerja pencegahan korupsi Provinsi Papua berdasarkan data sistem monitoring centre for prevention (MCP) KPK telah masuk zona hijau.
ADVERTISEMENT
"Sehingga hari ini kita Provinsi Papua telah berada di zona hijau dengan 69 persen (di MCP KPK). Mudah-mudahan dengan situasi Covid ini berlalu tren ini akan naik, sehingga Papua bisa menjalankan organisasi pemerintahan dengan baik sesuai dengan standar-standar yang ditetapkan," ungkap Klemen.
Gubernur Banten Wahidin Halim menyoroti tentang status Provinsi Banten yang masih masuk daftar 10 besar daerah yang tertinggi korupsi sebagaimana disampaikan Firli Bahuri. Menurut Wahidin, dengan data itu maka image yang tetap muncul di masyarakat adalah Banten merupakan daerah rawan korupsi. Data yang dilansir Firli, kata Wahidin, terjadi kurun 2004 hingga 2019. Menurut Wahidin, sejak dia menjabat sebagai Gubernur Banten pada Mei 2017 sebenarnya tidak ada korupsi yang terjadi dan ditangani KPK. Karenanya dia meminta KPK memperbaiki data tersebut.
ADVERTISEMENT
"Saya mohon mungkin ada perbaikan. Apakah dari 2017 Banten masih tertinggi tindak pidana korupsinya? Saya kira itu dari saya, terima kasih Pak Ketua," kata Wahidin.
Menanggapi pernyataan Wahidin, Firli Bahuri mengungkapkan, dia pernah berdinas di Provinsi Banten kurang lebih 1 tahun 2 bulan. Karenanya Firli cukup memahami karakteristik Banten baik dinamika sosial maupun masyarakat serta geliat pembangunan di Banten. Firli mengatakan, data 10 daerah rawan korupsi atau dengan korupsi tertinggi mencakup tahun penanganan kasus atau perkara korupsi oleh KPK sepanjang tahun 2004 hingga 2019.
"Mudah-mudahan setelah Bapak (Wahidin) dilantik kemarin (tahun 2017) yang kami terima juga di KPK, sejak Bapak (Wahidin menjabat sebagai Gubernur) tidak ada lagi korupsi," ungkap Firli.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan, korupsi bisa tidak ada dan bisa diberantas kalau semua pihak ikut berperan aktif pada tiga hal. Masing-masing setiap pribadi atau orang per orangan tidak ingin melakukan korupsi, tidak ada kesempatan atau peluang, dan masing-masing individu takut melakukan korupsi. Kalau seorang individu hanya takut saja, tutur Firli, maka dia bisa berkreasi dan mencari cara lain supaya tidak takut.
"Jadi kita akan garap korupsi ini dengan melibatkan masyarakat, melalui pendidikan masyarakat, melalui pencegahan korupsi, dan melalui penegakan (penindakan) korupsi yang tegas. Jadi untuk data Bapak (sejak Wahidin menjabat sebagai Gubernur) tidak ada (korupsi yang ditangani KPK). Mudah-mudahan tidak ada," katanya.
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi menyatakan, Pemprov Sumut bergerak cepat dengan telah melakukan refokusing APBD untuk penanganan Covid-19 di wilayah Sumut sejak awal terbentuknya organisasi Gugus Tugas Penanganan Covid-19. Refokusing tersebut ditujukan untuk tiga hal. Masing-masing yakni aspek/sektor kesehatan yang berkaitan langsung dengan Covid-19, jaring pengaman sosial (JPS), dan stimulus ekonomi. Secara keseluruhan Sumut telah mengalokasikan Rp 1,5 triliun yang dibagi tiga tahap.
ADVERTISEMENT
"Tahap pertama, dari bulan Maret sampai Juni itu adalah Rp 500 miliar. Tahap kedua, di 1 Juli sampai dengan Oktober itu 500 (Rp 500 miliar). Dan, tahap ketiga, berikutnya sampai dengan Desember," ujar Edy.
Sehubungan dengan pencegahan korupsi, Edy menegaskan, upaya dan tindakan pencegahan korupsi telah dan sedang terus dilakukan Pemprov Sumut termasuk terkait dengan penanganan Covid-19. Edy mengklaim, sejak pertama kali menjabat sebagai Gubernur Sumut maka Edy telah memiliki komitmen kuat untuk menjalankan pencegahan korupsi. Komitmennya pun bermula sesaat setelah Edy dan Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah dilantik yang kemudian bersama tujuh gubernur-wakil gubernur lain dibawa oleh Mendagri periode 2014-2019 Tjahjo Kumolo bertemu dengan pimpinan KPK dan jajaran. Pertemuan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu, 5 September 2018.
ADVERTISEMENT
Edy menggariskan, berbagai upaya dan tindakan pencegahan korupsi yang telah dilakukan Pemprov Sumut mencakup sejumlah hal. Di antaranya penerapan sistem elektronik meliputi penerapan transaksi non tunai, penerapan e-budgeting, e-planning, e-perizinan, dan lainnya secara transparan, akuntabel, dan mudah diakses; optimalisasi PAD; inventarisasi dan pengamanan aset; hingga diversifikasi kegiatan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan. Bentuk diversifikasi ini dilaksanakan dengan probity audit, audit forensik, audit kepatuhan, pembinaan reguler, dan pembinaan sepanjang waktu dan berkelanjutan.
Edy Rahmayadi (ketiga dari kiri) saat Rapat Koordinasi dan Diskusi Interaktif pada Rabu, 24 Juni 2020. Foto: Biro Humas Pemprov Sumut.
Berikutnya, kata Edy, Pemprov Sumut melakukan penguatan fungsi inspektorat sebagai APIP dengan 24 tugas dan kewenangannya dengan penambahan anggaran dan sumber daya alam, peningkatan kapabilitas APIP, dan nilai maturitas sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP). Selanjutnya percepatan dan peningkatan penanganan pengaduan masyarakat di Inspektorat, pembinaan dan peningkatan implementasi SPIP, dan meningkatkan capaian indikator pemerintahan yang baik.
ADVERTISEMENT
Capaian indikator tersebut, tutur Edy, mencakup Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP), Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD), laporan kinerja, reformasi birokrasi, hingga pelaksanaan dan peningkatan capaian monitoring centre for prevention (MCP). Selain itu ujar Edy, Pemprov Sumut juga terus melakukan koordinasi, kerja sama, kemitraan, dan sinergitas dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), KPK, BPKP, dan aparat penegak hukum (APH).
"Ini kami lakukan, mudah-mudahan korupsi tidak ada lagi di Sumut. Kami berupaya untuk itu. Jadi kalau saya salah, nanti kalau saya ditangkap, yang dampingi saya adalah Ketua KPK ikut bersama-sama, maka Ketua KPK, Ketua BPKP ikut bersama-sama saya. Saya apresiasi Ketua KPK melakukan pencegahan. Tolong kami dibantu untuk melakukan pencegahan ini. Bantu. Yakinkan bahwa saya tidak sepintar orang-orang semua, tapi percayakanlah iman saya masih terjaga," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan, kerja sama dan koordinasi pencegahan korupsi terus dilakukan Pemprov Jatim bersama sejumlah pihak. Khofifah mencontohkan, dalam konteks pencegahan korupsi terkait dengan penanganan Covid-19 maka tim Internal Pemprov bersama Tim Satgas Korsupgah KPK, BPKP Perwakilan Provinsi Jatim, Asisten Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, dan perwakilan Inspektorat pemerintah kabupaten/kota menggelar rapat konsolidasi pada Rabu, 24 Juni 2020 sekitar pukul 13.00 WIB.
"Jadi sebelum melanjutkan distribusi BST (Bantuan Sosial Tunai) dan JPS (Jaringan Pengamanan Sosial) perluasan, kami akan menyampaikan hasil pemadanan filterisasi, kami menemukan NIK (Nomor Induk Kependudukan) menerima bantuan di format yang sama di KK (kartu keluarga)-nya. Ini kan basisnya keluarga," tutur Khofifah.
ADVERTISEMENT
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo membeberkan, harus diakui bahwa setelah dilakukan refokusing anggaran memang potensi korupsi bisa sangat tinggi. Pasalnya dengan kondisi kedaruratan di masa pandemi Covid-19 maka sistem pengadaan barang/jasa sangat mudah dan pejabat bisa langsung membeli kebutuhan terkait dengan penanganan Covid-19. Karenanya ujar Ganjar, Inspektorat Pemprov Jateng ditugaskan untuk mengawal seluruh belanja barang.
"Maka hampir seluruh belanja yang akan kami keluarkan, Inspektorat kami lah yang kemudian menjadi palang pintu. Palang pintunya apa? Semua yang mau dibelanjakan harus direviu Inspektorat dulu," ujar Ganjar.
Dengan peran Inspektorat, kata Ganjar, Pemprov Jateng akhirnya dapat mencegah beberapa usulan yang sebelumnya tumpang tindih. Contohnya untuk jalur pengamanan ekonomi yang akan disalurkan untuk UMKM yang hampir semua ada program pengadaan masker. Ketika akan ada pengadaaan masker, ada harga yang berbeda maupun ongkos yang berbeda.
ADVERTISEMENT
"Maka kemudian saya tertibkan, eh, yang bisa soal masker untuk menstimulus ekonomi hanya tempat-tempat tertentu. Umpama Dinas Ekonomi dan UMKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, yang (Dinas) Kesehatan nggak usah. Kesehatan fokus saja pada penanganan kesehatan. Maka kami bisa menghemat belanja-belanja yang tumpang tindih di awal itu. Ini yang kemudian bisa kita geser untuk penguatan lembaga-lembaga yang ada," ucapnya.
Ridwan Kamil mengungkapkan, Pemprov Jabar menugaskan Inspektorat guna mengawal dan mengawasi proses refokusing dan realokasi anggaran hingga penggunaannya untuk penanganan Covid-19. Selain Inspektorat, pria yang karib disapa Kang Emil ini mengatakan, Pemprov Jabar juga dibantu oleh personil Kejati Jabar dan Polda Jabar yang ditugaskan atau di-BKO-kan. Segala bentuk pembelian apapun terkait Covid-19 harus melewati assessment dari Inspektorat Pemprov, personil Kejati Jabar, dan personil Polda Jabar.
ADVERTISEMENT
"Supaya kami tidak dipersalahkan tanpa prosedur," ungkap Kang Emil.
Dia membeberkan, secara umum terkait dengan APBD di daerah terdapat berbagai modus untuk mengakalinya. Satu di antaranya modus penunjukan langsung untuk pengadaan barang/jasa dengan anggaran Rp 200 juta. Untuk penunjukan langsung dengan anggaran demikian, ujar Kang Emil, tidak ada aturan yang membatasi presentasenya. Sehingga, kata dia, ada banyak pihak yang bermain pada penunjukan langsung dengan alasan tidak ada aturan yang membatasi presentasenya. Akibatnya ada banyak bangunan atau proyek yang kualitas diragukan.
"Salah satu modus yang hanya bisa diselesaikan oleh KPK, Kemendagri, dan BPKP penunjukan langsung yang 200 jutaan. Mohon Bapak Sekjen (Sekretaris Jenderal) sampaikan ke Mendagri buat peraturan yang membatasi di daerah itu tentang belanja langsung 200 jutaan. Karena triliunan bisa direceh-receh," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Gubernur Maluku Murad Ismail menyatakan, ada dua aspek utama yang dijalankan Pemprov Maluku terkait dengan pencegahan korupsi guna penanganan dan penanganan pandemi Covid-19. Satu, meningkatkan akuntabilitas Pemprov Maluku melalui Inspektorat Pemprov bekerjasama dengan BPKP Perwakilan Provinsi Maluku, dan Kejati Maluku telah dan terus mengawasi penggunaan anggaran selama masa pandemi Covid-19.
Dua, dia menjelaskan, untuk pelaporan monitoring dan evaluasi (monev) dalam pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) maka Inspektorat Pemprov Maluku telah melakukan monev terhadap Biro Administrasi Pembangunan dan Pengadaan Barang/Jasa Pemprov serta Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa di setiap kabupaten/kota.
Murad membeberkan, setelah dia dan Barnabas Nathaniel Orno dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku bersama dua gubernur-wakil gubernur lain kemudian dibawa oleh Mendagri periode 2014-2019 Tjahjo Kumolo ke KPK guna bertemu dengan pimpinan KPK, Deputi Bidang Pencegahan KPK, dan jajaran. Pertemuan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu, 12 Juni 2019. Dalam pertemuan tersebut, Murad memastikan komitmennya mencegah korupsi.
ADVERTISEMENT
"Kami berjanji di Maluku tidak ada korupsi, Pak Ketua KPK. Dan, kami siap menjadi agent KPK untuk daerah Maluku," tegas Murad.
Dia kemudian mengomentari pernyataan Firli Bahuri tentang prinsip yang harus dijalankan kepala daerah yakni pelaksanaan janji kampanye dan masalah kewenangan pengelolaan anggaran. Murad membeberkan, Firli dan KPK tidak perlu khawatir dengan Provinsi Maluku. Menurut dia, sebagai mantan anggota Polri maka Murad memegang teguh prinsip dan berpedoman bahwa pengabdian tanpa batas kepada rakyat adalah segalanya.
"Dan saya tidak akan bermain-main dengan masalah korupsi," ujar mantan Komandan Brimob Mabes Polri ini.
Sebelum bagian akhir pernyataan, Murad meminta agar Firli Bahuri bersedia datang dan hadir di Provinsi Maluku bersama Tim Satgas Korsupgah Korwil VII yang dipimpin Adlinsyah Malik Nasution saat pelaksanaan kegiatan pencegahan korupsi. Permintaan Murad sama seperti disampaikan Edy Rahmayadi agar Firli datang ke Provinsi Sumut. Murad mengatakan, atas permintaan Edy itu Firli telah menyatakan bersedia.
ADVERTISEMENT
"Untuk itu kami minta Pak Ketua KPK datang ke Maluku untuk melihat dan orang Maluku bisa melihat bahwa Ketua KPK datang di sini sehingga pencegahan korupsi bisa terjadi dan tidak ada di Maluku," pintanya.
Murad melanjutkan, sebagai Gubernur Maluku maka dia tidak stres meski baru satu tahun menjabat. Bagi dia, seorang gubernur yang telah mendapat jabatan harus mengingat bahwa jabatan itu merupakan amanah. Sebagai amanah, maka seorang gubernur termasuk Murad harus jujur dan adil dalam menjalankan amanahnya untuk kepentingan masyarakat yang dipimpin.
"Tergantung dari mindset kepala daerah, kalau mindset-nya macam-macam pasti dia stres. Kami tidak stres karena mindset kami isinya hanya membangun Maluku ke depan dengan kelebihan dan kekurangan yang kami punya, dengan networking yang ada pada kami," ucap Murad.
Murad Ismail saat Rapat Koordinasi dan Diskusi Interaktif pada Rabu, 24 Juni 2020. Foto: Humas KPK.
Firli Bahuri mengatakan, dia bersedia untuk datang ke Provinsi Maluku sama seperti kesedian Firli untuk menyambangi Provinsi Sumut. Firli mengungkapkan, KPK mengapresiasi apa yang telah dilakukan Pemprov Maluku sebagaimana disampaikan Murad Ismail. Pasalnya salah satu ciri dari good governance adalah bagaimana menjaga transparansi dan akuntabilitas serta meningkatkan kinerja aparatur pemerintah dan menjauhkan dari unsur-unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme.
ADVERTISEMENT
"Janji, Pak Gubernur Maluku, saya akan penuhi terkait dengan datang ke Maluku terkait dengan pencegahan. Kami sebenarnya sudah berbagi, kami pimpinan ada lima, kami berbagi akan ke seluruh provinsi/kabupaten/kota," kata Firli.
Kesemrawutan Data dan Inovasi Para Gubernur
Saat Rapat Koordinasi dan Diskusi Interaktif bersama Ketua KPK, Kepala BPKP, dan Inspektur Jenderal Kemendagri, data kependudukan hingga penyaluran berbagai bentuk bantuan sosial (bansos) paling banyak mendapat sorotan dari para kepala daerah.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X menceritakan pengalaman DIY saat melakukan penyaluran BLT. Pemprov DIY membantu penerima Program Keluarga Harapan (PKH) di bawah Rp 600 ribu menjadi Rp 600 ribu. Caranya, untuk PKH di bawah Rp 600 ribu juga menerima sembako reguler dan sembako perluasan. Untuk penyaluran tiga program bantuan ini, tutur Sri Sultan, Pemprov mendasarinya semua datanya by name by address dan semua lewat Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Tapi setelah Pemprov melakukan pemadanan secara utuh data dari ketiga program tersebut, ternyata banyak data yang duplikasi. Misalnya ada penduduk yang telah meninggal dunia, nama orangnya dobel (ganda), dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
"Jadi ini sangat sangat banyak, jadi setelah yang tiga ini kita lihat semuanya. Dari pengalaman itu kami hanya mohon agar data DTKS ini diverifikasi kembali agar valid. Sehingga program-program bantuan itu tidak salah sasaran. Karena data itu selalu bertambah. Ada yang memang berkurang, (karena) ada yang meninggal, ada yang sudah tidak miskin lagi, dan sebagainya," tegas Sri Sultan.
Dia menjelaskan, tiga program tadi merupakan kewenangan Pemprov DIY berdasarkan kesepakatan Pemprov dengan kabupaten/kota. Di luar itu, program bantuan lainnya dibantu oleh APBD kabupaten/kota dan dana desa. Karenanya Sri Sultan berharap ada ada kemudahan dalam pola pertanggungjawaban atas pembagian tiga aspek yakni bantuan dari provinsi, berasal dari kabupaten/kota, dan bersumber dari dana desa.
ADVERTISEMENT
"Tapi tetap saya mohon dari teman-teman gubernur tolong betul-betul dilihat data nama dan alamat dari DTKS itu betul-betul diperbandingkan dari tiga program itu. Karena pengalaman kami seperti ini, banyak yang dobel," katanya.
Gubernur Gorontalo Rusli Habibie mengungkapkan, data atau DTKS menjadi polemik di Provinsi Gorontalo terutama di tingkat desa. Pasalnya masyarakat merasa dengan data tersebut membuat ada yang menerima bantuan dan ada yang ditinggalkan atau dibuat tidak mendapatkan bantuan. Karenanya Rusli menyampaikan usul yang sama seperti Sri Sultan Hamengkubuwono X agar DTKS segera dan secepatnya diperbaiki. Jika DTKS tidak diperbaiki, menurut dia, maka ada banyak masyarakat yang menjadi korban dengan tidak mendapatkan bantuan. Persoalan kedua, tutur Rusli, yakni persoalan data BPJS Kesehatan.
ADVERTISEMENT
"Kalau seperti ini, menurut saya, Indonesia akan bangkrut. Karena (bagi) masyarakat tidak jelas. Contohnya di Gorontalo ada yang mendapat bantuan, langsung masuk ke rekening itu orangnya mampu. Dan, dengan jujurnya orang tersebut datang ke kelurahan mengembalikan uang Rp 600 ribu yang diterima tidak sesuai dengan data, karena dia merasa tidak miskin dan dia mampu," ujar Rusli.
Mantan Bupati Gorontalo Utara ini memaparkan, perbaikan DTKS maupun data peserta BPJS Kesehatan harus langsung melibatkan Kementerian Sosial (Kemensos) agar tidak terjadi pelanggaran atau kesalahan pembagian dan penentuan bantuan. Kemensos sebaiknya menugaskan petugas lapangan untuk setiap hari melakukan perbaikan data di daerah-daerah. Tujuannya agar keterbaruan data penduduk yang meninggal atau tidak miskin lagi.
"Sehingga datanya ter-update tiap hari. Bukan tiap bulan, tiap tahun, tapi tiap hari. Kita bisa mendapatkan data day by day dari desa, tingkat desa itu dilakukan oleh petugas Kementerian Sosial langsung. Sehingga kami menyarankan agar membuat aplikasi di tingkat kecamatan yang petugasnya langsung dari Kementerian Sosial. Jadi harus ditaruh di seluruh kecamatan di Indonesia," paparnya.
ADVERTISEMENT
Rusli mengungkapkan, saran tersebut disampaikan dengan melihat kategori kemiskinan penduduk. Kemiskinan terjadi dengan empat kategori yakni hampir miskin, miskin, sangat miskin, dan pura-pura miskin. Menurut dia, penduduk yang pura-pura miskin inilah yang sering bertambah jumlahnya. Rusli menuturkan, penduduk yang pura-pura miskin dapat berasal dari penduduk yang sebenarnya kaya.
"Begitu mereka mendapat informasi ada bantuan, yang kaya pun menjadi orang miskin karena ingin mendapat bantuan tersebut. Kalau begini, Indonesia akan bangkrut, memberikan subsidi. Bahkan di Gorontalo terjadi, setelah kita turunkan 4.500 ASN, saya turunkan ke kabupaten/kota sampai tingkat desa untuk mendata DTKS yang sebenarnya. Ternyata untuk BPJS saja hampir 40 persen salah sasaran. Bahkan ada oknum anggota DPRD masih menerima BPJS. Ini kan sangat lucu," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Sutarmidji menyatakan, ada dua masalah utama yang dialami oleh kita bersama termasuk di Provinsi Kalbar yakni koordinasi dan data. Menurut dia, sampai saat ini data tidak akan pernah ditemukan secara valid kalau koordinasi masih buruk. Karenanya untuk DTKS, maka ke depan tahapan validasinya dilakukan secara berjenjang mulai dari RT. Setelah validasi dilakukan RT kemudian diserahkan ke RW dan divalidasi RW, RW menyerahkan ke desa dan divalidasi di tingkat desa, hingga desa menyerahkan ke kecamatan dan divalidasi kecamatan.
"Sehingga masing-masing punya tanggung jawab terhadap masyarakat yang berada di bawah tanggung jawab dia," kata Sutarmidji.
Dia mengatakan, masalah pemberian bansos kepada masyarakat termasuk di Provinsi Kalbar pun terjadi karena adanya perbedaan keputusan/kebijakan dari tiga pihak. Satu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menyebutkan dana desa dialokasikan sekian persen untuk Bantuan Langsung Tunai-Dana Desa (BLT-DD). Dua, Mensos Juliari Peter Batubara mengutarakan nilai BLT-DD untuk keluarga penerima manfaat (KPM) sebesar Rp 600 ribu untuk tiga bulan pertama.
ADVERTISEMENT
"Nah persentase misalnya 30 (persen) tak nyambung dengan Rp 600 ribu. Ditambah lagi masyarakat pegang ucapan Presiden, yang terdampak. Nah ini kan luas yang terdampak ini. Jadi tiga hal ini menimbulkan konflik di dalam masyarakat," tuturnya.
Sutarmidji saat Rapat Koordinasi dan Dialog Interaktif pada Rabu, 24 Juni 2020. Foto: YouTube/KPK RI.
Sutarmidji menggariskan, untuk mengantisipasi konflik di masyarakat kian besar akhirnya Sutarmidji mengambil kebijakan sedikit berbeda. Dia mengarahkan dan menyampaikan ke para kepala desa agar melakukan musyawarah di tingkat desa ihwal besaran BLT-DD yang akan disalurkan kepada masyarakat.
"Kalau misalnya mereka sepakat masyarakat dapat 200 (Rp 200 ribu), saya bilang, asal tidak terjadi bentrok ya silakan. Yang penting musyawarah, musyawarah di desa. Jadi antara aturan Mendes, aturan Mensos, dan arahan (Presiden) itu tak sama. Ini masalah kita ini," paparnya.
ADVERTISEMENT
Mantan Wali Kota Pontianak ini menambahkan, buruknya koordinasi dan data juga tampak dari data yang dimiliki Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dukcapil di setiap daerah. Di Provinsi Kalbar, tingkat perbedaan data dua instansi tersebut mencapai kisaran 7 persen hingga 10 persen. Perbedaan data yang signifikan ini membuat Sutarmidji dan Pemprov Kalbar kesulitan membuat kebijakan.
"Antara statistik (BPS) dengan Capil, itu bedanya bisa 7 sampai 8 persen. Bagaimana kita bisa buat kebijakan kalau data penduduk kota beda antara dua instansi ini. Bahkan ada yang 10 persen. Jadi data Capil dengan data itu (BPS) beda 10 persen," ucap Sutarmidji.
Murad Ismail memaparkan, BPKP serta KPK dan Kemendagri pun mestinya berperan aktif menangani masalah tumpang tindih data bansos saat masa pandemi Covid-19. Perbedaan data penduduk miskin yang ada di DTKS dengan data yang ada di lapangan kerap kali membuat pemerintah daerah kesulitan menyalurkan bantuan kepada masyarakat. Sebenarnya kata Murad, masyarakat percaya dengan pemerintah daerah, tapi karena ada masyarakat yang semestinya menerima bantuan malah tidak dapat kemudian membuat masyarakat tidak percaya.
ADVERTISEMENT
"Ini masalah data terus kita di daerah, masalah data untuk pengiriman bantuan sosial tidak sesuai dengan apa yang ada di daerah. Sehingga masyarakat bertanya-tanya kepada kita, masalah-masalah pembagian bantuan sosial dengan mengatakan daerah itu tidak transparan," ungkap Murad.
Ridwan Kamil menegaskan, seharusnya kebijakan pemerintah pusat sehubungan penanganan Covid-19 disampaikan melalui satu pintu yakni lewat 'mulut' Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan Covid-19. Kebijakan satu pintu ini menurut dia, berlaku selama rentang masa pandemi Covid-19 terjadi. Karenanya bagi pria yang karib disapa Kang Emil ini, Gugus Tugas Nasional harusnya bersifat super body.
"Jadi semua kebijakan pemerintah pusat itu 'mulutnya' dari Gugus Tugas. Mau kebijakan perhubungan, ekonomi, lain-lain, selama dalam rentang yang namanya Covid-19," ujar Kang Emil.
ADVERTISEMENT
Penyampaian kebijakan pemerintah pusat tidak satu pintu, menurut dia, pun berakibat pada pembagian dan penyaluran bansos ke masyarakat. Kang Emil menceritakan, untuk penyaluran bansos di Provinsi Jabar saja ada sembilan pintu. Di antaranya bantuan yang diberikan gubernur, bupati, Mensos dengan beberapa pintu, Mendes PDTT, Menteri Tenaga Kerja, Menteri Pariwisata, dan sebagainya. Akibatnya ada warga yang lebih dulu mendapat bansos. Bagi yang belum mendapat bantuan malah marah-marah karena menyangka tidak dapat.
"Nah itu membuat kita untuk mengevaluasi ke depan, bahwa problem kita itu data. Bahkan dalam satu kementerian datanya bisa beda, saya pernah temukan. Jadi problem Indonesia di masa depan, kalau kita disergap lagi oleh interupsi-interupsi seperti ini (Covid-19) adalah data, one data policy itu harus menjadi sebuah kebijakan yang kuat. Mohon diperkuat oleh KPK," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Ganjar Pranowo membeberkan, kondisi pandemi Covid-19 mengingatkan kita bersama tentang ketidaklengkapan dan kebelumsempurnaan akan banyak aspek. Satu di antaranya, menurut dia, yakni data kependudukan di Indonesia. Karenanya ujar Ganjar, Pemprov Jateng berinisiatif melakukan data cleansing atau menganalisa kualitas data dengan mengubah atau mengoreksi atau menghapus data. Bagi Ganjar, Indonesia termasuk seluruh daerah membutuhkan integrasi data.
"Data integrasi ini menjadi penting. Tapi kalau perdebatannya ke sana, maka izin kami membagi pengalaman saja," tutur Ganjar.
Politikus PDIP ini memaparkan, Dinas Sosial Pemprov Jateng memberikan dan menyampaikan usulan kepada kabupaten/kota agar memprioritaskan penyaluran bantuan pada penduduk yang sudah dijamin dulu. Ketika berbicara tentang bansos, maka yang pertama adalah penduduk yang sudah terdaftar sebagai penerima PKH, BPNT, BST baik dari pusat maupun berasal dari dana desa, dan bantuan kabupaten/kota.
ADVERTISEMENT
"Baru provinsi terakhir. Maka yang tidak terjamin, itu kita masukkan dalam kotak khusus ya DTKS yang kita perluas sendiri. Kenapa? Karena memang selalu bertambah datanya. Maka dengan itu kami memang berikan catatan kurang sempurna," paparnya.
Misalnya lanjut Ganjar, usulan dari kabupaten/kota sebanyak 20.000 penduduk tapi kemudian Provinsi menetapkan pemberian untuk 7.000 penduduk. Pihak yang tidak masuk kategori 7.000 penerima bahkan sempat memprotes hal tersebut ke Ganjar. Kepada orang tersebut, Ganjar menyampaikan, bahwa 13.000 penduduk yang tidak disetujui itu karena tidak ada KK dan NIK serta telah menerima bentuk bantuan lainnya.
"Ini duit negara. Maka konflik itu kemudian terjadi. Tugas kami adalah meredam konflik. Lebih baik sakit hati dari pada kita tidak governance," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks itulah, Ganjar menggariskan, di tingkat provinsi kemudian Pemprov membuat satu data yang terintegrasi sendiri di mana tim Pemprov membuat cek list nama penduduk yang telah mendapatkan bantuan tidak bisa lagi menerima bantuan. Bagi yang tidak menerima bantuan karena tidak memenuhi syarat tapi meminta bantuan, Pemprov menyalurkan bantuan yang berasal dari sumber lainnya.
"Kita kasih (berikan) yang dari CSR (corporate social responsibility), dari sumbangan masyarakat, dan yang terakhir kita berikan juga bantuan yang kita gunakan baznas, zakat, infak, sadaqah. Ini untuk meredam konflik yang kemungkinan terjadi," ujar Ganjar.
Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan, Pemprov Jatim telah melakukan pemadanan atau filterisasi data penduduk miskin dengan data DTKS. Filterisasi dilakukan oleh Dinas Dukcapil dan Dinas Komunikasi dan Informatika Jatim. Dari hasil filterisasi, Pemprov menemukan ada NIK yang sama di beberapa program bantuan. Misalnya untuk Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) ada 174.528 NIK dengan KK sama. Berikutnya NIK yang sama di Bantuan Sosial Tunai (BST) sejumlah 165.872. Untuk JPS provinsi ada 52.509 NIK yang sama.
ADVERTISEMENT
"Ini kan basisnya keluarga. Di KK yang sama beberapa data tersebut. Data ini hasil sementara dan masih berproses. Kami terus melakukan pemadanan secara horizontal di provinsi kemudian vertikal ke bawah kami koordinasikan dengan terutama Dinas Sosial masing-masing kabupaten/kota," kata Khofifah.
Dia membeberkan, distribusi bantuan berbasis DTKS berada di 40 persen terbawah. Dengan adanya JPS perluasan, BPNT perluasan, dan BLT-DD serta Pemprov juga ada program bantalan sosial, maka ada perluasan dari 40 persen DTKS tersebut. Khofifah menjelaskan, 40 persen DTKS berada datanya di Kemensos.
Khofifah Indar Parawansa (tengah) saat Rapat Koordinasi dan Dialog Interaktif pada Rabu, 24 Juni 2020. Foto: YouTube/KPK.
Khofifah menjelaskan, sebenarnya Indonesia telah memiliki Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Nyatanya kata dia, proses sosialisasi dan implementasinya di lapangan masih terus digerakkan. Berdasarkan UU ini, maka sangat dibutuhkan bottom up partisipation untuk pendataan fakir atau miskin atau fakir miskin. Ketentuan ini sudah ada dengan jelas pada Pasal 9 UU Nomor 13 Tahun 2011.
ADVERTISEMENT
"Masyarakat yang fakir atau miskin atau fakir miskin mereka disediakan untuk proaktif, kemudian mendaftar ke kepala desa, kemudian ke lurah, camat, dan seterusnya. Format inilah yang harus kita konsolidasikan lebih kuat lagi, agar update data itu betul-betul bersifat bottom up. Kalau update data itu dari atas, pasti sangat mahal sekali," ujarnya.
Mantan mensos ini kembali mengingatkan, seluruh pihak semestinya menjalankan konsolidasi untuk pelaksanaan bottom up partisipation sesuai amanah UU Nomor 13 Tahun 2011. Konsolidasi menjadi sangat penting, menurut dia, karena kemiskinan bersifat dinamis. Sehingga Khofifah mengajak pemerintah pusat dan daerah bersama-sama melakukan pembaruan data, verifikasi, dan pemadanan secara terus menerus dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
"Sehingga KK basisnya adalah keluarga. Kalau di Undang-Undang ini bukan rumah tangga, basisnya adalah IT, di Pasal 10 basisnya adalah IT, dan kemudian ada kartu identitas yang itu akan diputuskan oleh menteri. Menteri di sini adalah menteri yang menyelenggarakan bidang sosial," ucap Khofifah.
ADVERTISEMENT
Pahala Nainggolan menegaskan, dia merupakan Sekretaris Tim Nasional Pencegahan Korupsi (Timnas PK) yang menyelenggarakan Strategi Nasional (Stranas PK). Utilisasi NIK untuk perbaikan bansos masuk dalam satu program utama Stranas PK yang telah berjalan satu tahun setengah. Artinya perbaikan DTKS dengan kewajiban memadankannya dengan NIK merupakan keharusan bagi pemerintah pusat dan daerah. Karena dengan NIK, maka dapat menunjukkan dan memastikan apakah penduduk itu ada atau tidak.
Saat ini, kata Pahala, terdapat perkembangan bahwa ada mutasi penduduk di NIK sekitar 1 juta orang di Indonesia. Guna mengantisipasi itu, maka Kemensos dan Direktorat Jenderal Dukcapil Kemendagri telah tersambung melakukan pemadanan DTKS maupun data lainnya di Kemensos dengan data NIK yang berada di Ditjen Dukcapil. Harapannya perbaikan data tersebut dapat segera rampung.
ADVERTISEMENT
Pahala mengungkapkan, ada beberapa provinsi yang telah berhasil melakukan pemadanan data kependudukan termasuk DTKS dengan NIK. Contohnya kata dia, Pemprov DIY dan Pemprov Jatim. Model verifikasi, validasi, dan pemadanan di dua provinsi ini akan dipakai modelnya oleh KPK untuk diterapkan di daerah lain. Tujuannya supaya proses validasi dan pemadanan data bisa lebih cepat.
"Jogja (DIY) justru sudah berhasil membersihkan datanya sendiri. Model Jogja ini akan kita replikasi ke Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara yang merupakan 52 persen dari data DTKS. Pada kesempatan ini saya izin kepada Pak Gubernur untuk pinjam modelnya," ujar Pahala.
Sehubungan dengan bansos, KPK juga telah meluncurkan aplikasi 'Jaga Bansos' pada aplikasi JAGA. Aplikasi ini berbasis sistem android dan iOS. Selain melalui telepon seluler, masyarakat pun bisa mengakses JAGA melalui situs https://jaga.id. Aplikasi JAGA bertujuan untuk perbaikan dan peningkatan layanan publik. Fitur Jaga Bansos melengkapi lima fitur lain sebelumnya yakni pendidikan, desa (termasuk di dalamnya dana desa), fasilitas kesehatan, anggaran, dan perizinan. Fitur Jaga Bansos diluncurkan secara virtual oleh Ketua KPK Firli Bahuri melalui video telekonferensi bersama Mensos Juliari Peter Batubara dan Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh pada Jumat, 29 Mei 2020.
ADVERTISEMENT
Fitur Jaga Bansos sengaja diluncurkan guna mengawal pemberian dan penyaluran bansos di masa pandemi Covid-19. Baik yang disalurkan tingkat pusat maupun daerah. Fitur baru ini ada supaya masyarakat berperan aktif mengawal pengalokasian bansos dan mencegah potensi terjadinya korupsi. Dengan fitur baru ini pula, masyarakat dapat memberikan informasi dan melaporkan jika ada dugaan penyimpangan pemberian dan penyaluran bansos. Selain itu pada fitur ini juga menyediakan informasi panduan ringkas tentang bansos.
Hingga 12 Juni 2020 saja, KPK telah menerima 303 keluhan/laporan dari masyarakat tentang penyaluran bansos. Keluhan ditujukan kepada 130 pemerintah daerah (pemda) yang terdiri dari 9 pemerintah provinsi dan 121 pemerintah kabupaten/kota di 27 provinsi dan 2 kementerian serta satu komunitas masyarakat.
ADVERTISEMENT
Provinsi yang paling banyak menerima keluhan adalah Jawa Barat dengan total 74 keluhan meliputi 20 pemda. Berikutnya adalah Jawa Timur dengan total 48 keluhan di 15 pemda dan Jawa Tengah menerima 32 keluhan di 20 pemda. Sedangkan instansi yang paling banyak menerima keluhan adalah Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sebanyak 10 keluhan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu 9 keluhan, Pemkab Lampung Selatan 8 keluhan, Pemkab Sukabumi 7 keluhan, dan Pemprov Jawa Timur 7 keluhan.
Dari 303 keluhan, paling banyak yaitu masyarakat mengadukan tidak menerima bansos meskipun telah mendaftar dengan jumlah 134 keluhan. Enam topik keluhan lainnya yakni bantuan dana yang diterima jumlahnya kurang dari yang seharusnya dengan jumlah 32 laporan, bantuan tidak dibagikan oleh aparat kepada penerima bantuan dengan 28 laporan, nama di daftar bantuan tidak ada (penerima fiktif) dengan 14 laporan, mendapatkan bantuan lebih dari satu dengan 4 laporan, bantuan yang diterima kualitasnya buruk 3 laporan, seharusnya tidak menerima bantuan tetapi menerima bantuan 2 laporan, dan beragam topik lainnya dengan total 86 laporan.
ADVERTISEMENT
Dari seluruh keluhan yang masuk, sebanyak 20 keluhan telah selesai ditindaklanjuti oleh pemda, sebanyak 115 keluhan dengan status ‘diteruskan’ masih menunggu respon pemda, sebanyak 118 keluhan dengan status ‘dikonfirmasi’ sehubungan dengan informasi yang harus dilengkapi oleh pelapor, dan 20 keluhan dengan status ‘diterima’ masih dalam proses verifikasi. Sisanya 30 keluhan lainnya dengan status ‘dihapus’ karena dihapus oleh pelapor maupun laporan ganda.
Penanggulangan dan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia membutuhkan kerja bersama semua anak bangsa. Penggunaan anggaran hingga pelaksanaan berbagai program sudah seharusnya diarahkan untuk kepentingan rakyat banyak. Denyut ekonomi dan geliat pembangunan memang tidak boleh dilupakan, keduanya mesti terus berdetak. Tapi para pemangku kepentingan, pelaksana kebijakan, hingga setiap individu di masyarakat harus benar-benar mengingat bahwa penyelamatan dan keselamatan nyawa rakyat merupakan tujuan utama.
ADVERTISEMENT
Pada sisi lainnya, para pengambil keputusan dan pelaksana kebijakan harus pula tetap melaksanakan berbagai upaya pencegahan korupsi. Para pengawas tingkat pusat dan daerah memegang peranan kunci. Para kepala daerah teruslah berkreasi dan berinovasi. Tapi jangan lupa juga, kreasi dan inovasi yang diambil dan dijalankan tidak boleh melampaui batas rambu-rambu yang telah tersedia.[]