Review 'John Denver Trending' dari Jogja NETPAC Asian Film Festival

Shandy Gasella
Penikmat dan pengamat film - Aktif meliput kegiatan perfilman di Jakarta dan sejumlah festival film internasional sejak 2012
Konten dari Pengguna
26 November 2020 19:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shandy Gasella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
★★★★☆ | Shandy Gasella
Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) merupakan salah satu festival film terkemuka dan terus berkembang di wilayah Asia, tahun ini melangsungkan gelaran ke-15-nya secara online mulai dari 25 hingga 29 November 2020. JAFF bekerjasama dengan streamer tanah air Klik Film, menghadirkan sebanyak 57 film panjang dan 71 film pendek dari total 29 negara yang berpartisipasi.
ADVERTISEMENT
Semua dapat disaksikan pelanggan Klik Film lewat layar ponsel atau televisi pintar semaunya, kapan pun, dan di mana pun selama festival film masih berlangsung. Padahal jika kita mengunjungi festival film secara langsung, memilih film apa yang bakal kita tonton, lantas menjadwalkannya dengan agenda kita agar tak bentrok, merupakan pekerjaan tersendiri yang menyita waktu dan tenaga, belum lagi usaha untuk bergegas pergi dari satu theater ke theater lain demi mengejar jam tayang film yang kita incar, memang itu merupakan sebuah pengalaman seru dan "seni" tersendiri, tetapi perlu diakui hal itu juga cukup melelahkan. Maka, janganlah disia-siakan kesempatan langka ini. Mari kita berfestival!
Still adegan film 'John Denver Trending' | Dok. JAFF
Film pertama yang saya tonton dari 57 film panjang yang tersedia melalui Klik Film ini ialah 'John Denver Trending' garapan sutradara asal Filipina Arden Rod Condez. Film berdurasi satu setengah jam ini merupakan debutnya menyutradarai film panjang, dan hasilnya sungguh mengesankan. Arden Rod Condez menyuguhkan sebuah kisah yang terinspirasi dari fenomena kontemporer yang saya percaya tengah terjadi di belahan dunia mana pun, yakni tentang cyberbullying dan dampaknya, yang dalam film ini menimpa seorang anak lelaki 14 tahun tak bersalah bernama John Denver, disampaikan sedemikian rupa dengan pendekatan dan sensitivitas yang mengingatkan saya pada sutradara asal Lebanon Nadine Labaki dengan karyanya yang berjudul 'Capernaum' (2018).
Still adegan film 'John Denver Trending' | Dok. JAFF
'John Denver Trending' memang memiliki cerita berbeda dengan 'Capernaum', tetapi ia mirip secara gaya visual, dan disampaikan lewat keintiman yang sama dalam setting tempat yang raw (mentah). Penata kamera Rommel Sales membingkai adegan-adegan dengan shot demi shot dinamis, kameranya selalu mengikuti karakter utama (John) dan pendukung (Ibunya John) yang senantiasa bergerak, tanpa kita pernah kehilangan fokus atas apa yang terjadi pada mereka. Para karakter film seolah hidup di dunia nyata dengan segala permasalahan, interaksi antar karakter, yang juga dihadirkan setelanjang mungkin.
ADVERTISEMENT
Cerita bermula di sebuah sekolah SMP Katolik di pedesaan Filipina. John Denver (Jansen Magpusao) tengah latihan menari bersama teman-temannya untuk sebuah acara di sekolahnya. Baru sebentar latihan berjalan, ia sudah di-bully atau dirundung oleh teman-temannya yang memelorotkan celananya lantas menertawakannya. John pun kesal kemudian pamit pulang duluan. la bergegas ke ruang kelas untuk mengambil tasnya yang disimpannya di sana. Sekelebatan kita melihat kabel charger iPhone/iPad menggantung dari colokan listrik, tak jauh dari tempat di mana tasnya diletakkan. Kemudian ketika John tengah mengarah pulang, baru sampai gerbang sekolah ia dicegat temannya yang menuduhnya telah mencuri iPad miliknya yang sepengakuannya sedang di-charge di dalam kelas. John diminta untuk menunjukkan isi tasnya, tetapi walaupun ia tak mengambil iPad seperti yang dituduhkan, ia menolak membuka resleting tasnya, dan justru malah memukuli sang penuduh hingga babak belur. Kejadian tersebut direkam oleh teman-temannya, lantas rekamannya diposting ke media sosial dengan ditambahi narasi bohong yang menyatakan bahwa John telah mencuri iPad dan menganiaya sang pemiliknya.
Still adegan film 'John Denver Trending' | Dok. JAFF
Postingan tersebut viral (trending), dan semua orang mengutuk John. Ibu dari si anak yang menuduhnya mencuri pun melaporkannya kepada kepolisian. Dan, belakangan banyak pula teman di sekolahnya yang ikut bersuara menyatakan pengalaman buruk mereka bersama John, satu di antaranya bercerita pernah dilempar batu oleh John hingga menyebabkannya cedera, yang lain mengaku bekal makan siangnya pernah dicuri John. Dan John memang mengakui segala cerita itu, tetapi ia bersikukuh, dan kita sama-sama tahu, bahwa ia tak mencuri iPad seperti yang dituduhkan. Anak remaja yang malang ini, anak seorang janda pekerja serabutan yang ditinggal mati suaminya ini, dihakimi dan dimusuhi oleh seisi dunia. Hanya kita yang tahu bahwa ia tak bersalah, tetapi kita tak dapat berbuat apa-apa. Kita tak dapat menolongnya!
ADVERTISEMENT
Penulis-sutradara film membuat kita sebagai penonton terlibat secara emosional hingga kita merasa sebagai bystander (saksi) tak berguna, yang hanya dapat merasa iba dan kasihan terhadap nasib sial nan keji yang menimpa John. Dan itu sesuatu yang pedih.
Still adegan film 'John Denver Trending' | Dok. JAFF
Siapa sangka film yang dapat merangkum fenomena bersosial media, berikut efek buruk yang ditimbulkan dari postingan berita bohong (hoax) yang kita ketahui merupakan hal lumrah yang dapat dijumpai sehari-hari, dibuat sedemikian baik, sedemikian artistik, sedemikian berani, tegas mengkritisinya, oleh sineas Filipina yang baru sekali ini membuat film panjang. Film ini penting dan mesti ditonton oleh siapa pun, di mana pun, sebagai bahan renungan atau pengingat bagi siapa saja yang jari jemarinya sering gatel berpendapat atau memberi komentar melalui media sosial terhadap sesuatu hal yang tak diketahuinya secara pasti.
ADVERTISEMENT
Adegan penutup yang menampilkan Ibu John tengah mencari keberadaan anaknya itu, kita juga diperlihatkan teman-teman dan guru sekolahnya tengah bersuka cita padahal merekalah biang keladi yang menyengsarakan John. Tak dapat menemukan anaknya, sang ibu lantas berjalan pulang sambil kita mendengar lagu Bunda Maria dinyanyikan murid-murid sekolah. Kita tahu kenyataan seperti apa yang menantinya di rumah. Imaji akan cerita alkitab yang mengisahkan kematian Yesus disalib tebersit seketika. Dan nampaknya sejarah tengah dan selalu berulang, tetapi kita lagi-lagi bebal.