Konten dari Pengguna

Sejarah Perkapalan Nusantara

Siti Khoiriyah
Sedang belajar nulis
8 Oktober 2022 5:59 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siti Khoiriyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar: Peta Indonesia. Sumber: Shutterstock.
zoom-in-whitePerbesar
Gambar: Peta Indonesia. Sumber: Shutterstock.
ADVERTISEMENT
Kita semua tentunya telah sering mendengar ungkapan 'nenek moyang kita seorang pelaut'. Sebagai bangsa yang sejarahnya erat dengan pelayaran, kita harus mengetahui teknologi perkapalan Nusantara. Berikut sedikit mengenai sejarah teknologi perkapalan di Nusantara.
ADVERTISEMENT
Sebelum kapal api ditemukan, kapal dan perahu di Indonesia terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu kapal lesung dan kapal papan. Meskipun kedua kapal tersebut paling sederhana, namun dalam pembuatannya memerlukan teknik khusus. Evolusi teknologi kapal dapat di urutkan pada zaman pra-sejarah, dimana sampan sudah cukup dikenal disamping rakit. Ini dibuktikan dengan ditemukannya lukisan pre-historis di Pulau Kei Kecil yang terdapat di dinding gua atau batu karang meskipun tidak begitu jelas bentuknya.
Kerajaan Sriwijaya juga telah mengembangkan teknologi perkapalan guna mengawasi perdagangan dan daerah koloninya. Bobot Kapal Sriwijaya mencapai 250-1000 ton dengan panjang 60 meter yang mampu menampung seribu orang, belum termasuk muatan barang. Jika bukti ini benar, maka teknologi kapal Indonesia dapat di katakan sebagai yang terbaik di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Pada abad ke-15 sebelumnya juga telah di kenal Perahu Kora-Kora. Di gambarkan sebagai perahu terbaik pada abad ke-15 oleh Pigafetta, karena model perahu ini cukup bagus. Perahu ini merupakan perahu yang paling terkenal, karena VOC mengadopsi Kora-Kora dalam pelayaran Hongi mereka di Maluku dan sering kali di gunakan untuk berperang oleh kerajaan-kerajaan lokal melawan penguasa Eropa ataupun dengan kerajaan-kerajaan lokal lainnya.
Pada abad ke-16 M saat orang-orang Eropa pertama kali sampai di perairan Nusantara mereka terpesona pada Kapal Jong, karena ukurannya lebih besar dari kapal-kapal para penjelajah Eropa dan memiliki keunikan konstruksi yang tidak pernah mereka temukan sebelumnya. Kapal ini memiliki kargo dengan kapasitas besar, papan lambung yang berlapis, dan mempunyai beberapa layar. Kapal Jong berperan penting dalam perdagangan di Asia Tenggara dalam mengangkut barang-barang dagangan dari wilayah timur Nusantara, Jawa, dan Sumatera untuk di kirim ke berbagai kota-kota dagang, khususnya Malaka.
ADVERTISEMENT
Keahlian arsitek kapal Jawa juga terkenal namun hanya terbatas pada kapal-kapal kecil yang bisa berlayar cepat untuk keperluan perang. Menurut orang Belanda, pusat galangan kapal di Jawa adalah Lasem. Di perkirakan puluhan pasukan kapal yang di gunakan oleh Adipati Unus untuk menggempur Malaka adalah dari galangan Kapal Lasem ini.
Di bagian Timur kepulauan nusantara, pusat galangan kapal terdapat di pulau-pulau Kei. Setiap tahun kapal dan perahu yang baru selesai di buat berangkat dari Kei ke pelabuhan Maluku untuk di jual. Para pengunjung pulau Kei memuji keahlian Orang Kei dalam teknologi membuat kapal. Gambaran yang demikian menunjukkan bahwa tradisi maritim yang telah mempengaruhi budaya Kei di dukung oleh sebuah pengetahuan teknik perkapalan yang sudah mulai sebelum abad ke-19 M.
ADVERTISEMENT
Selain kapal di atas, juga ada Kapal Padewakang. Kapal ini ada sejak abad ke-18 M, merupakan kapal utama dari jenis kapal lainnya. Padewakang-padewakang milik pedagang Mandar, Makassar, dan Bugis berlayar ke seluruh Samudera Indonesia diantara Irian Jaya dan Semenanjung Malaya. Kapal Padewakang ini populer sebagai Armada Teripang, karena para pedagang Makassar menggunakan kapal jenis ini untuk berburu teripang yang kemudian di jual kepada pedangan Cina. Terlepas dari itu semua, keadaan ini menunjukkan bahwa jiwa bahari telah menghasilkan banyak jenis kapal sesuai dengan keperluan setempat.