Bersama Menuju Indonesia Bebas Stunting

Suhito
Direktur Eksekutif Rumah Sosial Kutub, Pelopor Gerakan Sedekah Minyak Jelantah, dan Pembina Relawan Indonesia Tersenyum (RIT)
Konten dari Pengguna
20 Februari 2022 16:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Suhito tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gerakan 'Anakku Bebas Stunting.' Foto: Dok. Rumah Sosial Kutub.
zoom-in-whitePerbesar
Gerakan 'Anakku Bebas Stunting.' Foto: Dok. Rumah Sosial Kutub.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lima hari menjelang tahun 2022, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI telah mengumumkan hasil SSGI atau Studi Status Gizi Indonesia, baik secara nasional maupun berdasarkan provinsi ataupun kabupaten/kota. Salah satu paparan dari studi tersebut menyatakan bahwa angka stunting secara nasional pada tahun 2021 berada di angka 24,4 persen.
ADVERTISEMENT
Apa artinya angka tersebut? Benar, jika dibandingkan dengan studi yang sama pada tahun 2019, prevalensi stunting terjadi penurunan. Dua tahun lalu berada di angka 27,7 persen.
Namun tentu saja ikhtiar ini harus dikerjakan dengan lebih maksimal. Mengapa? Pertama, mengingat bahwa angka tersebut masih sangat jauh dari target RPJMN, yaitu 14 persen. Kedua, jika dikonversikan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengatakan bahwa saat ini terdapat lebih dari 30 juta anak usia dini di Indonesia. Spesifiknya adalah yang berusia kurang dari 1 tahun sebesar 13,56 persen serta yang berusia 1-4 tahun sebesar 57,16 persen. Ini artinya stunting itu bersemayam lebih di 5 juta jiwa balita Indonesia.
Berdasarkan angka-angka di atas, Indonesia memang harus gerak cepat untuk mencapai target yang masih jauh itu. Apalagi sejak tanggal 5 Agustus 2021 telah dihadirkan Peraturan Presiden tentang Percepatan Penurunan Stunting. Dalam peraturan ini, pemerintah via Kementerian Kesehatan mempunyai output diantaranya adalah mempublikasi angka stunting tingkat kabupaten/kota per tahun.
ADVERTISEMENT
Kita ketahui, secara legal stunting didefinisikan sebagai gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Nah, tentu harapan pemerintah dan kita sebagai masyarakat adalah angka publikasi yang nantinya akan dipaparkan pertahun itu mengalami penurunan. Mencapai target atau bahkan melampaui dari target. Selanjutnya, kita bersama juga berharap agar pencapaian target tersebut benar-benar menjadi realitas.
Secara matematis, jika sekarang persentasenya di angka 24,4 persen, maka ada jarak sekitar 10,4 persen untuk menuju target 14 persen pada 2024. Berarti rata-rata pertahun diperlukan penurunan lebih dari 3 persen. Pertanyaan selanjutnya, mungkinkah target-target ini tercapai?
ADVERTISEMENT
Selain pemerintah yang berusaha menghadirkan berbagai macam upaya, perlu juga upaya kita baik secara personal maupun komunal untuk memahami realitas stunting ini. Pertama, secara teoritis. Bahwa akan ada dampak besar kedepannya jika generasi dini hidup dalam perkembangan (fisik maupun mental) yang tidak optimal. Apalagi cita-cita besar kita adalah ingin melakukan panen generasi emas di 2024 nanti.
Kedua, kita harus bergerak bersama untuk menghadapi realitas ini. Tidak perlu menunggu lebih lama, langkah-langkah kecil itu harus dimulai. Satu bayi saja yang mampu kita selamatkan perkembangannya, maka itu sudah menjadi amunisi dan modal besar bagi bangsa ini nantinya. Apalagi jika dua, tiga, bahkan 5 juta lebih anak-anak itu. InsyaAllah, kita harus bisa.
Sebagai upaya memulai langkah-langkah kecil itulah, kami dari Rumah Sosial Kutub mencoba meluncurkan layanan 'Anakku Bebas Stunting.' Melalui relawan yang bergerak dalam tim health care, kami mencoba melakukan penelusuran ke rumah tangga yang anaknya terindikasi mengalami stunting. Selain memberikan edukasi kepada kedua orang tua dan keluarganya, kepada mereka juga diberikan paket gizi pangan.
ADVERTISEMENT
Diakui, tentu gerak ini masih sangat terbatas. Butuh kolaborasi dan kerjasama dari banyak pihak agar program ini lebih luas jangkauannya. Menjangkau lebih banyak anak yang terindikasi stunting. Menjangkau lebih banyak Ibu yang sedang mempersiapkan kehamilannya. Menjangkau lebih banyak orang tua agar memiliki pemahaman tentang gizi pangan. Tentu tidak lupa, memberikan gizi pangan bagi mereka yang membutuhkan.
Terakhir, kita tentu berdo'a agar kasus stunting di Indonesia ini tidak hanya mencapai target pada angka yang disebutkan di atas. Do'a kita lebih jauh dari itu. Bukankah amanah konstitusi kita telah mengamanahkan bahwa setiap anak berhak atas beberapa hal diantaranya kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang.
Semoga dengan kebersamaan kita bisa mewujudkan kelangsungan hidup anak-anak Indonesia dengan optimal: sehat jiwa dan sehat raga. Dalam hal prevalensi stunting, paling tidak kita bisa lebih rendah dari negara tetangga, misal Malaysia yang sudah 17 persen atau pun Singapura yang sudah mencapai 4 persen.
ADVERTISEMENT
Bersama, kita harus bisa! InsyaAllah...
*Suhito, Direktur Eksekutif Rumah Sosial Kutub & Pembina Relawan Indonesia Tersenyum (RIT)