Konten dari Pengguna

Sisdiknas Direvisi, Pasal TPG Tereliminasi?

Syafbrani ZA
X Cekgu II Suami penuh waktu dan penulis paruh waktu II Menulis buku, diantaranya: UN, The End... dan Suara Guru Suara Tuhan II Ketua Umum PTIC DKI 2021/2026 II Bergiat di Univ. Trilogi - Center for Teacher Mind Transformation (CTMT) FKIP Univ. Riau
30 Agustus 2022 16:52 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syafbrani ZA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kemendikbudristek mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dengan memberi masukan/pertanyaan. Foto: tangkapan layar web sisdiknas.kemdikbud.go.id
zoom-in-whitePerbesar
Kemendikbudristek mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dengan memberi masukan/pertanyaan. Foto: tangkapan layar web sisdiknas.kemdikbud.go.id
ADVERTISEMENT
Kegaduhan dari peristiwa hadirnya RUU Sisdiknas terjadi lagi. Jika sebelumnya terkait frase ‘madrasah’, kali ini terkait dengan hilangnya pasal-pasal penting yang berhubungan dengan Tunjangan Profesi Guru (TPG). Sebagaimana kita ketahui, RUU ini merupakan gabungan dari beberapa undang-undang yang bertemakan pendidikan — termasuk Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD).
ADVERTISEMENT
Dulu, kehadiran UUGD yang terdiri dari 84 pasal ini disambut gembira oleh seluruh guru (dan calon guru serta keluarga besar guru) di seluruh Indonesia. Banyak alasan untuk bergembira. Pertama, guru sebagai tenaga profesional sudah tidak menjadi bumbu-bumbu dalam diskusi dan teori saja, namun sudah diberikan payung hukum agar martabat dan perannya meningkat. Terutama dalam konteks peningkatan mutu pendidikan nasional.
Kedua, terkait tugas keprofesionalannya. Hak-hak guru dijamin dan diperjelas setidaknya melalui 11 poin (pasal 14 poin a-k). Ketiga, dan yang paling dianggap mengubah ‘takdir’ guru sejak masa itu adalah hadirnya tunjangan profesi. Tunjangan yang nilainya sebesar 1 (satu) kali gaji pokok. Keempat, kelima, keenam, ketujuh dan seterusnya profesi guru semakin menjanjikan dan menggembirakan.
ADVERTISEMENT
Kegembiraan ini tidak hanya terlihat dari mulai meningkatnya peminat lulusan SMA/sederajat untuk memilih jurusan-jurusan kependidikan. Mereka yang memilih jalan hidup untuk menjadi guru pun semakin pede dengan pilihannya. Profesi ini tidak kelas dua lagi, tapi sudah sejajar bahkan ‘terkesan’ melampaui profesi lainnya. Dan konon katanya, saat ini guru-guru (jomblo) adalah calon menantu idaman para mertua.
Walaupun tunjangan profesi itu tidak bisa otomatis didapatkan oleh para guru. Banyak prasyarat dan syarat yang harus dipenuhi. Banyak waktu dan energi yang harus dikorbankan. Banyak jalan yang harus ditempuh. Tetapi demi meningkatkan profesionalismenya, apapun bentuk peraturan yang diberikan. Bagaimanapun skema-skema yang arahkan. Dan, sesulit apapun rintangan yang harus dilewati. Para guru senantiasa patuh menjalankannya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, niat baik pemerintah untuk menghadirkan tatanan pendidikan bangsa yang lebih bermutu dan bermartabat jangan sampai merusak kegembiraan-kegembiraan yang sudah ada. Termasuk kegembiraan mereka yang hari ini sedang berjibaku di bangku perkuliahan untuk menjadi sarjana-sarjana pendidikan. Para calon guru.
Nah, hilangnya pasal yang secara eksplisit mengenai TPG pada RUU Sisdiknas ini membuat kegaduhan baru itu. Wajar. Para guru (dan calon guru serta keluarga besar guru) khawatir tentang nasib tunjangan ini ke depan. Terutama bagi mereka yang sedang dalam antrian untuk disertifikasi. Bayangan mendapatkan TPG sudah di depan mata. Begitu juga bagi para calon guru itu.
Di satu sisi pemerintah memang berharap agar tidak ada miskonsepsi dan misinterpretasi dalam memahami RUU ini. Tapi hilangnya pasal yang tadinya menjadi sumber kegembiraan itu tidak bisa juga dianggap biasa.
ADVERTISEMENT
Ketika kiblat terkait tunjangan ini nantinya diarahkan kepada UU ASN bagi guru ASN dan UU Ketenagakerjaan bagi guru non ASN. Tapi apakah kita bisa menemukan klausul yang tegas terkait tunjangan profesi bagi guru? Klausul yang persis termaktub dalam UUGD (pasal 15 dan 16) itu.
Tidak mungkin kita bicara perihal yang substansial semata, tetapi mengesampingkan kepastian hukum keberlangsungan TPG ini. Oleh karena itu, supaya tidak ada kesalahpahaman dalam penafsiran sebaiknya Kemendikbud Ristek hadirkan saja kembali pasal-pasal yang terkait tunjangan profesi guru. Dengan menghadirkannya, kita yakin lebih dari tiga perempat ‘permasalahan’ RUU Sisdiknas tuntas.
Setelah menghadirkan kembali pasal-pasal tersebut. Perlu juga langkah selanjutnya agar kegembiraan ini merata. Langkah selanjutnya itu adalah menuntaskan proses 1,6 juta guru yang sedang dalam antrian sertifikasi. Bahkan seharusnya PR ini dituntaskan terlebih dahulu sebelum melakukan revisi Sisdiknas. Dengan demikian ruang kesenjangan antara guru yang dapat tunjangan profesi dan yang belum (atau tidak dapat) akan semakin mengecil.
ADVERTISEMENT
Apakah kita pernah memikirkan kesenjangan ini secara langsung akan menimbulkan dampak psikologis di sekolah-sekolah? Langkah selanjutnya lagi, kembalikan formasi CPNS untuk guru. Bukan hanya dengan membuka formasi P3K — yang mempunyai masa kontrak.
Pemerintah perlu hati-hati melahirkan peraturan yang berkaitan dengan masa depan guru. Ada puluhan juta peserta didik (baca: pelajar) yang sedang diasuhnya. Apalagi kewajiban guru saat ini sangat kompleks. Mereka tidak hanya berjibaku dengan capaian pembelajaran, tetapi juga dituntut untuk selalu adaptif dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Disamping itu, problematika pelajar saat ini juga sangat kompleks bahkan diantaranya butuh pendampingan yang ekstra.
Di tengah beratnya tanggung jawab legal sekaligus tanggung jawab moral ini, sebaiknya dengan bergandengan tangan kita berikhtiar untuk terus menyalakan ekspresi-ekspresi kegembiraan bagi guru. Barangkali, lagi-lagi, saat ini salah satu jalannya itu adalah dengan menghadirkan kembali pasal tentang TPG pada Sisdiknas yang akan disahkan nantinya.
ADVERTISEMENT
Jangan sampai terbesit, apalagi sampai muncul pandangan-pandangan bahwa tunjangan profesi untuk guru ini membebani anggaran pemerintah pusat/daerah untuk kedepannya. Mari kita ikhlaskan agar para guru di seluruh Indonesia bisa sejahtera dan gembira. Persoalan dari mana sumber dana untuk membayarnya, itulah tugas negara dengan segala perangkat yang dimiliki. Dan, itulah tugas pemimpin sejak detik pertamanya menerima (atau meminta) amanah.
InsyaAllah dengan guru yang gembira, pembelajaran akan merdeka, dan pendidikan lebih bermakna.
Jadi, gimana Mas Menteri? Merdeka belajar itu bisa juga dimulai dari sini, dari memasukkan kembali pasal-pasal itu. Usul, barangkali perlu dihadirkan Merdeka Belajar episode 22: Jaminan Abadi Tunjangan Profesi Guru.
Setuju?
*Penulis adalah mantan guru, suami penuh waktu...