Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Hilangnya Perpustakaan dalam Mutu Pendidikan Tinggi
29 Desember 2024 14:28 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Taufiq A Gani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tulisan saya sebelumnya yang berjudul "Perpustakaan Sekolah, Kunci Mutu Pendidikan " (Kumparan, 26/12/2024) telah membahas pengembangan mutu perpustakaan sekolah sebagai kunci peningkatan mutu pendidikan. Kali ini saya ingin membahas jenis lain, yaitu perpustakaan perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
Walau sama-sama berada dalam lingkungan lembaga pendidikan, pembahasan ini harus dipisah. Penyebabnya adalah perpustakaan sekolah, madrasah dan perguruan tinggi berada di bawah struktur birokrasi yang berbeda (kementeriannya terpisah). Apalagi, regulasi yang menjadi landasan standar masing-masing jenis perpustakaan tersebut juga berbeda, meskipun berada di bawah satu payung undang-undang yang sama, yaitu Undang Undang Perpustakaan No 43 Tahun 2007.
Saya tertarik membahas manajemen mutu untuk perpustakaan, dilatarbelakangi dengan jejak pengalaman saya tujuh tahun lebih sebagai Kepala Perpustakaan dan Auditor Mutu Internal di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Ketertarikan bertambah karena mendapat tanggung jawab baru dalam pengembangan perpustakaan perguruan tinggi di Perpustakaan Nasional. Saya memandang manajemen mutu adalah konsep besar berupa pendekatan strategis dan sistematis untuk perbaikan berkelanjutan di seluruh aspek organisasi. Sementara itu, penjaminan mutu adalah sebuah upaya memastikan bahwa standar mutu yang telah ditetapkan dapat tercapai.
ADVERTISEMENT
Setelah membahas penjaminan mutu di perpustakaan sekolah, melalui tulisan ini saya ingin mengeksplorasi bagaimana penjaminan mutu dapat diterapkan pada perpustakaan perguruan tinggi, dengan kerangka regulasi yang tentunya berbeda.
Perpustakaan perguruan tinggi selama ini dikenal sebagai pilar utama dalam mendukung pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi: pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Data PDDikti (27/12/2024) menunjukkan dari 4.292 perguruan tinggi di Indonesia, hanya 2.571 perpustakaan (59,9%) yang memenuhi Standar Nasional Perpustakaan (SNP). Ketimpangan ini mencerminkan kesenjangan dalam implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) yang dapat berdampak pada kualitas pendidikan, penelitian, dan daya saing akademik nasional.
Perpustakaan yang belum memenuhi standar berpotensi menghambat akses terhadap sumber pembelajaran dan riset, yang esensial dalam mendukung Tridharma Perguruan Tinggi. Oleh karena itu, diperlukan percepatan integrasi perpustakaan dalam SPMI, kolaborasi lintas lembaga, serta program pendampingan untuk memastikan seluruh perguruan tinggi memiliki perpustakaan yang sesuai standar, sehingga memperkuat mutu pendidikan tinggi secara nasional.
ADVERTISEMENT
Namun, di tengah arus transformasi digital dan desentralisasi pendidikan tinggi, peran perpustakaan kian tergerus. Salah satu indikasi nyata adalah absennya penyebutan eksplisit perpustakaan dalam Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Padahal, dalam regulasi sebelumnya, seperti Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014, Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015, dan Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 yang telah dicabut, perpustakaan selalu disebutkan sebagai bagian dari standar sarana dan prasarana.
Perubahan ini menimbulkan kekhawatiran akan berkurangnya perhatian terhadap peran strategis perpustakaan dalam mendukung penjaminan mutu pendidikan tinggi. Apakah ini menandakan perpustakaan tidak lagi dianggap relevan, atau justru sinyal bahwa institusi pendidikan gagal mengoptimalkan potensi besar perpustakaan.
Perpustakaan: Fondasi Pendidikan Tinggi yang Terlupakan
ADVERTISEMENT
Perpustakaan bukan sekadar tempat menyimpan dan meminjam buku. Di era digital, perpustakaan telah bertransformasi menjadi pusat pengetahuan, inovasi, dan teknologi. Perannya dalam menyediakan akses ke sumber pembelajaran, repositori penelitian, dan jurnal ilmiah elektronik sangat krusial sebagai penggerak kemajuan akademik.
Namun, pergerakan yang dimaksud tidak mendorong perbaikan yang berterusan dan berkelanjutan. Penyebabnya adalah perpustakaan di perguruan tinggi sering sekali berjalan sendiri, tidak terkendalikan dalam sistem manajemen mutu pergerakan tinggi yang ditopang oleh Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Padahal, perpustakaan yang kuat, terkelola baik dan terus berkembang dapat menjadi motor penggerak peningkatan mutu pendidikan tinggi secara berkelanjutan.
Konsekuensi Hilangnya Perpustakaan dalam Regulasi
Absennya perpustakaan dalam kebijakan penjaminan mutu pendidikan tinggi dapat menimbulkan dampak serius, di antaranya:
ADVERTISEMENT
Tanpa integrasi dalam SPMI, program dan layanan perpustakaan berisiko tidak mendapatkan prioritas dalam perencanaan strategis. Literasi informasi, pengembangan koleksi, dan digitalisasi perpustakaan bisa terhenti karena kurangnya dukungan anggaran. Perpustakaan menjadi sangat bergantung pada pimpinan yang menjabat, baik kepala perpustakaan atau rektornya.
Perpustakaan adalah penyedia utama sumber pembelajaran dan penelitian. Jika perpustakaan tidak diberdayakan, kualitas pendidikan dan penelitian akan menurun, berdampak pada daya saing institusi.
Perpustakaan merupakan pusat inovasi akademik. Ketiadaan dukungan dapat membatasi pengembangan repositori institusi, diseminasi hasil penelitian, dan kolaborasi dalam jaringan perpustakaan digital global.
Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023: Peluang dan Tantangan
Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 mengintegrasikan sistem penjaminan mutu, standar nasional pendidikan tinggi, dan akreditasi dalam satu regulasi. Meski tidak menyebutkan perpustakaan secara eksplisit, ada peluang untuk memperkuat peran perpustakaan melalui pasal-pasal yang mengatur penyediaan sumber pembelajaran, pengelolaan hasil penelitian, dan penyebarluasan hasil pengabdian kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pasal ini mewajibkan perguruan tinggi menyediakan sumber pembelajaran yang dapat diakses mahasiswa dan dosen. Perpustakaan memiliki peran krusial dalam memastikan ketersediaan koleksi fisik dan digital.
Perpustakaan dapat menjadi pengelola repositori penelitian institusi dan mendukung kebijakan open access, sehingga hasil penelitian dapat diakses lebih luas.
Perpustakaan berperan dalam mendiseminasikan hasil pengabdian melalui koleksi digital dan program literasi. Ini memperkuat dampak sosial perguruan tinggi.
Peran dalam 3 pasal diatas, menjadi jalan masuk bagi perpustakaan untuk berperan dalam pengembangan mutu pendidikan tinggi. Tapi perlu diingat, jalan masuk tersebut tidak akan berguna, jika dalam kebijakan turunan untuk implementasi tetap tidak melibatkan perpustakaan atau urusan perpustakaan dibiarkan diurus oleh pustakawan dan pengelolanya.
ADVERTISEMENT
Mengembalikan Peran Perpustakaan dalam Pendidikan Tinggi
Saya percaya bahwa mengembalikan perpustakaan sebagai elemen vital dalam penjaminan mutu pendidikan tinggi adalah langkah yang harus segera diambil. Berikut adalah gagasan dan usulan saya:
Perguruan tinggi perlu memastikan perpustakaan terintegrasi dalam SPMI perguruan tinggi sebagai indikator mutu akademik dan bagian dari evaluasi internal. Saya mengusulkan agar perpustakaan tidak hanya menjadi pendukung, tetapi bagian inti dalam setiap proses evaluasi mutu.
Saya berpendapat bahwa perpustakaan harus membangun SPMI di internal organisasinya yang fokus pada evaluasi layanan, pengembangan repositori, dan literasi informasi. Langkah ini akan memastikan kesinambungan program dan meningkatkan kualitas layanan perpustakaan.
ADVERTISEMENT
Menurut saya, percepatan transformasi perpustakaan ke arah digital harus menjadi prioritas utama. Pengembangan repositori digital dan layanan daring akan menjaga relevansi perpustakaan di era digital, memastikan bahwa perpustakaan tetap menjadi pusat inovasi.
Memang benar usaha mengembangkan perpustakaan berbasis mutu perlu gerakan internal (internal drivern). Namun peran lembaga dan kementerian pembina diperlukan, seperti akan dijelaskan berikut ini.
Interplay Antar Lembaga dan Kementerian
Saya mengusulkan adanya interplay, dalam arti kolaborasi dan interaksi strategis, antara P3SMPT-Perpusnas dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), Direktorat yang membidangi pendidikan keagamaan di Kementerian Agama (Kemenag ), serta kedeputian terkait literasi dan pendidikan tinggi di Kemenko PMK . Kolaborasi ini bertujuan memperkuat penjaminan mutu perpustakaan dalam SPMI perguruan tinggi secara lebih efektif dan menyeluruh.
ADVERTISEMENT
Saya mendorong forum perpustakaan perguruan tinggi dan lembaga pendidikan tinggi untuk mengadvokasi revisi regulasi yang secara eksplisit mengakui peran strategis perpustakaan sebagai elemen kunci dalam sistem penjaminan mutu. Kolaborasi lintas kementerian dan lembaga diharapkan dapat memperkuat implementasi penjaminan mutu perpustakaan dalam SPMI perguruan tinggi secara efektif dan menyeluruh. Dengan interplay yang solid antar institusi, kebijakan komprehensif yang mendukung kemajuan perpustakaan di lingkungan pendidikan tinggi dapat terwujud, memperkuat ekosistem akademik dan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi secara berkelanjutan.
Penutup
Hilangnya perpustakaan dalam kebijakan pendidikan tinggi bukan sekadar absennya kata dalam regulasi, tetapi mencerminkan kurangnya pengakuan terhadap perannya sebagai pilar fundamental pendidikan. Perpustakaan adalah elemen kunci yang mendukung kualitas pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dengan memperkuat peran perpustakaan dalam penjaminan mutu, perguruan tinggi di Indonesia dapat tumbuh sebagai pusat inovasi dan pengembangan ilmu pengetahuan yang berkelanjutan. Kolaborasi dan advokasi untuk revisi regulasi akan memastikan perpustakaan diakui sebagai bagian vital dalam SPMI.
Mari bergabung dalam forum, jalin kemitraan, dan suarakan pentingnya kebijakan yang mendukung kemajuan perpustakaan. Saatnya bertindak. Perubahan dimulai dari kita.