Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Polisi Temukan Pabrik Merica Oplosan di Surabaya
14 Mei 2017 22:38 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Polrestabes Surabaya membongkar sebuah pabrik pembuat merica oplosan. Bumbu dapur bermerek "Cap Dua Lombok" diracik secara industri rumahan di Jalan Ploso Timur 1, Surabaya, Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
"Pelaku usaha Cap Dua Lombok menjual produk kemasan merica bubuk dengan komposisi merica yang telah dihaluskan dicampur nasi karak yang juga telah dihaluskan," kata Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Shinto Silitonga di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (14/5) seperti dilansir dari Antara.
Shinto menjelaskan, dalam praktik curangnya pengelola pabrik merica oplosan itu mencampurkan nasi karak dengan komposisi lima banding satu. "Lebih banyak nasi karak daripada mericanya," ujarnya.
Kepada polisi, pelaku usaha Cap Dua Lombok berinisial J mengaku memilih nasi karak sebagai bahan campuran karena setelah dihaluskan warnanya sama dengan merica.
Dia berdalih baru mencampur bahan baku merica bubuk dengan nasi karak sekitar setahun terakhir. Usahanya diketahui sudah berjalan selama 10 tahun.
ADVERTISEMENT
Setiap bulan, secara rata-rata dia mampu memproduksi 2,5 ton bubuk merica oplosan yang dikemas dalam ukuran 50 miligram. Merica yang tidak murni lagi itu dijual Rp 15 ribu per lusin. Produknya dipasarkan ke berbagai pasar tradisional di Surabaya dan sekitarnya.
"Bagi kami bukan soal harganya apakah lebih miring atau sama dengan harga kemasan produk merica bubuk lainnya. Akan tetapi, pelaku usaha telah melakukan pelanggaran, yaitu mencampur bahan baku yang tidak sesuai dengan mutunya dengan tujuan mengurangi nilai produksi," jelas Shinto.
Terlebih, produk kemasan merica bubuk Cap Dua Lombok tersebut tidak mengantongi izin edar dari Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
ADVERTISEMENT
"Di kemasan merica bubuk Cap Dua Lombok hanya tertera izin dari Departemen Kesehatan. Setelah kami telusuri perizinan itu mereka dapatkan sejak 10 tahun yang lalu," jelasnya.
Namun, polisi masih belum menetapkan J sebagai tersangka. Mereka beralasan masih melakukan pengembangan penyelidikan.
"Pelaku terancam Pasal 142 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Pasal 62 UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hukumannya minimal 5 tahun penjara," ujar Shinto.