Mengungkap Alasan Maladewa Ikut Saudi Kebakaran Jenggot pada Qatar

6 Juni 2017 17:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Doha, Qatar. (Foto: Reuters/Fadi Al-Assaad)
Maladewa, atau yang lebih dikenal dunia dengan sebutan Maldives, menjadi negara ketujuh yang memutus hubungan diplomatik dengan Qatar. Ia mengikuti sikap negara-negara di jazirah Arab seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, Bahrain, Yaman, dan Libya.
ADVERTISEMENT
Alasan Maladewa melakukan hal tersebut sama seperti negara-negara Arab, yaitu menilai Qatar mendukung aktivitas terorisme. Hal itu, menurut Maladewa, tak dapat diterima.
Namun demikian, pertanyaan lain muncul menyusul sikap Maladewa tersebut.
Sikap negara-negara Arab memutus hubungan diplomatik dengan Qatar bisa dipahami, meski jelas disayangkan banyak pihak. Negara-negara itu memang punya riwayat permasalahan dengan Qatar yang dinilai merongrong urusan negara-negara tersebut lewat pemberitaan-pemberitaan Al Jazeera.
Al Jazeera adalah kantor berita berbasis di Qatar yang didanai jutaan dolar AS dari uang minyak dan gas pemerintah Qatar tiap tahunnya. Al Jazeera mendorong demokratisasi dengan pemberitaan-pemberitaan di Arab Spring, dan menampilkan sisi pemberontak rezim-rezim Arab.
Hal tersebut memicu ketidaksukaan pada Qatar karena negara itu dinilai mendorong tergulingnya rezim-rezim di Mesir, Libya, Yaman, Tunisia, dan Suriah.
ADVERTISEMENT
Maldives (Maladewa) (Foto: Wikimedia Commons)
Lalu, apa urusannya Maladewa dengan kisruh negara-negara Arab tersebut?
Negara kepulauan di Samudra Hindia yang terletak di selatan-barat daya India dan barat daya Sri Lanka itu sama sekali tak mengalami apa yang disebut dengan Arab Spring atau Democracy Uprising itu.
Menilik pernyataan resmi Maladewa, ia “mengambil keputusan ini sebagai bentuk penolakan terhadap kegiatan apapun yang mendukung terorisme dan esktremisme”. Selain itu, Maladewa mendorong “kebijakan yang mempromosikan perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah”.
Padahal, pemantik paling kuat atas tuduhan Arab Saudi cs bahwa Qatar terlibat dalam kegiatan terorisme adalah karena negara pimpinan Emir Hamad tersebut mendukung Ikhwanul Muslimin. Sementara satu-satunya gerakan di Maladewa yang berkaitan dengan Ikhwanul Muslimin ialah Partai Adhaalath yang berdiri tahun 2005. Namun, partai tersebut bahkan diterima resmi negara dan duduk di parlemen Maladewa.
ADVERTISEMENT
Selain itu, tak ada kegiatan yang bisa dianggap membahayakan kedaulatan Maladewa dari Ikhwanul Musllimin.
Al Jazeera pun adem ayem saja menyikapi perkembangan politik di Maladewa. Aksi Maladewa tersebut tak masuk akal apabila kita tidak mendalami hubungan negara kecil di Samudera Hindia tersebut.
Maladewa memulai hubungan diplomatik dengan Arab Saudi 36 tahun lalu, pada 1981. Setelah itu, pengaruh Saudi pada kehidupan Maladewa terus meningkat, terlebih ketika Salman bin Abdulaziz al-Saud semakin kuat memegang kendali di Arab Saudi.
Tak usah lama-lama menengok ke belakang. Pengaruh Arab Saudi ke Maladewa mulai tak terbendung di tahun 2014, saat Raja Salman masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Putera Mahkota.
ADVERTISEMENT
Saat itu, ratusan pelancong yang sudah memesan penginapan di Maladewa harus gigit jari karena pemesanan mereka dibatalkan dalam waktu singkat. Alasannya tak lain karena Putera Mahkota Salman yang mewakili Kerajaan Saudi melakukan kunjungan bisnis resmi ke Maladewa, menemui Presiden Maladewa Abdulla Yameen.
Pada kunjungan yang terjadi di bulan Februari 2014 tersebut, rombongan Pangeran Salman menyewa tiga pulau di Maladewa selama satu bulan penuh! Laporan BBC menyebutkan, jalan-jalan Pangeran Salman tersebut menghabiskan dana sekitar 30 juta dolar AS, atau senilai 400 miliar rupiah.
Dan tentu saja kunjungan sang Pangeran tak berhenti sampai di situ. Pertemuan antara Salman dan Yameen menghasilkan kesepakatan kerja sama antara kedua negara yang berbentuk pinjaman lunak selama lima tahun, dengan nilai mencapai 300 juta dolar AS atau Rp 4 trilun!
ADVERTISEMENT
Setelah itu, rute-rute penerbangan langsung antara Maladewa dan Arab Saudi dibuka untuk pertama kali, dengan jumlah 14 kali penerbangan per minggu yang terang langsung meningkatkan pendapatan Maladewa di sektor pariwisata.
Perusahaan properti Saudi, Best Choice, juga membangun resor liburan keluarga yang nilainya mencapai 100 juta dolar AS di salah satu pulau di Maladewa.
Ingat, angka tersebut bahkan disepakati saat Salman masih menjadi menteri pertahanan, belum raja seperti sekarang saat ini.
Raja Salman (Foto: Bandar Algaloud/REUTERS )
Saat Salman benar-benar menggantikan ayahnya di tahun 2015, hubungan Saudi dan Maladewa menjadi lebih dekat lagi. Saat Raja Salman dan ribuan anggota rombongannya melakukan Tur Asia awal 2017, Maladewa sebetulnya menjadi salah satu destinasi yang akan dikunjungi Raja Salman sebelum ia kembali ke Saudi.
ADVERTISEMENT
Meski tak jadi berkunjung ke Maladewa karena beberapa isu (versi resmi karena rombongan Saudi menghindari wabah flu babi yang tengah gencar di Maladewa, sedangkan ANI News menyebut ada ancaman teror pada Raja Salman dari seorang Yaman bernama Yasir Yahya --yang diduga merekrut orang-orang Maladewa untuk bergabung dengan kelompok militan yang melawan Presiden Yameen), tetap saja Saudi meluncurkan proyek investasi fantastis bagi Maladewa.
Investasi fantastis yang dimaksud adalah rencana Raja Salman menjanjikan menggelontorkan 10 miliar dolar AS untuk Maladewa, atau senilai Rp 132 triliun!
Angka tersebut memang hanya seperlima dari apa yang diberikan Saudi ke China. Meski demikian, populasi Maladewa hanya 409.163 orang, atau cuma 0,03 persen dari populasi China.
ADVERTISEMENT
Bahkan, sempat beredar rumor bahwa Arab Saudi juga membeli sebuah wilayah administratif milik Maladewa bernama Faafu Toll. Kabar tersebut dibantah oleh Presiden Yameen, yang mengatakan bahwa investasi 10 miliar dolar AS tersebut tak mengikutsertakan kesepakatan penjualan apapun.
Ia menyatakan, investasi itu mencakup pembangunan pelabuhan laut internasional, pembangunan tempat tinggal kelas mewah, resor-resor turis, dan bandar udara baru di Maladewa.
Meski begitu, rumor terlanjur ramai di permukaan. Bahkan, pada akhir Februari 2017 Maladewa telah menggodok undang-undang baru yang memperbolehkan pihak asing memiliki properti dari bangunan dan tanah di wilayah mereka.
Sebelumnya, konstitusi Maladewa tak memperbolehkan kepemilikan oleh orang asing, meski boleh disewa selama hingga 99 tahun.
Presiden Maladewa Abdulla Yameen (Foto: Reuters)
Tampak sekali bahwa hubungan Saudi dan Maladewa sangat menguntungkan Maladewa. Apalagi selama ini Maladewa yang hanya menggantungkan nasib pada pariwisata dan perikanan, selalu mengalami defisit anggaran tahunan.
ADVERTISEMENT
Pada 2014 Maladewa memiliki defisit APBN sebesar 14 persen dari GDP. Angka tersebut memburuk menjadi 18 persen di tahun 2017 menurut data Asian Development Bank.
Angka tersebut tentunya sudah dibantu oleh fulus minyak dari Saudi. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana Presiden Yameen berutang budi pada Paman Salman, kompatriotnya di Teluk Persia.
Apabila konstitusi saja hendak diubah demi lancarnya kerjasama, memutus sementara hubungan diplomasi dengan Qatar --sebuah negara kecil yang berjarak 3.500 kilometer dari pantai mereka-- tentu bukan hal yang sulit-sulit amat buat Maladewa.
Maldives (Maladewa) (Foto: Pixabay)