Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Tembok Besar China: Pemisah yang Menyatukan
2 Februari 2017 14:23 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Rumor mengatakan bahwa Tembok Besar China (The Great Wall) terlihat dari luar angkasa.
ADVERTISEMENT
Perkara luar angkasa sebelah mana, tak ada yang menyebut pasti. Yang penting, orang-orang itu bilang: tembok berusia ribuan tahun tersebut terlihat dari luar atmosfer bumi.
Meneliti rumor tersebut lebih lanjut di mesin pencari Google, tampak bahwa hal itu salah. Sekadar kabar burung yang tak terbukti.
Tembok Besar China tidak terlihat menggunakan mata telanjang bahkan dari orbit rendah bumi. Apalagi dari bulan atau angkasa raya, jelas tak terlihat.
Foto dari Stasiun Luar Angkasa Internasional pada 2004 memperlihatkan hasil rekam kamera yang mampu memperlihatkan setitik dari tembok bersejarah tersebut.
Dari foto yang menggunakan lensa 180 milimeter tersebut, Leroy Chiao --astronot NASA dari Amerika Serikat-- berhasil menangkap sedikit tampakan dari Tembok Besar China, tepatnya yang berada di Mongolia, 321 kilometer di utara Beijing.
ADVERTISEMENT
Lewat Spaceborne Imaging Radar, terlihat beberapa bagian tembok yang berada di 700 km sebelah barat Beijing.
Meskipun demikian, Chiao sendiri menyatakan bahwa ia tidak melihat tembok apapun. Dia pun tak yakin tembok tersebut ada dalam fotonya.
Apapun rumor yang beredar dan bagaimanapun klarifikasi benar atau tidaknya, rangkaian Tembok Besar China tetaplah bangunan terpanjang dan terbesar dalam sejarah manusia, dengan segala kemasyhuran dan misteri yang menyelimutinya.
Dibangun dari abad ke-3 Sebelum Masehi hingga abad ke-17 Masehi, Tembok Besar China memiliki setidaknya 32 bagian yang tersebar di 9 provinsi di China.
Dari penelitian yang dilakukan pemerintah China terakhir kali pada tahun 2012, panjang tembok besar tersebut diklaim mencapai 13.170 mil atau sekitar 21.196 km. Pengukuran panjang tersebut mematahkan penghitungan sebelumnya yang mencatat panjangnya hanya 8.852 km saja.
Menurut Arthur Waldron dalam bukunya berjudul The Great Wall of China from History to Myth, Tembok Besar China dibangun berkesinambungan dalam kurun waktu lebih dari 2.000 tahun. Pembangunan dimulai oleh Raja Xuan dari Dinasti Zhou antara tahun 827 hingga 782 SM. Pada periode awal ini, pembangunan dilakukan oleh Dinasti Zhou. Tujuannya untuk membatasi daerah terluar mereka dari serangan negara-negara lain.
ADVERTISEMENT
Zaman itu ialah periode Perang Antar-Negara. Ini masa di mana empat negara yang ada di China Kuno berperang. Empat negara itu ialah Qin, Wei, Zhao, Qi, Yan, dan Zhongsan. Mereka bertempur satu sama lain.
Walau pembangunan tembok dimulai oleh Dinasti Zhou, negara-negara lain mengikuti strategi perang tersebut. Mereka membangun sebuah tembok yang kebanyakan hanya terbuat dari tanah liat yang disusun dengan kerikil sebagai penguat antarkerangka.
Tembok saat itu memang hanya difungsikan untuk menahan serangan-serangan kecil seperti pedang dan tombak.
Setelah masa peperangan dimenangkan oleh Dinasti Qin yang kemudian mencaplok negara-negara lain, pembangunan tembok tersebut berlanjut sampai 207 SM.
Berbeda dengan pembangunan tembok pada masa Perang Antar-Negara yang bertujuan untuk melindungi diri dari negara-negara China lain di sekitar timur China (kini Beijing), pembangunan pada masa Dinasti Qin dilakukan saat mereka mulai melihat tetangga di utara, yakni bangsa Mongol, sebagai ancaman dan musuh.
ADVERTISEMENT
Setelah memenangkan perang dengan negara-negara sekitarnya, Kaisar Qin Shihuang memerintahkan Jenderal Meng Tien membawa 300 ribu orang untuk melakukan perjalanan ke utara dan mengusir orang-orang Nomad jauh ke batas Sungai Kuning.
Setelah itu, tentara yang sama membangun tembok di perbatasan utara tersebut.
Meski tembok itu meneruskan tembok-tembok yang sudah ada dari masa sebelumnya, tembok ini berhasil membuat kagum para peneliti sejarah seperti Owen Lattimore, ilmuwan Amerika yang mempelajari China dan Asia Tengah, khususnya Mongolia.
Lattimore menyebut, meski pengerjaan tembok di masa Dinasti Qin hanya menghabiskan waktu 10 tahun, namun memberikan hasil yang luar biasa kolosal.
Pun demikian dengan masa-masa selanjutnya. Setelah kematian Qin Shihuang pada tahun 210 SM, Dinasti Qin kesulitan untuk mempertahankan kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Dinasti Han kemudian muncul. Era pemerintahan di bawah dinasti ini disebut-sebut sebagai masa keemasan China, di mana seluruh negeri berhasil dikonsolidasikan. Tembok di bagian utara diperkuat dan diperpanjang, dengan beberapa bagiannya berdiri beratus kilometer di sepanjang batas Mongolia.
Pembangunan tembok pada masa Dinasti Han berawal dari dekat Pyongyang, Korea Utara, dan mencapai 8.000 km.
Dari tahun 220 Masehi hingga 960, China dipimpin oleh beberapa dinasti yang saling mengambil alih. Dimulai oleh Dinasti Qi Utara sampai tahun 577 dan diteruskan oleh Dinasti Sui hingga tahun 618, lalu Dinasti Tang, Wei Timur, dan Zhou Utara.
Semua dinasti-dinasti yang muncul silih berganti itu memperkuat dan memperpanjang tembok.
Tembok itu lantas beralih fungsi. Tidak hanya sebagai penahan invasi dari utara, namun juga sebagai pengaman perdagangan dan ekonomi. Rute perdagangan Jalur Sutera kembali dibuka dan menikmati masa keemasannya.
Pembangunan tembok sedikit terhenti di masa Dinasti Song dan Dinasti Yuan. Hal tersebut dapat dipahami, karena waktu itu kekuasaan China sudah digerogoti oleh serangan dari Manchu dan Mongol yang menguasai utara China. Bahkan, Dinasti Yuan menjadi dinasti pertama yang dikontrol tanpa orang Han, namun orang-orang Mongol.
ADVERTISEMENT
Baru pada tahun 1367, Dinasti Yuan kolaps dan digantikan oleh Dinasti Ming. Sekali lagi, China berkembang secara militer. Pembangunan Tembok Besar pun kembali digalakkan sebagai proyek 100 tahunan untuk mencegah terulangnya invasi dari utara China.
Dinasti Ming ini kemudian digantikan oleh Dinasti Qing, yang tampaknya tidak berandil besar dalam pembangunan lanjutan Tembok Besar China akibat serangan-serangan pasukan Manchu yang mengakhiri kontrol Han terhadap China.
Hingga tahun 1911 di mana Dinasti Qing berada di ujung masa kekuasaannya, Tembok Besar China tak lagi mendapatkan porsi pembangunan selayaknya di zaman peperangan antardinasti dahulu.
Tembok Besar China yang agung itu, yang disebut sebagai upaya pemersatu masyarakat petani dan masyarakat nomadik yang selalu bertikai di sepanjang sejarah dinasti China tersebut, akhirnya lelap juga dimakan sejarah.
ADVERTISEMENT
Pada September 1984, Pemimpin Republik Rakyat Tiongkok Deng Xiaoping mencanangkan jargon yang memulai kampanyenya saat itu. Jargon tersebut, bila diartikan dalam Bahasa Indonesia berbunyi, “Mari kita cintai ibu pertiwi dan kembalikan Tembok Besar kita!”
Slogan itu muncul setelah berbulan-bulan sebelumnya, terlebih pada masa Revolusi Kebudayaan di era Mao Zedong, ratusan kilometer tembok tersebut dirusak, dan bahannya dijadikan pembangunan jalan dan bangunan-bangunan lain.
Berangsur-angsur, perhatian terhadap Tembok Besar China kembali. Kecintaan masyarakat China terhadap simbol kejayaan mereka memang tak pernah benar-benar padam.
Tembok Besar yang telah lama masuk dalam mitologi dan simbolisme populer China itu dilihat sebagai produk budaya yang wajib dilestarikan.
Kini, meski Tembok Besar China dimanfaatkan secara maksimal sebagai produk budaya dan wisata, situs warisan dunia UNESCO tersebut terus menjadi simbol.
ADVERTISEMENT
Tembok itu bukan menjadi simbol pemisah antarperadaban, tapi pintu dan jembatan antara masa lalu yang jaya dengan masa depan yang diharapkan mendatangkan kemakmuran.
Tembok Besar yang semula dibangun sebagai batas --pemisah untuk melindungi diri dari serbuan asing, berakhir menjadi simbol pemersatu China.
Dari berbagai sumber
Ikuti kisah-kisah prahara tembok di sini
Live Update