Menularkan Virus Menulis ala Pendiri Indie Book Corner

Konten Media Partner
3 Juli 2019 19:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Irwan Bajang, Pendiri Indie Book Corner. Foto: jay.
zoom-in-whitePerbesar
Irwan Bajang, Pendiri Indie Book Corner. Foto: jay.
ADVERTISEMENT
“Buku adalah Jendela Dunia”
Ungkapan itu sudah ada sejak lama. Membaca buku dinilai mampu memperluas pandangan seseorang terhadap suatu hal. Tak hanya itu, lewat buku, sejumlah informasi baru akan didapatkan oleh seseorang. Sayangnya, akses terhadap buku kerap kali menjadi halangan seseorang untuk membaca buku-buku yang berkualitas.
ADVERTISEMENT
Indonesia, sebuah negara yang memiliki ribuan pulau dan ratusan juta penduduk ternyata memiliki tingkat literasi yang cukup rendah. Berdasarkan data literasi yang diambil dari World’s Most Literate Nations tahun 2016 yang merupakan produk dari Central Connecticut State University, Indonesia berada di urutan kedua dari belakang (ke-60 dari 61 negara) untuk tingkat literasi negara-negara di dunia.
Pada saat banyak pihak yang menyetujui bahwa tingkat literasi di Indonesia rendah, maka tidak dengan pria yang satu ini. Menurutnya, tingkat literasi di Indonesia tidak seburuk seperti apa yang telah diberitakan.
“Menurutku, literasi itu tidak cuma sekadar baca buku, tapi bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain walaupun di media sosial,” begitulah katanya.
Ia adalah Irwan Bajang, pendiri Indie Book Corner. Sebuah penerbit di Yogyakarta yang kini disegani banyak orang. Kecintaannya terhadap dunia jurnalistik khususnya penulisan kreatif dituangkannya lewat Indie Book Corner.
Kumpulan buku yang diterbitkan oleh Indie Book Corner. Foto: jay.
Soal Literasi Indonesia yang Rendah
ADVERTISEMENT
Irwan merasa tidak setuju dengan anggapan literasi baca anak Indonesia yang rendah. Menurutnya, literasi tidak bisa hanya diartikan soal baca buku saja. Tetapi juga bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain salah satunya di media sosial. Menurutnya, banyak media sosial yang membagikan informasi-informasi terkini dan memiliki keterbacaan tinggi.
“Kita tidak bisa hanya mengartikan sekadar baca buku saja. Pasalnya, masyarakat Indonesia susah untuk mengakses buku yang bagus dan murah,” kata Irwan Bajang, saat diwawancarai oleh tugujogja, Kamis (16/5).
Menurut dia, harga per eksemplar buku yang mahal membuat masyarakat jadi sulit mendapatkan buku yang bagus. Selain itu, kurangnya perhatian pemerintah terhadap buku juga membuat harga buku melambung.
Awal Mula Indie Book Corner
Kecintaannya terhadap dunia jurnalistik membuatnya ingin terjun lebih dalam. Belajar dari para senior dari jurnalistik kala itu bukanlah hal yang mudah. Ia juga melihat banyak orang muda yang punya kecintaan pada menulis, namun belum berani menunjukkannya. Dari sinilah Irwan memutuskan untuk mendirikan Indie Book Corner sekitar 10 tahun yang lalu.
ADVERTISEMENT
Tak hanya sekadar merintis usaha penerbitan saja, Irwan juga merintis sekolah menulis, yang selanjutnya diberi nama Independent School.
“Konsepnya sekolah menulis gratis, tapi sekarang sudah berkembang tidak hanya menulis saja, tapi juga fotografi, marketing digital, dan kelas kreatif lainnya,” ujar pria kelahiran Lombok Timur ini.
Tahun 2009, sebagai penerbit baru di Yogyakarta, tak sedikit orang-orang yang memandang Indie Book Corner sebelah mata. Namun, hal ini tidak mampu mematahkan semangat Irwan Bajang untuk memajukan usahanya itu.
Seiring berjalannya waktu, Indie Book Corner berhasil membuktikan performanya. Sejumlah penulis ternama mempercayakan karya-karyanya pada Indie Book Corner untuk diterbitkan.
Kantor Indie Book Corner di Yogyakarta. Foto: jay.
Indie Book Corner Kini dan Nanti
“Kami berhasil buktikan kalau teman-teman di Indie Book Corner itu enggak main-main,” ujarnya bangga.
ADVERTISEMENT
Setelah melalui berbagai tantangan, Irwan Bajang dan tim berhasil membuat eksistensi Indie Book Corner diakui masyarakat. Tak tanggung-tanggung, sejumlah buku garapan Indie Book Corner berhasil dibawa ke Frankfurt Book Fair untuk menjangkau pasar internasional.
Tak ketinggalan buku karya Irwan Bajang sendiri yang berjudul ‘Kepulangan Kelima’. Buku kumpulan puisi yang bekerja sama dengan ilustrator dan pemusik itu, berhasil lolos kurasi dan diterjemahkan ke Bahasa Inggris untuk dibawa ke London Book Fair.
Tak hanya itu, pada tahun 2014, Irwan ditelepon oleh seseorang yang mengaku berasal dari Astra. Dijelaskan bahwa Indie Book Corner berhasil masuk dalam nominasi 20 besar yang berpeluang mendapatkan penghargaan dari Astra. Irwan mengaku tidak tahu menahu soal hal tersebut.
ADVERTISEMENT
“Waktu itu disuruh ke Jakarta. Lalu presentasi di depan dewan juri. Ndilalah dipercaya untuk mendapatkan penghargaan,” kenang Irwan.
Pria yang akhirnya dijuluki ‘Si Penular Virus Menulis’ ini berhasil mendapatkan penghargaan dari Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards tahun 2014 di bidang pendidikan kreatif. Apresiasi yang diberikan ini, digunakan olehnya untuk mengembangkan Independent School dengan menambah kelas, menerbitkan sejumlah buku baru, dan lain sebagainya.
Mendapatkan penghargaan dari Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards tahun 2014 berhasil membawanya ke berbagai daerah untuk membagikan ilmunya di dunia jurnalistik. Tak jarang dari pihak SATU Indonesia Awards menggandengnya ke berbagai acara yang digelar. Ia pun berharap SATU Indonesia Awards bisa memberikan dukungan pada program baru yang dimiliki para penerima penghargaan.
ADVERTISEMENT
“Ke depan kalau bisa Astra juga membimbing dan mendukung ketika kami (para penerima penghargaan) punya program atau konsep baru, sehingga kami yang sudah terima penghargaan itu bisa lebih semangat lagi untuk berkarya,” katanya.
Pesan pada Generasi Muda yang Ingin Jadi Penulis
Menurutnya, kemajuan teknologi, seharusnya mempermudah para penulis baru untuk menerbitkan karyanya. Selain itu, banyak aktivitas dalam kehidupan sehari-hari yang tak lepas dari tulis menulis. Mulai dari berbisnis yang harus membuat proposal, posting status galau di media sosial, dan chatting-an.
“Selalu ingat bahwa aktivitas sehari-hari itu enggak jauh-jauh dari menulis. Perbanyak belajar, coba buat postingan di media sosial yang menarik perhatian banyak orang,” ujarnya.
Ia pun meminta pada para generasi muda untuk tidak minder saat dikritik pedas oleh warganet. Kritikan inilah seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas karya ke depannya. (adn)
ADVERTISEMENT