Konten Media Partner

Sepucuk Harapan Mary Jane: Saya Ingin Pulang

22 September 2021 15:02 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mary Jane Veloso, WNA asal Filipina yang terpidana mati sedang membatik bersama tahanan lainnya. Foto: Erfanto/Tugu Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Mary Jane Veloso, WNA asal Filipina yang terpidana mati sedang membatik bersama tahanan lainnya. Foto: Erfanto/Tugu Jogja
ADVERTISEMENT
Mary Jane Veloso, wanita berkewarganegaraan Filipina ini menjadi sorotan dalam setiap kegiatan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Kelas II B Yogyakarta. Wanita berumur 36 tahun ini menjadi pesakitan usai mendapat vonis hukuman mati dari majelis hakim yang telah menyidangkannya.
ADVERTISEMENT
Nyaris 12 tahun Mary Jane tinggal di dalam penjara. Sejak dititipkan di Lembaga Pemasyarakat Sleman, kemudian dipindah ke LP Khusus Wanita Wirogunan Yogyakarta hingga 3 bulan terakhir bangunan pindah ke Wonosari Gunungkidul, wanita ini mencoba untuk tabah menjalani hukuman.
Sebuah lagu berhasil diciptakan oleh ibu dua anak tersebut. Lagu yang menggambarkan adanya kegalauan hatinya hingga akhirnya memiliki harapan untuk bebas dan kembali berkumpul bersama keluarganya di Filipina.
Di sini Hari Demi Hari Kulalui
Dengan Rasa Sakit Yang Kualami
Dimana Ketenangan Hatiku, Kedamaian Jiwaku
Suka Cita Yang Selalu Memenuhi Hidupku
Lenyap..lenyap sudah semuanya
Saat jeruji besi merenggutku aaa
Namun, Sepucuk Harapan Mulai Tumbuh
Saatku Mengenal Dirimu
Ketenangan damai Kembali aku Rasakan
ADVERTISEMENT
Kau Adalah Sahabat dan Guruku uuu
Karenamu aku mengerti arti kehidupan
Jeruji Besi Ujian Hidupku
Sepucuk Harapan Hatiku Suatu hari Nanti
Kebebasan Membawaku Kembali
Dari Jeruji Besi Ini menyambut masa depan
Sepucuk Harapan Untuk asaku
Demikian bait demi bait kata terangka dari susunan nada yang diciptakan oleh Mary Jane. Nyanyian pilu itu hampir setiap minggu menggema dari dalam gereja yang ada di dalam LPP Kelas II B Yogyakarta. Nyanyian pilu itu sering dinyanyikan oleh 5 orang warga binaan LPP Kelas II B Yogyakarta sebagai pengobat duka
Dalam kelompok akustik itu, Mary Jane bernyanyi sambil memainkan keyboard. Bermain akustik adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Mary Jane untuk mengisi waktunya selama di dalam penjara.
ADVERTISEMENT
Mary Jane, terpidana mati kasus narkoba ini memang masih berharap untuk bebas. Apalagi kabar jika orang yang menjebaknya dan menjadi aktor utama dalam peredaran narkotika yang membuatnya divonis mati juga telah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan di Filipina.
"Saya ingin pulang " ujar dia, Selasa (21/9/2021) saat ditemui di dalam Lapas.
Rasa rindunya terhadap dua anaknya menjadi penyemangat dirinya melewati 11 tahun 6 bulan dari balik jeruji besi. Foto anak pertamanya Max Mac yang kini berusia 18 tahun dan Darrent yang sudah genap 13 tahun selalu ada di hatinya.
Sebuah pelajaran berharga ia dapatkan dari pengalaman pahit hidupnya yang berakhir di dalam penjara menunggu kepastian hukuman mati yang akan diterimanya. Pelajaran tersebut adalah tidak boleh cepat percaya dengan orang lain meskipun orang dekat.
ADVERTISEMENT
"Jangan cepat percaya dengan teman, teman dekat ataupun saudara jauh. Karena ini yang saya dapat. Saya dipenjara karena saya cepat percaya dengan teman," ujar Mary Jane.
5 tahun di dalam penjara, Mary Jane baru bisa menerima kenyataan hidupnya yang harus terbelenggu akibat kejahatan yang ia klaim tidak pernah dilakukannya. Ia bahkan kaget divonis mati dengan tuduhan mengedarkan narkotika.
Mary Jane mengaku hanya dijebak oleh orang yang tidak dikenalnya kala akan berangkat bekerja ke Negeri Jiran Malaysia menjadi Asisten Rumah Tangga (ART) di negara tersebut. Rasa putus asa sempat menderanya ketika awal-awal dipenjara.
"Lima tahun saya baru bisa menerima itu. Mungkin ini takdir saya," ujar dia.
Di awal ia menghuni sel tahanan, jiwanya memang sangat labil bahkan sering berusaha mengakhiri hidupnya. Seringkali ketika emosinya tercabik akibat dituduh atas kesalahan yang tidak ia lakukan, wanita ini membentur-benturkan kepalanya ke tembok.
ADVERTISEMENT
Dia sering menyakiti dirinya sendiri karena ia berpikir sekarang atau esok, pasti akan mati juga. Namun perlahan-lahan jiwanya tumbuh berkat pendampingan dari Lapas dan juga dorongan orang-orang yang ia sayangi bahkan dukungan dari orang yang sama sekali tidak dikenalnya.
"Di luar sana, orang yang tidak saya kenal berjuang keras agar saya bebas. Saya berterima kasih atas itu," kata dia.
Dan, belakangan, keimanannya kian meningkat karena bimbingan dan dukungan berbagai pihak. Bahkan selama tiga hari berturut-turut ia selalu menjalankan Puasa Ester. Puasa Ester sendiri bagi Umat Katholik merupakan puasa dari fajar sampai senja pada malam sebagai upaya bermunajat.
Berbagai kegiatan selalu ia ikuti untuk menghilangkan kejenuhan. Setiap harinya ia bangun pukul 04.30 WIB, ia lantas melakukan doa pagi. Setelah itu, ia kemudian memakan biskuit dan kopi putih kesukaannya sebagai bekal berpuasa.
ADVERTISEMENT
"Hati saya lebih tenang, moodnya sudah tidak lagi naik turun setelah saya semakin dekat dengan Tuhan Yesus," kata Mary.
Pukul 06.30 WIB, ia keluar dari blok kamar untuk mengikuti apel pagi yang selalu digelar oleh pihak Lapas. Kemudian diteruskan dengan senam pagi. Mary Jane mengaku sangat senang dengan kegiatan senam pagi ini karena dapat membuatnya bugar.
Setelah senam selesai, Mary Jane bersama dengan narapidana lainnya kemudian mengikuti berbagai kegiatan di Balai Latihan Kerja yang berada di dalam Lapas. Salah satunya adalah kegiatan membatik. Di lokasi tersebut ia duduk bersama teman-temannya dan mulai menggoreskan lilin ke atas kain.
Melalui kegiatan membatik ini, Mary Jane mendapatkan penghasilan. Di pasaran, Batik Mary Jane sangat laku bahkan pesanan sudah mengantri. Karena banyak pesanan, maka ia harus berusaha keras untuk selalu menjaga mood agar bisa terus membatik.
ADVERTISEMENT
"Saat membatik dalam hati saya selalu bermunajad dengan lagu-lagu pujian. Kalau mood saya bagus maka bisa menyelesaikan batik ini, karena mood sangat mempengaruhi saya dalam membatik, satu lembar berukuran dua meter dari mulai menggambar hingga finishing biasanya satu bulan baru selesai," papar Mary.
Setiap sore, ia selalu menyempatkan diri beribadah di gereja. Bangunan gereja sendiri ada di dalam Lapas. Warga binaan dengan bebas melakukan aktivitas di rumah ibadahnya masing-masing. Mary Jane sendiri mengaku intens berkomunikasi dengan Romo yang menjadi penasehat spiritualnya.
"Saya seperti menemukan keluarga di LPP Yogyakarta," tambahhya.
Pendampingan dari petugas intens ia terima. Bahkan saat moodnya naik turun pun, ada petugas yang menenangkan. Kini, ia sudah tidak tempramental lagi sehingga bisa menjaga perilakunya di dalam penjara.
ADVERTISEMENT
Terbesit harapan, ketrampilannya seperti membatik dan merajut, akan ia tularkan kepada tetangganya di Filipina nanti jika ia dikehendaki pulang. Mary Jane sendiri terus yakin jika apa yang menjadi harapannya bisa terjadi.
"Dengan ketrampilan yang saya dapat itu pula akan digunakan sebagai bekal ketika bebas nanti," harap dia.
Jika bebas nanti, ia akan berwirausaha semampu dirinya tanpa harus bekerja menjadi Pembantu (ART) lagi di negeri orang. Apapun akan ia lakukan agar bisa menghidupi keluarganya dan menyekolahkan anak-anaknya nanti.
"Anak saya ada dua, yang satu lulus SMA, mau kuliah tapi tidak ada biaya sekarang kerja, satunya SMP. Biasanya setahun sekali mereka bisa datang menjenguk, tapi dua tahun pandemi ini sudah tidak bisa bertemu," terang Mary.
ADVERTISEMENT
Kepala LPP Perempuan Kelas IIB Yogyakarta, Ade Agustina mengatakan, Mary Jane sudah melaksanakan masa hukuman selama 11 tahun 6 bulan. Baru 3 tahun 6 bulan ini, menjadi warga binaannya setelah LPP resmi dibentuk oleh pemerintah.
"Tiga bulan ini pindah dari Wirogunan ke Wonosari,"ujar dia
Ade menilai, Mary Jane cenderung patuh dan multitalenta. Terpidana mati tersebut mengikuti berbagai kegiatan pembinaan dengan baik. Bahkan semua ilmu bisa diserap dengan baik karena sebenarnya Mary Jane adalah multi talenta.
"Kami mengadakan pelatihan penulisan, alat musik, merajut membatik bahkan membaca dan membuat puisi bisa dia lakukan dengan baik. Pembinaan yang kami lakukan direspon dengan baik. Dua pembinaan yang kami lakukan, kepribadian dan kemandirian," tutur Ade.
ADVERTISEMENT
Membatik adalah salah satu kesukaan Mary Jane bahkan mampu memberinya penghasilan. Batik hasil karya Mary Jane sangat diminati, pesananpun banyak mengalir ke Mary Jane melalui LPP. Harga selembar kainpun laku Rp 600 ribu hingga Rp 1 juta.
Kendati demikian banyak pembeli yang membayarnya dengan harga lebih. Uang hasil penjualannya ia berikan dalam wujud e-money. Dan uang tersebut Mary Jane kirimkan untuk keluarganya di Filipina.
"Disini juga dia sudah bisa Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa. Semua buku di perpustakaan sudah selesai dia bawa," ujarnya.