Kenapa Sinetron TV Tidak Natural dalam Menyisipkan Iklan Produk?

Vania Wardhani
Mahasiswi Media dan Jurnalistik Universitas Al Azhar Indonesia
Konten dari Pengguna
20 Januari 2023 15:27 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Vania Wardhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sinetron TV Kasar dalam Menyisipkan Iklan dan Menempatkan Produk (sumber: galeri pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Sinetron TV Kasar dalam Menyisipkan Iklan dan Menempatkan Produk (sumber: galeri pribadi)
ADVERTISEMENT
Sinetron di televisi selalu menjadi salah satu hiburan favorit masyarakat hingga banyak judul sinetron memiliki ribuan episode akibat tingginya ketertarikan masyarakat. Maka bukan hal yang mengherankan jika pengiklan sampai saat ini tetap tertarik untuk menaruh produk mereka dalam sebuah sinetron.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan survei yang dilakukan Nielsen Consumer and Media View pada 2017, dari sebelas kota di Indonesia, ditemukan fakta bahwa penetrasi televisi masih menjadi media yang memimpin, yang mana mencapai angka 96 persen. Angka ini sangat tinggi dibandingkan dengan internet yang hanya mencapai 44 persen.
Lalu dalam laporan The Nielsen Total Audience Report: Advertising Across Today’s Media di tahun 2021, Nielsen menyatakan bahwa dengan meningkatnya kepercayaan konsumen dan orang-orang yang masih menghabiskan lebih banyak waktu di rumah, konsumsi terhadap tayangan televisi tetap baik dan iklan di televisi masih lebih dipercaya dibanding media lain.
Meski begitu, terdapat masalah dalam bagaimana penonton televisi menerima paparan iklan. Dari hasil penelitian Napoli pada 2012, hasilnya menunjukkan bahwa penonton televisi cenderung mengganti saluran saat terpapar iklan pada program yang tengah mereka tonton.
ADVERTISEMENT
Karena televisi sampai saat ini tetap populer digunakan sebagai media untuk mengiklankan produk dalam skala besar demi membangun dan meningkatkan kesadaran penonton terhadap sebuah merek dagang, ada banyak cara yang dilakukan pengiklan dan stasiun televisi untuk mencapai tujuan tersebut.

Strategi Iklan

Sinetron TV Kasar dalam Menyisipkan Iklan dan Menempatkan Produk (sumber: galeri pribadi)
Dalam periklanan, ada sebuah strategi yang disebut Penempatan Produk atau product placement. Menurut Etika Pariwara Indonesia (EPI), penempatan produk adalah teknik pemasaran yang digunakan oleh perusahaan untuk mempromosikan produk secara tidak langsung melalui teknik non tradisional, biasanya melalui kemunculan di film, televisi atau media lain.
Sementara Galacian mengartikan penempatan produk atau embedded marketing sebagai “suatu bentuk iklan, di mana barang atau jasa bermerek ditempatkan dalam konteks yang biasanya tanpa iklan, seperti film, alur cerita acara televisi atau produk berita”.
ADVERTISEMENT
Kemudian penempatan produk di televisi dikelompokkan dalam tiga kelompok utama oleh D’Astous dan Seguin, yakni:
1. Implicit product placement
Pada tipe ini merek atau nama perusahaan dari produk yang diiklankan muncul di dalam program televisi, namun tidak disebutkan secara formal. Jadi merek atau nama perusahaan berperan secara pasif dan kontekstual. Biasanya, logo, merek atau nama perusahaan muncul tanpa ditunjukkan manfaat dari produk yang dimiliki.
2. Integrated explicit product placement
Tipe ini memungkinkan penempatan produk terintegrasi secara eksplisit. Artinya, merek atau nama perusahaan akan muncul secara aktif, juga atribut maupun manfaat produk yang dimiliki akan ditampakkan dengan blak-blakan.
3. Non integrated explicit product placement
Pada tipe ini merek atau nama perusahaan muncul dan disebutkan dalam program, tapi tidak berhubungan dengan isi dari program televisi tersebut. Biasanya merek atau nama perusahaan akan selalu disebutkan dalam program acara sebagai pihak yang mensponsori, disebutkan di tengah atau akhir acara, bahkan bisa juga menjadi bagian dari nama judul program acara.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks sinetron, biasanya tipe yang digunakan adalah Implicit Product Placement dan Integrated Explicit Product Placement. Pihak pengiklan dan stasiun televisi melakukan strategi penempatan produk ini karena sebagian besar penonton, baik di media massa maupun internet, akan melewatkan setiap iklan yang mereka lihat saat sedang menikmati suatu program acara. Penempatan produk dimaksudkan untuk membentuk kesadaran, minat, serta keinginan dari para penonton untuk membeli dan mengubah perilaku, namun dengan sudut pandang yang berbeda.
Penempatan produk di tengah-tengah adegan dalam tayangan sinetron sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Biasanya penempatan produk ini dilakukan dengan memasukkan produk menjadi bagian dari adegan di dalam sinetron. Penempatan produk ini umumnya terjadi ketika para pemain yang awalnya berdialog membahas apa yang ada di dalam cerita, lalu dengan tiba-tiba membahas dan menggunakan produk yang diiklankan. Terlebih lagi, ada beberapa kejadian di mana para pemain bahkan sampai mengatakan slogan dari iklan tersebut.
ADVERTISEMENT
Tindakan semacam inilah yang disebut sebagai Iklan Tersisip. Iklan Tersisip sendiri merupakan iklan yang memang sejak awal dirancang untuk menyatu dengan konten atau isi acara atau program di media. Iklan tersisip tidak hanya ada dalam sinetron Indonesia, tapi juga di dalam film ataupun serial lain di seluruh dunia. Termasuk serial yang saat ini tengah digandrungi masyarakat umum, yakni drama Korea.
Iklan tersisip bukan hal yang baru apalagi aneh. Namun, banyak masyarakat yang merasa bahwa iklan tersisip di dalam sinetron Indonesia cukup mengganggu. Selain itu, mereka juga merasa bahwa penempatan produk yang terdapat di dalam sinetron tergolong kasar dan terkesan memaksakan. Alasannya antara lain, penempatan produk tidaklah masuk akal, ataupun adegan ketika adanya iklan tersisip tampak tidak natural dan sangat menunjukkan sedang “beriklan”.
ADVERTISEMENT
Meskipun pada dasarnya banyak negara melakukan iklan tersisip, seperti drama Korea misalnya, masyarakat tetap saja merasa keberatan dan terganggu dengan cara munculnya iklan tersisip di sinetron Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh eksekusi akhir yang dilakukan televisi Indonesia dalam melakukan penempatan produk, yang memang agak berbeda dengan di drama Korea.
Namun, eksekusi yang dilakukan tidak semata-mata tanpa alasan. Semua iklan yang kita lihat di televisi, termasuk di sinetron bersama segala iklan tersisip dan penempatan produknya yang cukup “unik”, merupakan implementasi dari etika periklanan yang berlaku di Indonesia. Mengutip Finnah Fourqoniah dan Muhammad Fikry Aransyah dalam Buku Ajar Pengantar Periklanan (2020), etika periklanan didefinisikan sebagai perilaku yang benar dan baik dalam menjalankan fungsi periklanan. Di Indonesia, etika periklanan diatur dalam Etika Pariwara Indonesia yang saat ini versi terbarunya adalah amandemen 2020, dan diterbitkan oleh Dewan Periklanan Indonesia.
ADVERTISEMENT

Etika dan Kebijakan yang Mengatur

Sinetron TV Kasar dalam Menyisipkan Iklan dan Menempatkan Produk (sumber: galeri pribadi)
Terkait iklan tersisip di dalam sinetron Indonesia yang menjadi keresahan masyarakat, Etika Pariwara Indonesia mengatur hal ini pada poin 2.29 tentang Iklan Tersisip (Built-in), Terlebur (Built-in Content), Sesuai Pesanan (Tailor-made) dan Sejenisnya.
Lebih tepatnya, iklan tersisip dalam sinetron ini diatur dalam poin 2.29.1 yang berbunyi, “Boleh dilakukan selama tidak disembunyikan atau disamarkan sehingga khalayak dimungkinkan untuk secara jelas mengidentifikasinya sebagai iklan.”
Selain itu ada pula poin 4.16 tentang Subliminal yang berbunyi, “Iklan tidak boleh ditampilkan sebagai subliminal.” Subliminal menurut Etika Pariwara Indonesia didefinisikan sebagai penempatan atau penyisipan amat singkat – umumnya kurang dari sepertiga detik – pesan periklanan, pada saat-saat adegan klimaks dalam film, program televisi, atau rekaman video, sedemikian rupa, sehingga dapat menyusup ke dalam alam bawah sadar manusia.
ADVERTISEMENT
Dari poin tersebut, jelas menunjukkan bahwa menampilkan iklan yang tidak disadari oleh penonton sama saja dengan dianggap menyusup privasi penonton, serta tidak menghormati hak calon konsumen untuk menolak atau memilih. Sebab, dengan menampilkan iklan sebagai subliminal, dikhawatirkan akan menyebabkan calon konsumen mengikuti pesan periklanan tanpa sadar atau tanpa nalar karena mereka bahkan tidak tahu tengah terpapar iklan.
Maka, semakin jelas bahwa memang terdapat etika yang harus diikuti terkait menyisipkan atau menempatkan iklan dalam sebuah tayangan, yang dalam hal ini adalah sinetron. Dengan kata lain, pihak pengiklan maupun stasiun televisi memang sengaja membuat iklan tersisip di dalam sinetron menjadi begitu mencolok, dialog yang aneh, maupun terlihat seperti sedang beriklan, karena memang hal itu dimaksudkan agar penonton dapat mengidentifikasi adegan yang ada sebagai sebuah iklan.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut juga termasuk bagaimana penempatan produk menjadi sangat tidak alami, janggal, serta tidak masuk akal, karena lagi-lagi alasannya agar iklan tidak tampak disembunyikan atau disamarkan. Karena baik pengiklan maupun stasiun televisi sama-sama berada di posisi yang tidak mungkin melanggar etika yang sudah diatur tersebut.
Belum lagi, di satu sisi mereka pun mendapat keuntungan berupa kesadaran penonton terhadap merek produk yang ingin mereka iklankan. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, penonton televisi lebih mungkin untuk mengganti saluran televisi yang mereka tonton saat iklan muncul di jeda pergantian segmen. Dengan menyisipkan iklan, maka penonton dibuat mau tidak mau melihat iklan yang ditayangkan. Namun karena sinetron membuat iklan tersebut menjadi adegan yang begitu janggal dan tidak mungkin tidak disadari, maka kesadaran penonton akan merek yang diiklankan pun semakin besar.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, penyisipan iklan ini bisa saja diharapkan dapat dilakukan dengan eksekusi yang lebih halus dan dapat diterima penonton. Melihat iklan dalam sebuah adegan sinetron namun terasa lebih natural dan tidak dibuat-buat tentu akan memberikan kenyamanan lebih bagi yang melihatnya. Tetapi yang perlu diingat adalah sinetron Indonesia menerapkan produksi kejar tayang, yang membuat tim produksi tidak memiliki waktu banyak untuk memerhatikan kualitas sinetron.
Dikutip dari vice.com dalam sebuah wawancara dengan para penulis skrip sinetron, para penulis itu mengakui bahwa kualitas tulisan mereka memang sangatlah rendah. Namun, walau sudah ada usaha dari mereka untuk meningkatkan kualitas skenario yang ditulis, pihak Production House (PH) justru tidak menggubrisnya. Bahkan banyak naskah yang dikembalikan karena dirasa akan sulit dipahami oleh penonton Kelas C dan D. Naskah yang diminta oleh PH adalah naskah yang ditulis sesederhana mungkin agar mudah dipahami dan terima oleh Kelas C dan D yang merupakan target audiens mereka.
ADVERTISEMENT
Jadi dapat disimpulkan bahwa karena para tim produksi terutama penulis naskah diminta untuk membuat adegan yang sesederhana mungkin, serta harus dikejar waktu yang padat karena produksi kejar tayang, akan sulit untuk memerhatikan kualitas adegan yang akan ditampilkan untuk penyisipan iklan maupun penempatan produk. Terlebih lagi setiap harinya ada ratusan iklan yang harus ditayangkan dalam satu episode.