Konten dari Pengguna

Penghentian Bansos Jelang Pilkada Serentak 2024

Yanu Endar Prasetyo
Peneliti. Pusat Riset Kependudukan BRIN
24 November 2024 17:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yanu Endar Prasetyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto: Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto: Kumparan
ADVERTISEMENT
Pilkada serentak menjadi momentum penting dalam demokrasi Indonesia, dimana rakyat memilih pemimpin daerah yang akan membawa kebijakan publik di masa depan. Namun, berkaca pada Pilpres dan Pileg 2024 yang lalu, praktik pemberian bantuan sosial (bansos) oleh pemerintah, telah menimbulkan polemik yang serius. Hal ini memunculkan perdebatan tentang potensi penyalahgunaan bansos untuk kepentingan politik, khususnya jelang Pilkada serentak 2024 ini.
ADVERTISEMENT
Bahkan, beberapa hari yang lalu, Gubernur Kalteng dan 10 pejabat lainnya baru saja dilaporkan ke Bawaslu dan KPK atas dugaan penyalahgunaan program bantuan sosial senilai Rp. 547,89 Miliar untuk kepentingan pemenangan kandidat tertentu dalam Pilkada. Menanggapi persoalan ini dan mencermati usul dari Komisi II DPR RI, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun lantas mengeluarkan Surat Edaran (SE) bernomor 800.1.12.4/5814/SJ tertanggal 13 November 2024 tentang Penundaan Penyaluran Bantuan Sosial.
Setidaknya ada tiga (3) poin penting yang diatur dalam SE tersebut, yakni (1) penyaluran Bansos yang bersumber dari APBD harus ditunda hingga pencoblosan tanggal 27 November selesai, (2) kecuali untuk daerah-daerah yang terkena bencana, dan (3) seluruh kepala daerah harus meningkatkan pengawasan serta pengendalian terkait penyaluran bansos.
ADVERTISEMENT
Langkah ini sangatlah penting demi menjaga integritas demokrasi, memastikan keadilan, dan menghindari potensi politisasi bantuan publik.
Potensi Politisasi Bansos
Bansos merupakan salah satu instrumen penting dalam membantu masyarakat miskin dan rentan. Namun, menjelang pilkada, bansos seringkali dijadikan alat untuk membangun citra positif kandidat petahana atau kandidat yang didukung oleh pemerintah. Beberapa kasus menunjukkan bahwa distribusi bansos menjelang pemilu seringkali tidak transparan, cenderung diskriminatif, dan sarat dengan motif politik.
Dalam laporan Bawaslu, ditemukan indikasi bansos yang dicantumkan dengan atribut kandidat atau partai tertentu, yang secara etika dan hukum melanggar asas netralitas dalam penyelenggaraan pemilu. Praktik semacam ini tidak hanya mencederai prinsip keadilan, tetapi juga menciptakan ketergantungan masyarakat kepada aktor politik tertentu alih-alih menumbuhkan pemilih yang rasional.
Baca selengkapnya di Kumparan
Pentingnya Netralitas Pemerintah
ADVERTISEMENT
Sebagai lembaga negara, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk bersikap netral dalam setiap pemilu. Jika bansos tetap berjalan tanpa pembatasan selama Pilkada Serentak, maka dikhawatirkan akan terjadi konflik kepentingan, terutama jika kepala daerah atau pejabat negara yang sedang mencalonkan diri kembali memanfaatkan program ini untuk memperoleh keuntungan politik.
Penghentian bansos sementara ini dapat menjadi solusi untuk memastikan bahwa program ini tidak disalahgunakan sebagai alat politik. Selain itu, langkah ini juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sebagai pihak yang netral dalam penyelenggaraan pilkada.
Mencegah Penyalahgunaan Anggaran Publik
Bansos dibiayai dari anggaran negara yang sejatinya merupakan uang rakyat. Dalam konteks ini, penyalahgunaan bansos untuk kepentingan politik sama saja dengan penyalahgunaan uang rakyat. Penghentian sementara bansos selama pilkada serentak memberikan ruang untuk memastikan bahwa dana publik benar-benar digunakan untuk kebutuhan masyarakat tanpa ada muatan politik tertentu.
ADVERTISEMENT
Selain itu, langkah ini juga mencegah kepala daerah atau pejabat tertentu dari memanfaatkan bansos sebagai sarana pencitraan. Dalam sistem demokrasi yang sehat, pemimpin harus dipilih berdasarkan kualitas dan program kerjanya, bukan melalui distribusi bansos yang berbau politis.
Menjaga Integritas Demokrasi
Demokrasi yang sehat membutuhkan pemilu yang bebas dari intervensi dan manipulasi. Jika bansos tetap dijalankan menjelang pilkada tanpa pengawasan ketat, maka integritas pilkada menjadi taruhan. Pemilih yang dipengaruhi oleh bansos berpotensi tidak memilih berdasarkan pertimbangan rasional, melainkan karena dorongan sesaat yang diberikan melalui bantuan tersebut.
Penghentian bansos sementara selama Pilkada serentak bukan berarti menghentikan komitmen pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, langkah ini memastikan bahwa demokrasi elektoral dapat berjalan secara jujur dan adil.
ADVERTISEMENT
Keberanian Pemerintah menghentikan bansos jelang pencoblosan ini telah menciptakan ruang harapan bagi pelaksanaan pilkada yang lebih transparan, adil, dan bermartabat. Keberanian dan keputusan ini harus kita apresiasi. Tinggal satu lagi PR besar kita adalah soal politik uang. Sampai hari ini, politik uang masih menjadi tantangan besar yang harus kita selesaikan bersama-sama agar kualitas demokrasi kita semakin baik kedepannya.