Reshuffle Kabinet dan Prospek Pemerintahan Jokowi

Yuniar Riza Hakiki
Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) UII Yogyakarta
Konten dari Pengguna
24 Desember 2020 17:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yuniar Riza Hakiki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Jokowi mengumumkan jajaran Menteri baru di Istana Negara, Jakarta, Selasa (22/12). Foto: Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi mengumumkan jajaran Menteri baru di Istana Negara, Jakarta, Selasa (22/12). Foto: Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejak beberapa hari ini notifikasi ¬berita harian dalam gadget saya cukup dipenuhi informasi tentang pergantian/perombakan jabatan Menteri baru (reshuffle). Sehari lalu pula e-mail berdering, kumparan mengharapkan respon atas isu reshuffle kabinet yang kini hangat dibicarakan. Maka di kesempatan ini saya buka komputer lipat untuk sedikitnya ngetik respon terhadap isu tersebut.
ADVERTISEMENT
Sekitar 9 Juli lalu saya sempat nulis artikel pada laman kumparan yang judulnya “Mengevaluasi Kabinet Indonesia Maju”. Inti tulisan tersebut adalah harapan kepada Presiden Jokowi untuk terus mengevaluasi dan menata struktur pejabat dalam kabinet. Hal itu penting bagi sebuah organisasi, apalagi organisasi pemerintahan agar terwujud struktur pemerintahan yang efektif dan berkualitas.
Reshuffle Kabinet
Kini Presiden Jokowi telah merombak kabinetnya. Ada 6 Menteri dan 5 Wakil Menteri baru. Dua menteri dilantik untuk menggantikan menteri yang sebelumnya tersandung kasus korupsi (Menteri Kelautan dan Perikanan; Menteri Sosial).
Empat menteri dilantik untuk menggantikan menteri yang mungkin dinilai Presiden belum cukup efektif memimpin Kementerian ditengah kondisi yang sangat berat bagi Pemerintah (Menteri Perdagangan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Menteri Agama, dan Menteri Kesehatan).
ADVERTISEMENT
Presiden memang harus terus mengevaluasi kinerja para menteri pembantunya secara serius. Karena, para menteri itu sejatinya memang diangkat untuk bekerja dan bertanggungjawab kepada Presiden.
Presiden memegang hak prerogatif dalam memanajemen kabinetnya. Termasuk mengelola ketepatannya meletakkan seseorang pada jabatan tertentu. Karena kekeliruan menempatkan pejabat juga berpotensi memicu kinerja pemerintah yang tidak efektif dan berkualitas.
Oleh karena itu, reshuffle kabinet menjadi suatu keniscayaan. Lantas, apakah reshuflle kabinet ini memiliki prospek yang baik bagi pemerintahan Presiden Jokowi kedepan?
Ada 4 (empat) makna yang dapat saya tuliskan bila mencermati 6 bidang kementerian yang kini ditata kembali oleh Presiden.
Empat Kesan
Pertama, kehendak mewujudkan sistem kerja pemerintahan yang bersih & bebas dari korupsi. Dua kementerian yang sempat tersandung kasus korupsi tentu menjadi pukulan keras bagi Presiden. Karena sangat kontradiktif dengan janji Presiden saat kampanye untuk mewujudkan pemerintahan bersih & bebas dari korupsi. Pun telah mengkhianati pesan Presiden pada pelantikan kabinet Indonesia Maju pada bulan Oktober 2019 lalu.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, dengan dilantiknya Tri Rismaharini dan Sakti Wahyu Trenggono masing-masing pada kementerian yang semula tengah kronis, tentu kita semua berharap agar dengan modal komitmen integritas dan kompetensinya, kedepan dapat merekonstruksi sistem kerja kementerian sehingga bersih & bebas dari potensi korupsi.
Kedua, kehendak memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Perubahan pejabat pada Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif mengesankan kalau Presiden Jokowi menilai sektor ekonomi perlu dipacu pertumbuhannya.
Karakter gesit Presiden Jokowi dalam bekerja secara cepat dan terukur memungkinkan seorang pejabat diganti karena tak mampu mewujudkan ekspektasi Presiden.
Tantangan berat dalam membangun sektor ekonomi ditengah pandemi ini memang disadari banyak kalangan, maka diperlukan kerja keras kementerian yang sektor kerjanya meliputi bidang ekonomi. Perubahan menteri pada dua kementerian tersebut mengesankan harapan terpacunya pertumbuhan ekonomi nasional.
ADVERTISEMENT
Ketiga, kehendak menciptakan stabilitas pemerintahan. Agama kian menjadi satu isu yang memengaruhi stabilitas Pemerintahan Jokowi. Bahkan sejak periode pertama. Kini, sejak insiden pembunuhan di Sigi, Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu hingga tertembaknya laskar Front Pembela Islam (FPI), terus berkesinambungan bersangkut paut dengan isu agama.
Isu agama nampak turut memengaruhi kestabilan Pemerintahan Jokowi. Hal itu yang kemungkinan menjadi satu dari sekian alasan Presiden mengganti pejabat pada kementerian agama. Dilantiknya Menteri Agama baru mengesankan Presiden ingin menyetabilkan pemerintahan, melalui bidang keagamaan.
Keempat, kehendak bangkit dari masalah pandemi Covid-19. Covid-19 menjadi salah satu akar persoalan pemicu berbagai masalah bangsa. Rakyat bahkan pemerintah nampak dibuat pesimis soal kapan pandemi ini berakhir. Bila pandemi tak kunjung berakhir, berbagai masalah baru tentu kian bermunculan.
ADVERTISEMENT
Karena itu, bidang kesehatan memiliki peran yang sangat sentral dan strategis untuk memastikan kesehatan nasional dan membebaskan bangsa Indonesia dari virus Covid-19. Penggantian menteri baru pada Kementerian Kesehatan membawa harapan baru dalam perbaikan tata kelola penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia kedepan.
Keempat kesan di atas agaknya lepas dari konteks politik yang pastinya memengaruhi percaturan reshuffle. Karena sebetulnya, dalam sistem pemerintahan presidensial dengan multipartai, konsolidasi politik dalam pengisian jabatan kabinet itu sesuatu yang tak dapat terhindarkan.
Harapannya, Presiden dapat menjamin dan merawat komitmennya bahwa pengangkatan sejumlah menteri dan wakil menteri baru itu bebas dari transaksi politik yang pragmatis, sehingga tidak justru berbuah bencana bagi eksistensi Kabinet Indonesia Maju. Dan kedepan Pemerintahan Jokowi dapat mengakhiri masa jabatannya dengan husnul khatimah.
ADVERTISEMENT
Yuniar Riza Hakiki,
Peneliti PSHK UII Yogyakarta