Agresi yang Membawa Fiorentina Bangkit dari Tragedi

5 Oktober 2018 16:42 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Federico Chiesa merayakan gol bersama Vitor Hugo. (Foto: Getty Images/Gabriele Maltinti)
zoom-in-whitePerbesar
Federico Chiesa merayakan gol bersama Vitor Hugo. (Foto: Getty Images/Gabriele Maltinti)
ADVERTISEMENT
Stefano Pioli barangkali tidak menyangka bahwa kepulangannya ke Fiorentina akan disambut dengan opini yang terbelah. Di satu sisi, ada yang menyambutnya dengan hangat kerena Pioli adalah bagian dari sejarah klub. Dulu, antara 1989 dan 1995, Pioli memang pernah bermain untuk Fiorentina. Akan tetapi, alasan itu pulalah yang membuat sebagian suporter lainnya meragukan kapabilitas Pioli.
ADVERTISEMENT
Tak sedikit yang menganggap bahwa kedatangan Pioli hanyalah sebuah masturbasi nostalgia belaka dan mereka yang punya anggap seperti ini sebetulnya punya dasar kuat. Pioli, walaupun sudah berkarier sebagai pelatih selama lebih dari dua dekade, hampir tidak pernah membawa tim asuhannya jadi penantang serius di liga.
Satu-satunya musim di mana Pioli menunjukkan kebolehannya dalam melatih adalah musim 2014/15. Saat itu, Pioli berhasil membawa Lazio finis di urutan lima dengan torehan 71 gol. Jumlah gol itu menjadi sangat impresif karena kala itu hanya Juventus yang bisa mengalahkan mereka, itu pun cuma dengan selisih satu.
Dua musim berselang, Pioli dipercaya untuk menangani Internazionale. Akan tetapi, bersama La Beneamata, Pioli kembali gagal. Awalnya, Inter begitu perkasa di bawah Pioli dengan meraih 12 kemenangan dari 16 laga perdana. Namun, setelah itu Mauro Icardi dkk. menelan lima kekalahan dan dipaksa bermain imbang dua kali. Pioli pun kemudian dirumahkan oleh manajemen Inter.
ADVERTISEMENT
Inkonsistensi Pioli itulah yang membuat para tifosi Fiorentina khawatir. Sebab, mereka ketika itu masih berusaha mencari sosok yang tepat untuk menggantikan Vincenzo Montella. Sebelum Pioli, eks pemain Juventus lainnya, Paulo Sousa, sudah pernah dijajal oleh Fiorentina. Namun, Sousa gagal total setelah hanya mampu membawa tim finis di urutan delapan klasemen. Alhasil, di musim 2017/18 pun Fiorentina terpaksa tidak bermain di kompetisi Eropa.
Apa yang dikhawatirkan suporter Fiorentina dari Pioli itu mewujud pada musim lalu. Tujuh pertandingan pertama dilalui hanya dengan dua kemenangan. Sisanya, La Viola menelan empat kekalahan dan sekali bermain imbang. Hal ini sempat terhapus dengan tiga kemenangan beruntun atas Udinese, Benevento, dan Torino. Namun, setelah itu tren buruk kembali melanda. Antara pekan 11 dan 25 Serie A musim 2017/18, Fiorentina cuma bisa menang tiga kali.
ADVERTISEMENT
Titik balik dari era kepelatihan Pioli di Fiorentina, sayangnya, adalah sebuah tragedi. Wafatnya kapten tim Davide Astori pada 4 Maret 2018 rupanya menjadi sumber kekuatan tersendiri bagi klub asal Tuscany itu. Pioli sendiri layak diberi kredit khusus karena di saat-saat sulit itulah dia menunjukkan kelasnya sebagai seorang pelatih.
Tanpa mengurangi rasa hormat pada para pemain Fiorentina lain yang berhasil bangkit dari targedi itu, Pioli adalah sosok yang mempersatukan mereka semua. Sejak itu, para pemain Fiorentina jadi punya tujuan baru dan Pioli adalah sosok yang memastikan bahwa para pemainnya bisa sampai di tujuan tersebut.
Sejak kematian Astori, Fiorentina mampu meraih tujuh kemenangan dari 12 pertandingan. Dari situ, mereka berhasil mengumpulkan cukup poin untuk bisa finis di sepuluh besar.
ADVERTISEMENT
***
Capaian Pioli di musim 2017/18 itu sebenarnya tak jauh berbeda dengan capaian Sousa di musim sebelumnya. Akan tetapi, ada perbedaan besar di antara dua Fiorentina tersebut. Fiorentina asuhan Pioli tahu bahwa mereka memiliki masa depan cerah dan mereka kini tengah berupaya menuju ke sana.
Kapten Fiorentina, German Pezzella, membentangkan ban kapten yang didedikasikan untuk almarhum Davide Astori. (Foto: Getty Images/Gabriele Maltinti)
zoom-in-whitePerbesar
Kapten Fiorentina, German Pezzella, membentangkan ban kapten yang didedikasikan untuk almarhum Davide Astori. (Foto: Getty Images/Gabriele Maltinti)
Di musim panas 2018, Fiorentina melakukan perombakan cukup besar di timnya. Pemain-pemain seperti Bruno Gaspar, Nenad Tomovic, Carlos Sanchez, Marco Sportiello, Riccardo Saponara, Sebastian Cristoforo, bahkan Milan Badelj mereka tendang. Sebagai gantinya, Fiorentina mendatangkan pemain-pemain yang lebih pas dengan gaya main Pioli.
Sebagai seorang pelatih, Pioli doyan bermain ofensif. Hal itu sudah bisa dilihat dari ketika dirinya membawa Lazio jadi tim terproduktif di Serie A tadi. Manajemen Fiorentina, lewat direktur olahraga Pantaleo Corvino, pun mengakomodasi kebutuhan Pioli itu dengan meminjam pemain-pemain macam Marko Pjaca, Edimilson Fernandes, Gerson, dan Kevin Mirallas, serta mendatangkan sweeper-keeper bernama Alban Lafont.
ADVERTISEMENT
Sebelum di Fiorentina, Pioli dikenal sebagai pelatih yang doyan gonta-ganti formasi. Akan tetapi, kali ini pria berusia 53 tahun tersebut sudah menemukan pakem dasar yang rasanya hanya akan diubah jika dirinya menjumpai situasi ekstrem. Di sini, Pioli mengeksekusi permainan menyerangnya lewat formasi 4-3-3.
Yang menarik dari formasi 4-3-3 milik Pioli itu adalah bagaimana dia mengutilisasi pemain-pemainnya. Tercatat, di skuat Fiorentina saat ini ada empat pemain yang perannya diubah dengan cukup signifikan. Yakni, Nikola Milenkovic, Gerson, Jordan Veretout, dan Federico Chiesa.
Milenkovic yang awalnya merupakan seorang bek tengah, digeser ke kanan menjadi full-back. Gerson yang tadinya kerap bermain di sayap dijadikan seorang mezzala. Berikutnya, Veretout yang tadinya merupakan gelandang serang kini ditarik mundur menjadi regista. Lalu, Chiesa yang sebelumnya kerap bermain di area sentral digeser ke samping untuk jadi pemain sayap murni.
ADVERTISEMENT
Tim Pioli ini sama sekali tidak didesain untuk menguasai bola lama-lama. Di Serie A, catatan penguasaan bola 48,3% milik Fiorentina adalah yang terburuk ketujuh. Namun, dari sana mereka mampu menghasilkan 14,3 tembakan per pertandingan dan 14 gol yang membuat mereka jadi tim terproduktif ketiga di Serie A.
Stefano Pioli bersama pemain-pemain Fiorentina. (Foto: Reuters/Ciro De Luca)
zoom-in-whitePerbesar
Stefano Pioli bersama pemain-pemain Fiorentina. (Foto: Reuters/Ciro De Luca)
Berbanding terbaliknya catatan penguasaan bola dan jumlah tembakan itu pada dasarnya bisa terjadi karena Fiorentina sendiri sangatlah agresif dalam merebut bola dari lawan. Secara khusus, yang jadi kelebihan utama mereka adalah intersep, di mana dalam satu pertandingan mereka bisa melakukannya sampai 13,1 kali -- terbaik ketiga di Serie A.
Dari situ, bisa terbayang bahwa Fiorentina mampu senantiasa menampilkan sepak bola yang penuh energi. Meski tak banyak menguasai bola, mereka terus bergerak untuk mencuri bola dari lawan untuk kemudian melancarkan serangan balik dengan cepat, baik lewat umpan-umpan panjang maupun lewat aksi-aksi dribel dari para pemain macam Chiesa, Pjaca, Gerson, serta Cristiano Biraghi.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Fiorentina bisa menampilkan sepak bola demikian sebenarnya tidak mengagetkan. Sebab, skuat mereka saat ini memang masih sangat muda.
Menurut data CIES, rata-rata umur pemain Fiorentina saat ini ada di angka 23,79. Rata-rata ini berada jauh di bawah tim-tim elite atas Serie A lain seperti Juventus (29,26), Roma (28,41), Inter (28,30) dan Lazio (28,26). Ini menunjukkan bahwa Fiorentina adalah sebuah proyek menarik yang baru saja dimulai, tetapi sudah mampu menunjukkan potensi besarnya.
***
Tujuh pertandingan sudah dilalui Fiorentina di Serie A. Dari sana, mereka menang empat kali, bermain imbang sekali, dan kalah dua kali. Perlu dicatat bahwa dua kekalahan itu mereka derita dari Napoli dan Inter yang kualitas timnya memang lebih baik. Di dua laga itu pun Napoli dan Inter harus bersusah payah untuk bisa menundukkan Fiorentina. Inter bahkan butuh VAR untuk melakukannya.
ADVERTISEMENT
Dengan catatan hasil demikian, Fiorentina pun kini berhak duduk di peringkat tiga klasemen sementara, di bawah Juventus dan Napoli. Atas hasil ini, sebenarnya ada banyak pemain yang layak untuk diberi kredit spesial.
Vitor Hugo dan German Pezzella, misalnya, layak diacungi jempol karena mampu membentuk pertahanan solid yang baru bisa dibobol lawan lima kali. Lalu, Milenkovic juga patut dipuji karena sudah mencetak dua gol meski berposisi sebagai bek kanan. Berikutnya, ada pula Marco Benassi, seorang gelandang yang kini jadi topskorer sementara tim dengan koleksi tiga gol.
Namun, di antara semua pemain Fiorentina itu, rasanya sulit untuk tidak memberikan tempat khusus pada Chiesa dan rekannya di lini depan, Giovanni Simeone. Sebab, mereka adalah penebar malapetaka utama bagi tim-tim lawan. Sampai saat ini, kedua pemain itu sudah terlibat dalam terciptanya enam gol Fiorentina, di mana masing-masing dari mereka telah membukukan dua gol dan satu assist.
ADVERTISEMENT
Chiesa belakangan ini kerap disebut sebagai masa depan persepakbolaan Italia dan anggapan itu tidak berlebihan. Selain karena usianya masih 20 tahun, anak sulung legenda Fiorentina, Enrico Chiesa, itu juga telah menunjukkan bakat besar terutama dalam melakukan penetrasi di pertahanan lawan dan melepaskan umpan terobosan.
Sementara itu, Simeone yang didatangkan dari Genoa itu adalah topskorer klub musim lalu dengan raihan 14 gol. Putra pelatih Atletico Madrid, Diego Simeone, ini mewarisi agresivitas sang ayah, tetapi juga memiliki kemampuan mencetak gol mumpuni. Pergerakan pemain satu ini di lini depan begitu liar dan dia punya modal bernama kecepatan untuk meneror pertahanan lawan.
Striker andalan Fiorentina, Giovanni Simeone. (Foto: AFP/Alberto Pizzoli)
zoom-in-whitePerbesar
Striker andalan Fiorentina, Giovanni Simeone. (Foto: AFP/Alberto Pizzoli)
Chiesa dan Simeone sendiri memang sangat cocok untuk bermain dalam tim Fiorentina besutan Pioli ini. Sebab, kedua pemain ini tak cuma piawai dalam menyerang. Percaya tidak percaya, catatan tekel per gim mereka termasuk sebagai yang terbaik di Fiorentina. Chiesa bisa melakukan 1,6 tekel di satu laga, sementara Simeone 1,4. Kombinasi antara agresi, teknik, determinasi itulah yang membuat Chiesa dan Simeone jadi simbol baru Fiorentina.
ADVERTISEMENT
***
Fiorentina saat ini memang merupakan salah satu tim paling menarik di Serie A. Akan tetapi, sampai kapan mereka akan bisa mempertahankan pemain-pemain bintangnya? Bukan sekali dua kali saja Fiorentina dipaksa melepas pemain bintang dan itu membuat mereka terus menerus melakukan pembangunan ulang tim.
Pemain-pemain seperti Chiesa, Simeone, Milenkovic, dan Lafont diperkirakan tidak akan selamanya berada di Fiorentina. Artinya, ketika mereka pergi Fiorentina bakal dipaksa untuk mencari pengganti dan semua bakal diulang lagi dari awal. Belum lagi jika nanti Gerson atau Pjaca kembali ke dekapan klubnya masing-masing.
Namun, justru di situlah seninya menikmati tim seperti Fiorentina. Di tengah keterbatasan sumber daya, mereka tetap mampu bertahan dan bahkan bisa mengejutkan. Ya, para pemain bintang itu akan pergi, tetapi itu tidak akan terjadi besok. Setidaknya sampai Mei tahun depan tim ini masih akan bertahan seperti ini.
ADVERTISEMENT
Seorang optimis akan mengatakan bahwa jika tim ini mampu memenuhi atau melampui ekspektasi, para pemain tadi bakal bertahan dan membawa Fiorentina terbang lebih tinggi lagi. Apakah optimisme itu bakal jadi kenyataan? Entahlah. Namun, sulit untuk tidak bersikap optimistis terhadap Fiorentina yang ini.
=====
*) Fiorentina akan melawat ke Stadio Olimpico, Roma, untuk menghadapi tuan rumah Lazio dalam pertandingan pekan ke-8 Serie A, Minggu (7/10/2018) malam pukul 20:00 WIB.