Roma vs Napoli: Tuan Rumah Panen Masalah

28 Maret 2019 15:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemain-pemain Roma merayakan gol Stephan El Shaarawy di depan Allan dan Lorenzo Insigne. Foto: Reuters/Ciro De Luca
zoom-in-whitePerbesar
Pemain-pemain Roma merayakan gol Stephan El Shaarawy di depan Allan dan Lorenzo Insigne. Foto: Reuters/Ciro De Luca
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Derbi itu disebut sebagai Derbi Matahari. Derby del Sole dalam bahasa Italia. Mulanya, relasi dua klub yang terlibat dalam derbi ini tak ubahnya hari yang cerah. Begitu akrab, begitu hangat. Namun, semuanya berubah ketika salah satu dari dua klub itu mendatangkan pesepak bola terbaik dunia, Diego Armando Maradona, pada 1984.
ADVERTISEMENT
Dua klub itu adalah Roma dan Napoli. Awalnya, derbi ini adalah sebuah wujud aliansi. Baik I Lupi maupun Partenopei sama-sama tidak berasal dari Italia Utara. Roma ada di tengah, Napoli di selatan.
Sebagai dua klub non-Utara tersukses, Roma dan Napoli pun mampu meraup banyak pendukung. Meski demikian, status sebagai klub non-Utara itu tetap tidak membuat mereka jadi ningrat seperti Juventus serta duo Milan. Sesukses-suksesnya Roma dan Napoli, mereka tetaplah liyan.
Dari situlah aliansi lahir. Di Italia, musuh dari musuh adalah kawan. Logika itulah yang membawa Roma dan Napoli ke dalam sebuah kesatuan. Akan tetapi, kedatangan Maradona membuat para suporter Roma, yang biasanya dijamu hangat di San Paolo, menjadi tergusur.
ADVERTISEMENT
Maradona membuat San Paolo praktis hanya jadi milik pendukung Napoli. Sejak inilah aliansi itu retak. Puncaknya, pada 2014, seorang tifoso Napoli bernama Ciro Esposito tewas di tangan suporter Roma bernama Daniele De Santis.
Derby del Sole memang tidak sepopuler Derby della Madonnina, Derby della Capitale, bahkan Derby della Mole atau Derby della Lanterna. Pada akhir 1990-an sampai awal 2000-an, Napoli terlempar dari Serie A dan itu membuat derbi ini tak bisa dipentaskan. Namun, semenjak Napoli kembali ke level tertinggi pada 2007, secara perlahan gengsi derbi ini kembali meninggi.
Dalam tiga musim terakhir, sejak 2015/16 sampai 2017/18, Derby del Sole bukan cuma pertaruhan gengsi belaka. Dengan konsistennya Roma dan Napoli di papan atas, laga derbi pun jadi begitu krusial dalam upaya meraup angka. Dari enam pertemuan di tiga musim itu Roma unggul tipis dengan koleksi tiga kemenangan dan dua kekalahan.
ADVERTISEMENT
Pada musim 2018/19, gengsi Derby del Sole kembali tereduksi akibat naik-turunnya performa Roma. Saat ini saja, Napoli sudah unggul 13 angka atas seterunya tersebut. Tentu saja kedua tim masih sangat membutuhkan poin. Namun, kepentingannya kali ini berbeda. Napoli butuh angka untuk menjaga jarak dengan Inter, sementara Roma perlu tiga poin untuk menempel ketat Milan di zona Liga Champions.
Terseoknya Roma itu berujung pada pemecatan Eusebio Di Francesco. Sebagai gantinya, Roma menunjuk Claudio Ranieri yang sudah memimpin Roma dalam dua pertandingan terakhir. Celakanya, dalam dua laga itu pun Ranieri belum bisa sepenuhnya mengangkat Roma.
Satu kemenangan dan satu kekalahan jadi catatan Ranieri sejauh ini. Kekalahan itu sendiri diderita Roma dari SPAL pada laga termutakhir. Jika dua laga tadi jadi patokan, maka Roma punya segudang alasan untuk waswas.
ADVERTISEMENT
Di bawah Ranieri, Roma tak lagi menggunakan formasi 4-3-3. Dalam dua laga tadi, formasi 4-2-3-1 (vs Empoli) dan 4-4-2 (vs SPAL) jadi tumpuan. Cara bermain Roma pun berubah.
Perubahan cara bermain biasanya mudah sekali terlihat dalam catatan penguasaan bola. Manchester United di bawah Ole Gunnar Solskjaer, misalnya, mampu mencatatkan rata-rata penguasaan bola hingga 61 persen, naik 8 persen dari era Jose Mourinho. Roma, di bawah Ranieri, masih mencatatkan rata-rata penguasaan bola sekitar 52 persen, sama dengan era Di Francesco. Akan tetapi, jumlah rata-rata umpan mereka sekarang (436) lebih rendah dari sebelumnya (471).
Itu artinya, Roma kini bermain dengan lebih lugas. Namun, seperti yang terlihat pada laga melawan Empoli dan SPAL, metode Ranieri belum bekerja sepenuhnya. Tiga gol Roma dalam dua pertandingan tersebut tidak ada yang benar-benar berasal dari skema yang diekesekusi dengan sempurna. Dua gol datang dari bola mati, satu lagi dari sepakan jarak jauh.
ADVERTISEMENT
Masalah bagi Roma kian pelik lantaran Stephan El Shaarawy, satu-satunya pemain yang mencetak gol non-bola mati, dipastikan bakal absen. Ketiadaan 'Sang Firaun' berpotensi membuat daya gedor Roma, khususnya dari sayap kiri, semakin melempem.
Untuk mengatasi ketiadaan El Shaarawy, Ranieri sebetulnya punya stok yang cukup. Diego Perotti atau Justin Kluivert bisa saja dimainkan di sayap kiri. Namun, kontribusi 9 gol dan 2 assist El Shaarawy belum bisa disamai dua pemain yang baru mengumpulkan 3 gol dan 3 assist tersebut.
Menghadapi Napoli, opsi terbaik Ranieri sebenarnya adalah memainkan pakem 4-2-3-1. Tujuannya, tak lain, untuk menciptakan superioritas jumlah di lini tengah karena Napoli kemungkinan bakal setia dengan pakem 4-4-2 andalan Carlo Ancelotti.
ADVERTISEMENT
Jika dari kubu Roma El Shaarawy dipastikan absen, kabar baik menghampiri Napoli dengan sembuhnya Fabian Ruiz dan Lorenzo Insigne. Dua pemain ini sepanjang musim 2018/19 begitu vital bagi Napoli berkat sumbangsih total 12 gol dan 7 assist. Tak cuma itu, kelebihan teknikal dua pemain ini juga membuat strategi Ancelotti yang mengandalkan sepak bola vertikal berjalan lancar.
Pakem 4-4-2 Napoli ini pada dasarnya bisa berubah dengan cepat menjadi 4-3-3 saat menyerang serta 4-5-1 saat bertahan. Saat menyerang, Jose Callejon akan naik ke atas dengan jadi winger ekstra, sementara Insigne melebar ke kiri. Lalu, saat bertahan, Callejon akan kembali ke posisi aslinya dan Insigne bakal berjaga di kiri. Dengan berjaganya Insigne di kiri, Piotr Zielinski pun akan merapat ke tengah mendampingi Allan Marques dan Fabian.
ADVERTISEMENT
Inilah mengapa pakem 4-2-3-1 jadi opsi terbaik Roma. Saat diserang, mereka punya pemain lebih banyak di tengah. Saat bertahan, mereka tidak kekurangan jumlah personel.
Adapun, dengan karakter bermain masing-masing tim saat ini, ada potensi besar bahwa pertandingan ini akan menyajikan jual-beli serangan secara konstan. Bagi penonton netral, ini adalah suguhan menarik. Namun, ini tak menjamin akan ada banyak gol yang tercipta karena serangan yang dieksekusi dengan cepat bisa juga berarti serangan yang kurang matang.
Di pertandingan nanti, Napoli pantas untuk lebih diunggulkan. Selain karena mereka ada di peringkat yang lebih tinggi, Kalidou Koulibaly cs. juga sudah lebih fasih memainkan sepak bola dengan gaya mereka sekarang. Plus, dalam dua laga terakhir di Olimpico (musim 2016/17 dan 2017/18) Napoli selalu menang.
ADVERTISEMENT
Namun, Roma kini berada dalam situasi terjepit. Dalam pertandingan derbi seperti ini, mereka yang terpojok bisa jadi begitu berbahaya. Lagipula, mereka punya rekor kandang yang tak buruk. Dari 13 laga, Roma menang 8 kali dan cuma kalah 1 kali. Maka, kans mereka untuk menang tidak tertutup-tertutup amat.
=====
Roma dan Napoli akan bertanding di laga Serie A pekan ke-29, Minggu (31/3/2019) malam pukul 20:00 WIB. Pertandingan akan diselenggarakan di Stadio Olimpico, Roma.