Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Sekolah Dasar Negeri, Benarkah 100 Persen Gratis?
27 Februari 2019 19:08 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:03 WIB
ADVERTISEMENT
Salah satu pertimbangan memilih sekolah anak adalah SD negeri karena terkait biaya. Alhasil, orang tua tak perlu menyiapkan uang untuk membayar gedung dan iuran bulanan yang jumlahnya bisa puluhan hingga ratusan juta, seperti halnya jika si kecil mendaftar ke sekolah dasar swasta. Tapi benarkah masuk SD negeri 100 persen gratis?
ADVERTISEMENT
Pemerintah memang membantu pendanaan sekolah dasar lewat program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Sumbernya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2019, tiap peserta didik SD mendapatkan dana BOS Reguler sebesar Rp 800 ribu per tahun. Dana tersebut diberikan kepada SD negeri maupun swasta yang memenuhi syarat sebagai sekolah penerima BOS.
Karenanya, SD negeri yang diselenggarakan pemerintah daerah memang tidak bisa sewenang-wenang memberlakukan pungutan kepada murid. Sementara bagi SD swasta, meski telah menerima dana BOS, masih mungkin memungut biaya kepada murid, sesuai kebijakan masing-masing.
Lalu pertanyaannya, dengan adanya dana BOS, benarkah murid SD negeri tidak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun?
ADVERTISEMENT
Menurut Direktur Pembinaan Sekolah Dasar Kemendikbud, Dr. H. Khamim, M.Pd, jawabnya, tidak benar. Terutama bila pemerintah daerah belum mengalokasikan 20 persen dari APBD untuk pendidikan, seperti diatur Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
“Dana BOS yang Rp 800 ribu kan sebenarnya belum ideal. Sebenarnya pemerintah daerah yang punya tanggung jawab untuk menyiapkan dana pendidikan bagi daerahnya,” papar Khamim, saat dihubungi oleh kumparanMOM, Kamis (20/9).
Oleh karena itu Khamim mengimbau agar pemerintah daerah tidak menjanjikan pendidikan gratis di saat APBD belum mampu mengalokasikan 20 persen untuk dana pendidikan. Sebab jika dipaksakan, kualitas pendidikanlah yang akan jadi korban.
“Yang celaka itu jika pemerintah daerah mendeklarasikan pendidikan gratis tapi tidak menyiapkan APBD, sedangkan partisipasi masyarakat tidak boleh. Kan lucu. Jika sudah begitu kualitas pendidikan akan tertinggal,” tambah Khamim.
ADVERTISEMENT
Khamim kemudian menjelaskan kepala sekolah bisa bekerja sama dengan komite sekolah untuk menghimpun dana partisipasi masyarakat. Hal itu pun sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 20016 tentang Komite Sekolah.
Dalam peraturan itu, dijelaskan bahwa komite diperbolehkan melakukan penggalangan dana berupa sumbangan pendidikan, bantuan pendidikan, dan bukan pungutan. Tujuannya demi meningkatkan mutu pendidikan di sekolah terkait.
“(Dana) bisa digalang dari CSR, alumni, termasuk dari pihak swasta. Fungsinya Permendikbud Nomor 75 itu memang untuk mendorong partisipasi masyarakat,” tambah Khamim.
Permendikbud Nomor 75 juga menyebutkan bahwa sumbangan pendidikan juga bisa saja berasal dari peserta didik dan orang tuanya, namun bersifat sukarela dan sesuai kemampuan. Jika penarikan uang di SD negeri itu sifatnya wajib, jumlah dan waktunya mengikat, disebut pungutan dan dilarang dalam Permendikbud Nomor 75.
ADVERTISEMENT