news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Menebak Isi Kantong Jokowi

23 Juli 2018 8:36 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
10 nama Cawapres Jokowi (Foto: Dok. Romahurmuziy/PPP)
zoom-in-whitePerbesar
10 nama Cawapres Jokowi (Foto: Dok. Romahurmuziy/PPP)
ADVERTISEMENT
“Insyaallah tidak akan keluar dari 10 nama di atas.”
Kalimat di atas menjadi penutup keterangan gambar yang diunggah Ketua Umum PPP Romahurmuziy di akun Instagram miliknya, Selasa (17/7).
ADVERTISEMENT
Sosok yang belakangan tampak seperti juru bicara Joko Widodo ini percaya, satu dari sepuluh nama yang ia singkap bakal terpilih mendampingi sang petahana pada palagan yang kedua.
Romy meyakini klaimnya tersebut bukanlah pepesan kosong. Sebab, nama-nama yang ia ungkap merupakan hasil pembicaraan langsung dengan Jokowi.
Pernyataan yang sedikit berbeda justru diucapkan Jokowi saat menjawab pertanyaan wartawan. “Sepuluh mengerucut ke lima,” jawab Jokowi di Istana Negara, Rabu (11/7).
Dalam dua kali kesempatan berikutnya, Jokowi mengemukakan nama-nama di kantongnya. Pertama, pada Sabtu (14/7) di Jakabaring Sport City, Palembang, Sumatera Selatan, Jokowi mengamini jika Muhaimin Iskandar masuk dalam kantongnya.
Cak Imin--panggilan untuk Muhaimin Iskandar--yang telah gembar-gembor menjadi cawapres Jokowi dengan mengusung nama Join (Jokowi-Cak Imin) pun tertawa semringah mendengarnya.
ADVERTISEMENT
Tiga nama lain disebut Jokowi saat menghadiri pembukaan Akademi Bela Negara Partai Nasdem, Senin (16/7). Diapit Surya Paloh dan Pramono Anung, setengah bercanda, Jokowi ‘mengiyakan’ nama Mahfud MD, TGB Zainul Majdi, dan Airlangga Hartarto, juga masuk dalam kantongnya.
Memilih sosok yang kelak berperan sebagai ‘ban serep’ sekaligus 'bumper' presiden memang bukan perkara mudah. Sebab, seperti yang Jokowi ungkapkan, ia dan koalisi partai pendukung mesti melakukan proses “penggodokan” alias tarik-ulur kepentingan politik.
Pasalnya, tak hanya aspek personal melainkan juga politis menjadi pertimbangan. Sosok cawapres ini harus menambal kekurangan yang dimiliki Jokowi, direstui Megawati, pun diterima oleh semua partai pendukung.
Bagi Jusuf Kalla, salah satu kriteria terpenting bagi cawapres Jokowi adalah dapat berkontribusi terhadap peningkatan elektabilitas petahana. “Pokoknya harus menambahnya, minimum 15 persen begitu," ucap JK di Kantor Wakil Presiden, Rabu (17/7).
ADVERTISEMENT
Masalahnya, menurut Romy, tak satu pun dari sepuluh nama yang tengah digodok itu bisa menambah secara signifikan elektabilitas Jokowi. Jika harus memenuhi syarat JK, maka hanya ia dan Prabowo Subianto lah yang masuk kriteria karena memiliki elektabilitas di atas 15 persen.
Sementara sepuluh nama calon itu memiliki tingkat keterpilihan di bawah lima persen. “Semuanya masih dalam margin of error (kenaikan 1 persen). Itu artinya kontribusi elektabilitasnya itu--the one and only--Jokowi,” papar Romy ketika ditemui kumparan, di Gedung Nusantara I Komplek DPR RI, Jakarta, Kamis (19/7).
Presiden Jokowi. (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi. (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Menurut Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, Jokowi membutuhkan sosok wakil yang memenuhi tiga persyaratan penting. Tiga kriteria tersebut meliputi loyalitas, memiliki kedekatan atau mewakili jaringan politik Islam, dan dapat diterima oleh koalisi partai pendukung.
ADVERTISEMENT
Sementara Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari, juga memiliki pertimbangan yang kurang-lebih sama. Menurutnya, cawapres sang petahana mesti berasal dari kalangan non-partai politik, tokoh senior di kancah perpolitikan nasional, dan bisa menetralisasi sentimen politik identitas.
Lantas, dengan mempertimbangkan berbagai kriteria di atas, siapakah tokoh yang paling sesuai mendampingi Jokowi di Pilpres 2019 nanti?
Cawapres di Kantong Jokowi (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Cawapres di Kantong Jokowi (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Tokoh Partai
Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, dan Tuan Guru Bajang Zainul Majdi memiliki satu kesamaan, yakni sama-sama kader partai politik. Peluang ketiga tokoh tersebut relatif pelik. Sebab, memilih satu di antara mereka berisiko menimbulkan gejolak di dalam koalisi partai pendukung.
Berbeda dengan Airlangga dan Cak Imin yang berasal dari partai koalisi, TGB justru berasal dari luar koalisi partai pendukung. Meski lebih dikenal karena prestasinya sebagai Gubernur Nusa Tenggara Barat, sampai hari ini TGB masih duduk sebagai anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat.
ADVERTISEMENT
Menurut Qodari, fakta tersebut memperkecil peluang keterpilihan TGB dibanding dua kandidat sesama tokoh partai lainnya. “Dan belum tentu diterima oleh Bu Mega, karena (TGB) ‘orang biru’,” ujar Qodari.
Gubernur NTB, TGB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB), berdakwah di Lombok. (Foto: Instagram @tuangurubajang)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur NTB, TGB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB), berdakwah di Lombok. (Foto: Instagram @tuangurubajang)
Kriteria lain yang ditekankan, baik oleh politisi maupun pengamat politik, adalah kemampuan sang calon untuk menangkal sentimen politik identitas. Terkait hal ini, Jokowi rasanya akan lebih mempertimbangkan cawapres yang berasal dari golongan ulama atau santri.
Airlangga Hartarto yang bukan berasal dari kalangan santri atau ulama, jelas punya kelemahan dalam kriteria ini.
Terkait kriteria ini, TGB sebagai ulama terpandang di NTB sebetulnya punya kapasitas sesuai. Ia juga memiliki kualifikasi keagamaan yang mumpuni karena lulusan Univeristas Al-Azhar, Mesir. Apalagi, TGB pernah dielukkan kelompok Alumni Aksi Bela Islam 212.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, TGB bukan berasal dari organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama. Ia dari Nahdlatul Wathan--organisasi Islam paling berpengaruh di NTB.
“Kan kami enggak mau hanya dipilih oleh orang NTB saja,” kata seorang sumber di koalisi Jokowi.
Muhaimin Iskandar. (Foto: mpr.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Muhaimin Iskandar. (Foto: mpr.go.id)
Untuk kriteria latar belakang NU, Cak Imin sebagai NU memiliki keunggulan. Apalagi, menurut politisi PKB Jazilul Fawaid, Cak Imin juga didukung oleh para kiai khos atau sesepuh NU, termasuk Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Kiai Miftahul Akhyar.
Sayangnya, Cak Imin yang sering mendesak Jokowi dengan kata-kata seperti “Kalau bukan Join (Jokowi-Cak Imin), bahaya” belum tentu dipilih. Karena, menurut salah seorang politisi, “Cak Imin intimidatif kepada Pak Jokowi. 'Pak, kalau bukan saya (cawapres) nanti saya pindah loh'. Pak Jokowi nggak suka diintimidasi.”
ADVERTISEMENT
Di Luar Parpol
Satu nama lagi yang sudah diungkap Jokowi masuk dalam kantongnya yakni Mahfud MD. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini dianggap punya kans lebih tinggi dibanding tiga calon lain.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu dikenal dekat dengan Megawati Soekarnoputri, Ketua Dewan Pengarah BPIP dan Ketua Umum PDIP. Saat gaji BPIP dipersoalkan oleh publik, Mahfud pasang badan dengan mengatakan, “Saya yang hadapi.”
Mahfud MD . (Foto: kemenkumham.or.id)
zoom-in-whitePerbesar
Mahfud MD . (Foto: kemenkumham.or.id)
“Kalau berbicara hukum, dia (Megawati) selalu meminta saya memberi pendapat. Orang yang belum kenal dekat dengan Bu Megawati sering mengatakan Bu Mega itu kaku, padahal Bu Mega itu fleksibel, banyak senyum,” kata Mahfud kepada kumparan, Rabu (18/7).
Selain itu, menurut Wasekjen Golkar Sarmuji, Mahfud punya kedekatan dengan kelompok Gusdurian--jaringan pendukung Gus Dur--yang mengusung Islam moderat. Yang jadi soal, Mahfud belum tentu mendapat restu dari PBNU maupun PKB, meski ia pernah menjadi anggota DPR RI dari Fraksi PKB pada 2004-2008.
ADVERTISEMENT
“(Mahfud MD) ya enggak mewakili NU. Kalau PKB, partai yang lahir dari NU, jelas aspirasinya lewat PKB,” kata Wasekjen DPP PKB Jazilul Fawaid di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/7).
Kurang dari seminggu kemudian, PKB tampak melunak. Anggota Dewan Syuro PKB, Maman Imanulhaq, mengatakan “Walaupun belum secara resmi diumumkan kepada sosok Mahfud MD, tentu PKB akan sangat menghormati menghargai pilihan Pak Jokowi.”
Mahfud juga punya kelebihan lain. Mantan Ketua Tim Pemenangan Prabowo pada Pemilu 2014 itu dapat menambal kekurangan Jokowi dalam hal dukungan dari kelompok intelektual, karena ia adalah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia .
Selain itu, Mahfud punya elektabilitas relatif lebih tinggi dibanding ketiga calon yang berasal dari partai politik--Airlangga, Cak Imin, Romy.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan survei Litbang Kompas April lalu, mantan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan era Abdurrahman Wahid ini punya elektabilitas 3,8 persen. Hanya kalah dari Jusuf Kalla, Prabowo Subianto, Gatot Nurmantyo, dan Susi Pudjiastuti.
Sementara menukil survei Charta Politika, tingkat keterpilihan Mahfud mencapai 4,6 persen--sama dengan TGB Zainul Majdi, lebih tinggi dibanding Cak Imin (2,2 persen) dan Airlangga Hartarto (0,8 persen).
Kejutan Lama?
“Semua masuk. Tapi kita harus ngerti ya, kantong saya tidak hanya satu. Kantong luar ada, kantong dalam ada. Kantong saku ada, kanan dan kiri. Kantong belakang ada."
Pernyataan bernada candaan itu dilontarkan Jokowi sebelum nama kelima di kantongnya terkuak. Lalu, siapa satu tokoh yang namanya masih disimpan Jokowi?
ADVERTISEMENT
Berdasarkan unggahan Romy soal sepuluh nama bakal cawapres, masih ada tujuh nama lain yang belum terkonfirmasi--dengan catatan TGB tak masuk daftar cawapres versi Romy. Mereka adalah KH Ma’ruf Amin, Din Syamsuddin, Moeldoko, Chairul Tanjung, Sri Mulyani, Susi Pudjiastuti, dan Romahurmuziy.
Jokowi dan Jusuf Kalla. (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dan Jusuf Kalla. (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Di luar nama-nama itu, sinyalemen kembali bertarungnya JK di Pilpres 2019 kian menguat. Ia menjadi Pihak Terkait dalam gugatan uji materi masa jabatan wakil presiden yang dilayangkan Partai Perindo.
Sebelumnya, mantan ketua umum Golkar itu juga melempar isyarat lain dengan menyatakan bahwa cawapres Jokowi mesti punya modal elektabilitas 15 persen. Dalam hal ini, tokoh yang punya modal elektabilitas sebesar itu hanya dia.
Berdasarkan survei Litbang Kompas, elektabilitas JK sebagai cawapres Jokowi mencapai 15,7 persen. Jauh meninggalkan bakal cawapres lain.
ADVERTISEMENT
Sikap politik JK menjelang batas waktu pendaftaran capres tampak berubah-ubah. Setelah menolak tawaran Demokrat untuk menjadi capres bersama Agus Yudhoyono, JK juga sempat disinyalir akan menjadi kingmaker bagi Anies Baswedan.
Namun, spekulasi itu disanggah oleh JK dengan berkata, “Bagaimana pula saya harus berkampanye melawan Jokowi?”
Tiki-taka ala Jusuf Kalla (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tiki-taka ala Jusuf Kalla (Foto: Basith Subastian/kumparan)
JK, sang begawan ekonomi dari Watampone, Sulawesi Selatan, sempat mengatakan ingin beristirahat dari politik. Namun kemudian, Ketua Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi mengatakan JK siap kembali menjadi wakil presiden.
Kesempatan menjadi wapres untuk kali ketiga itu tentu saja masih menanti putusan Mahkamah Konstitusi. Yang pasti, jika uji materi UU Pemilu ini dikabulkan--sehingga memberi kesempatan seseorang berkuasa lebih dari dua kali masa jabatan asal ia menjabat tidak berturut-turut, maka demokrasi di negara ini berada di ujung tanduk.
ADVERTISEMENT
------------------------
Simak rangkaian ulasan mendalam Cawapres Pilihan Jokowi di Liputan Khusus kumparan.
Anda juga bisa menilai para tokoh yang layak menjadi capres-cawapres di sini.