Tsunami Aceh Mengirim Kapal PLTD Apung ke Rumah Faisal (1)

Konten Media Partner
17 Desember 2019 15:35 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Kapal PLTD Apung yang kini berdiri kokoh di tengah permukiman warga. Foto: Abdul Hadi/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Kapal PLTD Apung yang kini berdiri kokoh di tengah permukiman warga. Foto: Abdul Hadi/acehkini
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kapal itu berdiri kokoh di tengah perumahan warga Gampong Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Kota Banda Aceh, Aceh. Cerobong asap yang menjulang tinggi membuat keberadaannya begitu mudah terlihat dari kejauhan.
ADVERTISEMENT
Namanya Kapal PLTD Apung. Sekarang kapal generator listrik milik Perusahaan Listrik Negera (PLN) itu lebih dikenal sebagai salah satu situs tsunami Aceh. Namanya pula lebih kesohor dengan sebutan Kapal Apung Tsunami. Kapal itu menjadi salah satu bukti kedahsyatan hembalang tsunami Aceh pada 26 Desember 2004.
Lantas, bagaimana ceritanya kapal seberat 2600 ton yang seharusnya berada di lautan itu kini teronggok di daratan?
Kapal Apung di Gampong Punge Blang Cut menjadi destinasi wisata yang ramai dikunjungi warga. Foto: Suparta/acehkini
Minggu pagi 15 tahun silam, ketika musibah raya melanda Tanah Seulanga, Faisal sedang bersiap-siap di rumahnya di Gampong Punge Blang Cut. Ia hendak berangkat ke Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh, tempat kapal PLTD Apung berlabuh.
Hari itu Faisal mendapat tugas mengganti jadwal piket operator Kapal PLTD Apung. Tetapi, belum sempat ia berangkat, gempa berkekuatan 9,2 Skala Richter mengguncang bumi Aceh. Sambil terhuyung, Faisal keluar rumah.
ADVERTISEMENT
Tak berselang lama, gelombang tsunami datang dengan demikian cepat. Masih di Punge Blang Cut, ia menyelematkan diri di sebuah bangunan tinggi di antara perumahan di sana. Rumah Faisal berjarak sekitar 4 kilometer dari Pelabuhan Ulee Lheue.
Sosok Faisal dalam video yang diputar di lambung Kapal Apung yang kini menjadi museum. Foto: Suparta/acehkini
Di tengah hembalang gelombang tsunami, Faisal melihat sebuah cerobong tinggi terseret air menuju arah Gampong Punge Blang Cut. Antara yakin dengan ragu-ragu pikirannya langsung terbayang Kapal PLTD Apung.
"Saya awalnya tidak yakin, barangkali mimpi. Karena pagi itu saya memang sedang bersiap-siap hendak mengganti piket ke kapal PLTD Apung di Pelabuhan Ulee Lheue," kata Faisal kepada acehkini, Minggu (15/12).
Keraguannya mulai hilang ketika kapal sebesar 1.900 meter persegi dengan panjang mencapai 63 meter, itu mulai mendekat ke bangunan tempatnya berlindung dari tsunami. Ia tampak yakin, bahwa di depannya adalah Kapal PLTD Apung, tempatnya bekerja sehari-hari.
Lambung Kapal PLTD Apung yang kini jadi museum di Gampong Punge Blang Cut. Foto: Suparta/acehkini
Faisal terisak ketika melihat di bawah kapal itu banyak sekali rumah-rumah yang rata dengan tanah. Mayat-mayat yang terhimpit. Kapal itu berhenti di Gampong Punge Blang Cut karena tertahan pondasi rumah dan juga gelombang tsunami yang mulai surut saat itu.
ADVERTISEMENT
Gelombang tsunami membawa Kapal PLTD Apung dekat dengan rumah Faisal. "Hari itu saya yang seharusnya ke kapal, malah kapal yang datang ke rumah saya," ujar pria yang kini berusia 47 tahun itu.
Belakangan, setelah tsunami, Faisal tahu jejak Kapal PLTD Apung yang dibawa tsunami. Pertama dari Pelabuhan Ulee Lheue, pada gelombang pertama dan kedua tsunami, Kapal PLTD Apung terhempas ke kawasan Lampaseh. Kemudian pada gelombang tsunami ketiga, kapal diseret ke Punge Blang Cut.
Kapal PLTD Apung yang diseret gelombang tsunami kini berdiri kokoh di tengah permukiman warga. Foto: Abdul Hadi/acehkini
Sekarang, 15 tahun setelah tsunami, Kapal PLTD Apung menjadi objek wisata tsunami. Video Faisal bercerita pun diputar di lambung kapal yang sekarang menjadi museum. Di dalamnya termuat gambar-gambar bukti kedahsyatan tsunami Aceh.
Setiap hari, Kapal PLTD Apung dikunjungi ribuan pelancong, terutama dari Malaysia. Kapal itu sekarang dikelola Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM). Di samping kapal, rumah yang menjadi puing-puing kerusakan tsunami dibiarkan seperti sediakala.
ADVERTISEMENT
Sementara Faisal masih bekerja di bawah PLN Aceh dan sekarang bertugas di PLTD Sabang. Ia mengeluh soal statusnya yang masih kontrak dan belum diangkat pegawai.
"Setelah 15 tahun tsunami, saya masih kontrak di PLN Aceh, saya berharap agar diangkat pegawai," ujarnya, sembari menyebut dia direkrut menjadi operator Kapal PLTD Apung pada 2002.
Faisal menyebut, saat dilanda tsunami ada tujuh orang pekerja dari total 13 pekerja yang berada di Kapal PLTD Apung. Dari tujuh orang itu, hanya satu yang selamat, namanya Deriansyah. Selebihnya hilang.
Menurutnya, hanya Deri yang tahu pasti bagaimana kondisi Kapal PLTD Apung ketika detik-detik tsunami menerjang Aceh. Lantas bagaimana Deri bisa selamat dari tsunami? Apakah ia ikut terseret bersama Kapal PLTD Apung hingga ke Punge Blang Cut?
ADVERTISEMENT
[bersambung]