Citra Satelit Pantau Urban Jakarta dan sekitarnya; Potret Tantangan PPKM Darurat

Aji Putra Perdana
Seorang Geograf(er) yang mengamati lingkungan sekitar dari sudut pandang geografi. Pemerhati Peta dan Toponim. Saat ini bekerja di Badan Informasi Geospasial.
Konten dari Pengguna
19 Juli 2021 12:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aji Putra Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
NASA Image of the Day pada tanggal 20 Mei 2021 telah menayangkan citra satelit Landsat 9 Juli 1990 dan 11 September 2019 yang menampilkan wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Pesatnya pertumbuhan urban terlihat dengan jelas, bangunan perkotaan meluas dari DKI Jakarta hingga ke wilayah pinggirannya.
Citra satelit Landsat TM Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya diambil 9 Juli 1990. Kredit Foto: NASA
Citra satelit Landsat 8 OLI Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya diambil 11 September 2019. Kredit Foto: NASA
Citra satelit Landsat tersebut merupakan salah satu wujud citra hasil pengolahan data penginderaan jauh yang kerap digunakan untuk analisis kondisi bumi ini, termasuk perubahan atau dinamika lingkungan, hingga kondisi perairan lautan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Bagi sejumlah orang yang memang berkecimpung di bidang penginderaan jauh, maupun geografi serta bidang keilmuan terkait lainnya, tentu gambaran tumbuhnya wilayah perkotaan (urban) DKI Jakarta dan sekitarnya yang ditampilkan oleh NASA bukanlah suatu hal yang baru.
Wilayah perkotaan DKI Jakarta. Foto oleh Tom Fisk dari Pexels
Penelitian tentang perubahan wilayah urban DKI Jakarta dan sekitarnya ini telah diteliti oleh sejumlah peneliti, akademisi, baik dari dalam negeri hingga luar negeri.
Bahkan, kerap dikaitkan dengan fenomena geografis yang melandanya; mulai dari banjir, penurunan muka tanah, kemungkinan gempa, serta tentunya semakin menarik jika dikaitkan dengan kemungkinan tenggelamnya Jakarta. Kembali ramai pasca NASA menampilkan citra satelitnya.
Citra satelit Landsat multtemporal yang ditampilkan NASA pada tanggal 20 Mei 2021 baru menggunakan 2 tahun perekaman dengan rentang waktu sekitar 29 tahun. Nah, akan semakin terlihat dinamis apabila kita melihat perubahan per 5-10 tahun dimulai dari tahun 1975.
ADVERTISEMENT
Saya termasuk ke dalam salah satu peneliti yang penasaran dengan dinamika urban Jakarta, sehingga pada tahun 2012 untuk tesis S2 saya mengambil tema urban watershed (http://etd.repository.ugm.ac.id/home/detail_pencarian/56432). Saya mengkaji perubahan penutup lahan sederhana untuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Ci Liwung dari hulu ke muaranya.
Saat itu, saya menggunakan citra Landsat periode tahun 1975, 1990, 2000 dan 2010 untuk melihat perubahan penutup lahan berdasar Vegetasi-Impervious Surface-Tanah. Berdasar citra Landas multitemporal 4 tahun tersebut, tampak cepat dan dahsyatnya pertumbuhan urban yang terjadi.
Jika bertanya apa saja faktor penyebabnya? Sebenarnya hampir sebagian besar dari kita sangat mengetahui bahwa perkembangan pesat di DKI Jakarta dan sekitarnya adalah dampak terpusatnya segala macam kegiatan yang menjadi magnet urbanisasi.
ADVERTISEMENT
Magnet Jakarta sebagai pusat mencari nafkah, perbaikan kehidupan, pusat pemerintahan, pusat bisnis perdagangan, dan berbagai faktor penarik lainnya menyebabkan orang berduyun-duyun datang. Dapat kita saksikan bahwa hampir setiap tahunnya, terjadi kenaikan pendatang yang utamanya terjadi tiap usai lebaran.
Berbagai fenomena tersebut dan daya tampung DKI Jakarta menjadi sejumlah pemantik ide pemindahan Ibu Kota Negara. Kompleksitas kondisi urban DKI Jakarta dan sekitarnya kini semakin diuji di tengah pandemi COVID-19.
Kasus di DKI Jakarta dan sekitarnya masih relatif tinggi (per 18 Juli 2021, terdapat 9.128 kasus positif dan kematian tertinggi sejumlah 201 Orang). Tentunya, pekerjaan rumah pemerintah untuk menggencarkan vaksinasi serta senantiasa mengingatkan protokol kesehatan masih perlu gencar dilakukan.
Jumlah penduduk dan kepadatan populasi DKI Jakarta, ditambah dengan dinamika pengaturan pembatasan kegiatan dalam penerapan PPKM Darurat menjadi situasi yang menantang bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, butuh penanganan ekstra.
ADVERTISEMENT
Seorang kawan berandai-andai, jika kondisi DKI Jakarta seperti pada citra Landsat tahun 1975 atau setidaknya citra Landsat tahun 1990 (yang ditampilkan NASA tersebut), kemungkinan Pemerintah masih dapat mengendalikan situasi pandemi di Ibu Kota Negara ini.
Namun, kenyataan berkata lain, Ibu Kota Jakarta sudah tumbuh berkembang pesat ke wilayah sekitarnya. Padatnya jakarta mendesak wilayah lain untuk tumbuh dan menjadi tempat tinggal bagi para pencari nafkah yang bekerja di DKI Jakarta.
Oleh karena itu, upaya pengendalian keluar masuk DKI Jakarta benar-benar menjadi kunci mencegah penyebaran COVID-19, terutama menghadapi varian delta yang cepat penyebarannya.
Analisis data penginderaan jauh diintegrasikan dengan data mobilitas daris sumber data lain yang dilakukan oleh Pemerintah menggunakan citra satelit malam hari untuk mengamati kegiatan malam hari saat PPKM Darurat.
ADVERTISEMENT
Langkah terobosan tersebut, dapat pula dikombinasikan dengan analisis urban dari berbagai citra satelit lainnya, seperti Landsat untuk melihat kondisi urban DKI Jakarta dan sekitarnya.
Ilustrasi mobilitas penduduk di DKI Jakarta. Foto oleh Alifia Harina dari Pexels
Selain itu, tersedia juga citra satelit NASA untuk melihat dampak penerapan PPKM Darurat, misalnya melalui analisis polusi udara, adakah penurunan kadar polusi gas nitrogen dioksida. Kajian terkait sebaran gas nitrogen dioksida dan karbon monoksida ternyata telah dilakukan oleh Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Wilayah (PTPSW) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagaimana dapat dilihat di akun Instagramnya.
Gambaran gas karbon monoksida dan nitrogen dioksida sebelum dan sesudah penerapan PPKM Darurat diperoleh dari satelit Sentinel-5 Precursor (S5P) dengan sensor Tropomi (TROPOspheric Monitoring Instrument). Kedua sensor satelit penginderaan jauh tersebut acapkali digunakan untuk memantau beberapa gas rumah kaca.
ADVERTISEMENT
Gambar yang disajikan pada akun instagram tersebut memperlihatkan sejumlah kota besar di Pulau Jawa, khususnya Jabodetabek dari tanggal 3 - 12 Juli menunjukkan tren rona yang menurun. Data dibandingkan dengan tanggal yang sama pada bulan Juni (sebelum PPKM Darurat). Dari hasil tersebut, tim PTPSW-BPPT menyampaikan simpulannya bahwa PPKM Darurat menekan mobilitas penduduk.
Memperhatikan sejumlah pemanfaatan data penginderaan jauh di atas, kita dapat mengenal berbagai citra satelit yang dapat dioptimalkan dalam kajian dan evaluasi penerapan PPKM Darurat. Mulai dari kemampuannya memantau perkembangan wilayah perkotaan (urban), hingga dampak penerapan PPKM Darurat dari kondisi udaranya.
Data-data penginderaan jauh tersebut kini dapat dengan mudah diakses, baik sekedar melihat perkembangan melalui Google Earth maupun pengolahan dengan barisan kode melalui Google Earth Engine (GEE).
ADVERTISEMENT
Selamat bereksplorasi kenali bumi melalui data penginderaan jauh dan tetap patuhi protokol kesehatan, serta penerapan PPKM Darurat agar segera berlalu badai pandemi COVID-19 ini.