Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Anak-anak Poboya: Masuk Lubang Tambang sejak Usia 12 Tahun
21 Maret 2017 17:19 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Hussein tertawa terbahak-bahak ketika mendengar cerita kami bergidik dan kaki kami gemetar saat melihat para penambang lompat masuk ke lubang tambang sedalam empat meter.
ADVERTISEMENT
Iya, 16 tahun. Kami tak salah dengar. Saat ini, usia Hussein menginjak 32 tahun.
Hussein meyakinkan kami tentang betapa lumrah anak-anak yang bekerja di lubang tambang, dengan memperkenalkan putranya.
“Dia masih 12 tahun, tapi tidak takut turun ke bawah,” katanya sambil memanggil anak kecil yang duduk di pintu masuk lubang tambang.
Anak itu bernama Yayan. Usia Yayan setara dengan pelajar yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.
Ketika ditanya kenapa tak sekolah padahal waktu masih menunjukkan jam belajar, Yayan hanya tersenyum malu-malu.
ADVERTISEMENT
Yayan, kata Hussein, belum lama diajari kemampuan untuk turun ke lubang tambang sedalam 4 meter.
“Baru beberapa bulan dia bisa turun ke bawah,” cerita Hussein di kawasan penambangan emas Poboya, Palu, Sulawesi Tengah.
Yayan ikut menambang untuk membantu pekerjaan ayahnya yang sehari-hari berkutat di gelapnya lubang tambang.
“Supaya ayah dapat duit lebih banyak. Bisa nabung untuk pulang ke Gorontalo,” cerita Yayan.
Seperti Hussein, Yayan melakukan cara yang sama untuk turun ke lubang tambang. Ia mengandalkan pijakan kayu yang dibuat mengelilingi lubang sedalam 4 meter itu, kemudian turun tanpa tali pengaman.
ADVERTISEMENT
“Sudah tidak takut lagi. Dulu diajarin ayah. Saya juga tidak nangis waktu mencobanya,” kata Yayan dengan yakin.
Banyak dari para penambang yang membawa keluarga mereka menetap di area pertambangan Poboya.
Ketika kami menyusuri jalanan di area permukiman, banyak anak bermain di pekarangan yang tak jauh lubang tambang.
Sebagai “anak tambang” yang sebenarnya, keseharian mereka akrab dengan hal-hal berbau tambang. Bermain di mobil pengangkut batu, mengantar senter ke ayah mereka yang sedang menambang di atas bukit, dan bermain air di tengah galian batu emas, sudah biasa buat mereka.
ADVERTISEMENT
Di sebuah pos peristirahatan para penambang di atas gunung, kami temui setidaknya empat anak yang sedang makan siang sambil mengalungkan senter -- alat utama para penambang.
Salah satu anak itu adalah Miko. Ia kami jumpai saat sedang melintasi sungai yang menjadi pemisah antara bukit areal pertambangan dan permukiman.
Dia berjalan sambil menenteng senter. Bajunya belepotan penuh pasir. Penampilan yang janggal untuk anak sekecil itu.
“Saya barusan turun ke bawah (lubang tambang). Tadi ikut bantu ambil batu di lubang atas,” ujar Miko ketika ditanya kenapa penampilannya awut-awutan seperti itu.
ADVERTISEMENT
Dan Miko si bocah benar-benar melakukan apa yang dilakukan penambang dewasa.
“Di lubang saya turun tadi, jaraknya 30 meter ke bawah. Saya turun menggunakan tali. Lalu di dalam ambil batu untuk dibawa ke atas,” cerita Miko sambil tersenyum malu, khas bocah.
Namun, tak semua anak memilih menghabiskan masa kecil mereka untuk terlalu cepat menjalani profesi penambang. Ada pula anak yang masih asyik bermain di sekitar Poboya dan menjalani kehidupan normal layaknya anak kecil kebanyakan.
Meski berkubang dalam lubang, semoga masa depan cerah mereka rengkuh.
ADVERTISEMENT