Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pendidikan Indonesia, Tersengal Mengejar Negara Tetangga di ASEAN
16 Juni 2017 16:09 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus berupaya memperbaiki sistem pengajaran di Indonesia demi membuat putra-putri bangsa mampu menjadi tiang kokoh penyangga negara. Dengan pertimbangan pentingnya penguatan pendidikan karakter di tengah arus globalisasi, baru-baru ini diterbitkan Peraturan Mendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah yang mengubah durasi sekolah dari enam hari menjadi lima hari, dengan lama waktu bersekolah 8 jam sehari.
ADVERTISEMENT
Perubahan kebijakan kali ini akan mengganti sistem persekolahan dengan cukup signifikan. Sebanyak 8 jam kegiatan sekolah akan diisi kegiatan belajar selama 5 jam, dan sisanya diisi kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler.
Kualitas pendidikan sejatinya adalah penopang sosial ekonomi suatu negara. Mari kita lihat seperti apa pendidikan di sejumlah negara ASEAN yang notabene merupakan negara-negara tetangga Indonesia.
Jika dilihat secara keseluruhan, enam negara ASEAN telah mampu menjadi penyedia fasilitas pendidikan yang layak. Menurut data UNESCO terakhir tahun 2012, rata-rata angka literasi di ASEAN telah mencapai di atas 90 persen, seperti Indonesia (95,9 persen), Brunei (97,2 persen), Thailand (96,1 persen), Malaysia (94,2 persen), Singapura (96,7 persen), dan Filipina (95,4 persen).
[Baca juga: Mau Dibawa ke Mana Pendidikan Indonesia? ]
ADVERTISEMENT
Capaian positif lainnya adalah tingkat keikutsertaan anak dalam sekolah. Berdasarkan Net Enrolment Ratio UNESCO, tingkat keikutsertaan anak dalam sekolah pada mayoritas negara ASEAN mencapai di atas 90 persen. Indonesia 95,6 persen), Brunei (97,4 persen), Thailand (103,1 persen), Malaysia (97,3 persen), Singapura (100 persen), dan Filipina (93,8 persen). sSbagian besar warga mampu dijangkau fasilitas pendidikan dasar.
Namun kesamaan tersebut tidak memberi hasil yang sama. Data Human Development Index yang dirilis UNDP menunjukkan, keenam negara memiliki capaian berbeda yang bahkan cenderung kontras. Singapura masuk ke peringkat 5 dengan indeks pembangunan manusia tertinggi. Pada evel menengah terdepat Brunei (30), Malaysia (59), dan Thailand (87). Sementara dua negara ASEAN lain terperosok di level menengah bawah, yakni Indonesia (113) dan Filipina (116).
ADVERTISEMENT
Melihat capaian tersebut, Indonesia masih harus bekerja keras untuk setidaknya mampu menyediakan pendidikan seperti negara tetangga sekawasan. Maka dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai acuan cita-cita pendidikan, Indonesia meningkatkan anggaran pendidikan menjadi 20 persen, melakukan 3 pergantian kurikulum dalam 10 tahun terakhir, dan kini hendak mengubah jumlah hari sekolah.
[Baca juga: “Mengurung” Anak Sehari Penuh di Sekolah ]
Jam sekolah adalah komponen mendasar dari kompleksitas dunia pendidikan. Berdasarkan penelitian Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), pilihan untuk menetapkan berapa jam siswa di sekolah akan menentukan pula jenis kurikulum yang diajarkan, jam kerja guru, dan tentu saja anggaran pendidikan.
Kebijakan pendidikan mau-tak mau punya dua aspek sentral, yakni penentuan materi sesuai kebutuhan peserta didik, dan penentuan durasi waktu optimal untuk belajar. Menurut OECD, rerata jumlah jam yang dihabiskan setiap anak di negara maju selama sekolah dasar dan sekolah menengah pertama ialah 7745 jam.
ADVERTISEMENT
Setiap negara punya kelebihan dan kekurangan berikut konteks lokal yang tak bisa disamakan, pun untuk kasus Indonesia. Misal Brunei yang memiliki keberlimpahan anggaran dan jumlah warga negara yang sedikit sehingga bisa menggratiskan seluruh biaya pendidikan.
Namun tentu saja, pemerintah tetap bisa saling belajar satu sama lain.
[Baca juga: Murid Indonesia Sayang, Murid Kami Malang ]
Singapura bisa menjadi tolak ukur tertinggi di ASEAN. Negara kota ini memiliki salah satu fasilitas pendidikan paling mapan di dunia.
Meski demikian, anggaran pendidikan mereka sebenarnya tidak terlalu siginifikan, yaitu hanya 10 persen dari APBN atau 3 persen GDP. Dari anggaran tersebut, 50 persennya mereka alokasikan untuk pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
Singapura membuktikan bahwa durasi waktu tidak berpengaruh pada kualitas. Pendidikan dasar mereka menggunakan skema 6+4+2, atau sekolah dasar 6 tahun, sekolah menengah 4 tahun, dan sekolah menengah atas (junior college) 2 tahun.
ADVERTISEMENT
Perdebatan sekolah lima atau enam hari terjadi di Singapura pada tahun 1959. Sekolah enam hari dikenalkan dengan tujuan “agar anak Singapura belajar lebih banyak sehingga lebih pandai dalam matematika dan pelajaran menghitung lainnya.”
Namun akhirnya beberapa sekolah di Singapura mengubah sistem menuju jadwal lima hari pada 3 September 1962, dengan pelajaran soal nasionalisne dan keterampilan hidup dioptimalkan selama 5 hari itu.
Saat ini, masih ada beberapa sekolah keturunan China di Singapura yang menggunakan sistem enam hari sekolah. Namun mayoritas sekolah di Negeri Singa kini menerapkan jadwal 5 hari sekolah yang rata-rata menghabiskan 903 jam pelajaran dalam setahun.
Angka tersebut jauh lebih pendek dibanding AS yang sebanyak 1125 jam pelajaran per tahun.
ADVERTISEMENT
Tapi lihat hasilnya: pelajar Singapura disebut punya kemampuan melebihi pelajar AS.
Singapura masuk 5 besar hampir dalam semua ranking Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2015.
PISA merupakan survei tiga tahunan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) untuk menguji kemampuan siswa berusia 15 tahun untuk tiga bidang, yakni membaca, matematika, dan sains.
Sementara dari Thailand, kita dapat belajar bagaimana suatu negara benar-benar mendedikasikan sumber dayanya untuk pendidikan. Thailand yang memiliki teritori besar dan populasi penduduk banyak, memperoleh alokasi 25 persen anggaran negara untuk pendidikan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 50 persen anggaran menuju pos pendidikan dasar.
ADVERTISEMENT
Sekolah di Thailand sama seperti di Indonesia: 6 tahun sekolah dasar, 3 tahun sekolah menengah pertama. Jam sekolah berlangsung hampir 8 jam sehari selama 5 hari seminggu. Seperti itulah yang kini ingin diterapkan Kemdikbud di Indonesia.
[Baca juga: Buat Apa 8 Jam di Sekolah? ]
Kemauan memperbaiki kualitas pendidikan juga dimiliki Malaysia. Sejak 2007, pemerintah Malaysia telah mengalokasikan 20 persen anggarannya yang mencapai 5,8 persen dari GDP-nya atau tertinggi di Asia Tenggara.
Alokasi 20 persen itu untuk menambal kekurangan infrastruktur pendidikan. Mirip dengan Indonesia, yang juga mengalokasikan 20 persen APBN-nya untuk sektor pendidikan, dengan fokus meningkatkan akses dan kualitas layanan pendidikan.
Malaysia termasuk negara yang menerapkan disiplin ketat untuk soal pendidikan. Setiap hari, pelajar Malaysia harus menjalani sekolah mulai jam 7.30 hingga 14.30. Bahkan, beberapa sekolah masih mewajibkan kegiatan kokurikuler hingga petang.
ADVERTISEMENT
Namun lamanya sekolah pernah mendapat kritik keras dari masyarakat. Mengutip Free Malaysian Today, warga Malaysia merasa sekolah selama 6 jam lebih dari cukup untuk menghasilkan generasi berkualitas.
Sebuah laporan bahkan menyebutkan, kesuksesan pendidikan sangat ditentukan oleh bagaimana siswa menghabiskan waktu 9 jam di rumah dan masyarakat.
Itu di Malaysia. Beda negara, tentu beda kondisi.
Bagaimana menurut anda dengan Indonesia?